His Temptress | 53

133K 12K 1.4K
                                    

Ketika pintu tertutup dan Lidya mendengar suara pintu terkunci, ia hanya mampu mengernyit tapi tidak bisa mengutarakan apapun. Lidya tidak mengerti dengan maksud pembicaraan mereka

"Agapi Mou..." Lidya mendongak ketika mendengar suara itu. Dan saat ia menatap lurus kearah Marshall, pria itu tengah duduk di atas meja kerjanya, salah satu tangannya terulur kearahnya dan Marshall menggerakkan jemarinya seraya berkata, "Come here..."

Saat Lidya berjalan kearah itu dan berhenti dihadapannya, Ewan menarik pelan tubuh wanita itu, memerangkapnya diantara kedua kaki. Mata hijaunya berkilat marah, sementara jemarinya mengelus tengkuk Lidya yang terekspos. Wanita itu mengangkat rambutnya dan menjepitnya diatas puncak kepala, hal ini membuat Ewan sedikit kesal. Oke, membuat Ewan sangat kesal.

Ia melepaskan jepitan rambut Lidya, mengurai rambut pirang tersebut. Lalu jemarinya mengelus lengan telanjang wanita itu. Mata hijaunya menyipit kejam, "Siapa yang menyuruhmu kesini dengan mengenakan pakaian ini?"

Lidya mendongak dan dengan polos menjawab, "Tidak ada."

"Lalu kenapa kau mengenakannya?"

"Hm..." Lidya berpikir sejenak, alisnya berkerut sedikit sebelum akhirnya ia menjawab, "Tidak ada alasan kenapa aku mengenakannya, pakaian ini ada di tumpukan baju paling depan. Karena aku terburu-buru, jadi aku tidak memilih lagi gaun mana yang akan kukenakan. Ada masalah?"

Jawaban polos Lidya membuat Ewan mendengus keras. Ewan melingkarkan tangannya di sekeliling pinggang Lidya, dengan cepat mengangkat wanita itu dan mendudukan bokong Lidya di atas pangkuannya. Ewan bahkan mengabaikan pekikan wanita itu, malah Ewan melanjutkan aksi-nya kesalnya dengan mengecup lengan atas Lidya dan memenuhi lengan atasnya dengan bukti kepemilikan.

Jemari Lidya mendorong wajah Ewan kesal. "Stop it! Nanti aku tidak bisa mengenakan pakaian ini lagi, Marshall."

"Memang harusnya kau tidak boleh mengenakannya." Ewan kembali mencium lengan atas, dada dan leher Lidya. Tepat ketika hidungnya bergesekan dengan tulang leher wanita itu, Ewan berbisik pelan. "Kau tidak boleh mengenakan pakaian terbuka seperti ini lagi, kalau tidak berjalan bersamaku. Do you understand, Agapi Mou?"

"Tidak! Aku tidak mengerti. Ini hanya gaun, Marshall. Aku bukannya bercinta dengan pria lain dihadapanmu," gerutu Lidya kesal. Ia mengusap leher, lengan dan dadanya sambil menggerutu. "Siapa suruh kau menyiapkan baju ini didalam lemari. Lagipula, bukan salahku kalau aku mengenakan pakaian ini. Ini salahmu!"

"Salahku?"

"Iya! Kenapa kau tidak berada disampingku saat aku bangun? Kalau kau ada disana, aku tidak perlu mengenakan gaun apapun. Aku bisa saja mengenakan kemejamu dan celana pendek, kalau kau ada-"

Sebelum Lidya menyelesaikan ucapannya, Ewan mencium bibirnya cepat. Ewan tersenyum ketika mengecup kembali bibir wanita itu untuk yang kedua kalinya. "Iya, salahku memang." Kecupan ketiga. "Karena kalau aku masih berada disampingmu, kau pasti tidak akan mengenakan gaun itu." Kecupan keempat. "Malah sebaliknya, kau masih telanjang dibalik selimut dengan tubuh lengket kita yang menyatu, menempel satu sama lain-"

Lidya menutup bibir Ewan dengan kedua telapak tangannya. Wajahnya memerah seperti tomat, dengan kesal ia mendengus. "Mulutmu selalu digunakan untuk ucapan mesum akhir-akhir ini."

Tawa Ewan berderai diruangan, lalu ia mengecup telapak tangan Lidya yang berada dimulutnya, membuat wanita itu kesal dan menarik kembali telapak tangannya. Ketika wanita itu menggerutu sebal, tawa Ewan semakin kencang. Ia menarik tubuh Lidya mendekat kepadanya dan mengecup daun telinga wanita itu. "Bagaimana tidurmu? Nyenyak?" sebelum Lidya berhasil mengucapkan apapun, Ewan kembali berkata, "Maaf, aku tidak berada disampingmu ketika kau membuka mata. Ada hal penting yang harus kuselesaikan."

His TemptressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang