His Temptress | 85

106K 10.2K 395
                                    

[Ngurah Rai]

Setelah penerbangan yang membuat seluruh punggungnya sakit, Lidya bersyukur karena akhirnya mereka sampai di tempat tujuan mereka. Bali. Ewan menggeret koper mereka berdua sambil bersiul senang, sementara Lidya membiarkan matanya menikmati pemandangan indah di sekelilingnya.

Tanpa di sadari wanita itu, Ewan mengamati bagaimana Lidya tersenyum saat melihat arsitektur Bali. Tanpa ucapan kata, Ewan bersyukur bahwa keputusannya untuk membawa wanita itu ke tempat ini adalah sebuah keputusan terbaik. Di sini, Jake tidak akan bisa menggapai Lidya dan di sini, wanita itu akan sibuk dengan segala keindahan dan juga dunia tanpa drama. Di sini... Ewan tahu wanita itu akan merasa lebih tenang.

Ketika Lidya menatap pria itu kembali, Ewan membuka lengannya lebar-lebar dan berkata, "Berikan aku satu pelukan yang menggambarkan kebahagiaanmu?"

Lidya tersenyum, berjalan cepat dan memeluk pria itu dengan erat sambil terkekeh.

"Hanya ini?" goda Ewan. Ia memeluk wanita itu sambil mengangkatnya tinggi-tinggi. "Aku membutuhkan lebih dari ini."

"Kalau yang kau maksud kegiatan di atas ranjang, kita tidak bisa melakukannya di sini Marshall," jawab Lidya sambil memutar kedua bola matanya lalu kembali tersenyum. "Kau selalu tahu apa yang bisa membuatku bahagia ya?"

"It's my pleasure to make you happy, Agapi Mou."

Ewan menurunkan tubuh Lidya hingga kedua kaki wanita itu menapak di atas keramik namun tidak melepaskan lingkaran tangannya di sekeliling pinggang wanita itu. Sebaliknya, Ewan menarik tubuh Lidya lebih mendekat kearahnya. "Aku mencintaimu Lidya Prescott. Dan masa lalu tidak bisa membuatku berhenti mencintaimu."

Nafas Lidya seolah berhenti.

"Apa yang dilakukan ayahmu dan apa yang sudah dirusaknya dulu, tidak bisa membuatku membencimu. Alih-alih membencimu, aku semakin mencintaimu. Aku akan terus mengatakannya kepadamu hingga kau mengerti seberapa besar keberadaan dirimu untukku."

Ewan menggenggam jemari Lidya, mengangkatnya dan mengecup punggung tangan wanita itu dengan mata tertutup. Ketika Ewan menyadari wanita itu menangis, ia menangkupkan wajah Lidya dengan kedua tangannya, menyatukan kening mereka dan berbisik pelan. "Kalau ayahmu mengatakan you're nothing. Hal itu tidak berlaku untukku."

"Karena bagiku, kau adalah segalanya. You're my everything Lidya Prescott."

Dan hal itu sudah lebih dari cukup. Hal itu dan segala yang dikatakan oleh pria itu sudah lebih dari cukup untuk menandakan bahwa ia segalanya, bahwa cinta tidak hanya berasal dari keluarga. Pria itu telah memberikan sesuatu yang lebih berharga yaitu kesempurnaan cinta.

Sebuah pujian dan ratusan lembar dollar bukanlah apa yang diinginkannya. Kehidupan mewah tidak membuatnya bahagia. Selama ini, walaupun ayahnya menyakinkan ia tidak kekurangan tapi ayahnya tidak tahu bahwa Lidya membutuhkan penerimaan.

Lidya menyusupkan tangan di balik tengkuk Ewan, menarik dan mencium pria itu. Ia mengabaikan air mata yang mengalir, yang ia butuhkan adalah Marshall. Ia bahkan tidak peduli apakah seluruh manusia di bandara tersebut menatap kearah mereka, yang diinginkannya hanyalah waktu dan Marshall. Iya, hanya kedua hal itu yang diinginkannya sekarang.

Ketika Lidya menghentikan ciuman mereka, Ewan tersenyum lebar dan mata hijau pria itu berkilat. "This is what we called as romantic kiss. Ciuman terhebat memang harus di mulai dari wanita-nya dulu."

"Dan pekerjaan terhebat sekarang adalah menyuruhmu menghentikan skandal di Bali sekarang juga Ewan Wellington."

Mendengar ucapan itu, Ewan menoleh kearah suara dan menyengir santai saat menyadari yang ada di sana adalah Eugene. Pria itu bersidekap, sesekali menghela nafas dan mata Eugene menunjukkan protes yang tidak ada hentinya. "Now, berhenti berciuman dan membuat tontonan kepada publik. Malam ini kau memiliki pekerjaan."

His TemptressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang