His Temptress | 37

126K 11.2K 1K
                                    

Tepat ketika Lidya sedang menikmati teh siangnya, Ewan pulang. Jemarinya mengetat pada pegangan cangkir. Matanya terarah pada Ewan yang masuk ke ruangan tengah dan memancarkan aura dominan.

Pria itu langsung menuju kearah Lidya. Bibir Ewan tersenyum, ia bertanya, "Bagaimana harimu, manis?"

"Sangat baik. Alfredo menemaniku hampir seharian ini," jawab Lidya pelan sambil menurunkan cangkir teh-nya. Lalu ia mendongakkan kepalanya dan kembali bertanya, "Bagaimana dengan kau sendiri? Bagaimana dengan pekerjaanmu?"

Ewan mengendikkan bahunya. "Sempurna."

Lidya mengangguk. "Begitu..." bisiknya pelan. Ia terdiam karena tidak tahu apa lagi yang harus diucapkannya. Sebenarnya Lidya ingin segera kekamarnya. Ia ingin menenggelamkan dirinya dibawah selimut tanpa bertemu dengan Marshall, tapi ia tahu tidak mungkin semudah itu untuk menghindari pria itu.

Perlahan jemari Ewan terulur, menyentuh tengkuk Lidya dan memaksa wanita itu menatapnya. Lalu Ewan menunduk, menempelkan bibir mereka berdua. "Kau masih punya hutang untuk memuaskanku, bukan begitu sayang?"

"Marshall..."

Ewan berdecak dan kembali tersenyum kepadanya. "Kau harus ingat peraturannya, Miss. Aku sudah memberikanmu peraturannya bukan? Peraturan pertama, untuk jangan memanggilku dengan nama itu."

"Kemarin, aku pikir kita..."

"Aku membuatkanmu Potato Gratin? iya. Aku memelukmu di Maze? Itu juga bukan mimpi, Miss." Yang merupakan mimpi adalah kebersamaan kita dibawah air mancur Bellagio, batin Ewan. Kemudian Ewan tersenyum dan membuat Lidya salah tingkah. "Kenapa? Kau seperti sedang memikirkan sesuatu, Dee."

"Ewan, kita harus bicara." Lidya menahan lengan Ewan dan memberanikan diri untuk menatap kearah pria itu. "Ada banyak yang harus kita bicarakan."

"Iya, di tempat tidur, Dee."

Lidya menggeleng, "Bisakah kau menganggap serius ucapanku? Kita harus benar-benar bicara. Lima tahun yang lalu—"

Kemudian Lidya merasakan tatapan menyeramkan dari Ewan sehingga membuatnya terdiam dan tidak melanjutkan ucapannya. Ewan mencium Lidya kembali, kali ini ia berkata tegas, "Aku sudah menegaskannya kemarin bukan? Hanya ada kau dan aku, tanpa masa lalu dan pilihan yang kau ambil. Jadi, aku tidak peduli dengan masa lalu, Dee. Aku juga tidak peduli dengan apa yang ada dipikiranmu sekarang ini."

"..."

"Let me clear, Dee. Aku menginginkanmu kembali, memang betul aku menginginkanmu lebih dari wanita lainnya." Ewan berbisik diatas bibir Lidya, "Lagipula kita saling menginginkan satu sama lain, iya kan?"

"... seluruh dirimu adalah milikku, tanpa terkecuali," lanjut Ewan.

"Dan bagaimana denganmu?" bisik Lidya pelan.

Ewan tersenyum, perlahan melepaskan genggamannya pada tengkuk wanita itu. Ia kembali menunduk dan memberikan ciuman singkat sebelum menegakkan tubuhnya, "Aku akan mandi dulu."

Kau tidak bisa menjawabnya, Marshall? Batin Lidya.

"Selesaikan acara teh siangmu dan segera temui aku dikamar." Ewan mengecup puncak kepala Lidya, lalu membalikkan tubuhnya dan mulai berjalan menjauh, "Aku menginginkan kau siap diatas ranjang begitu aku menyelesaikan mandiku."

Dan ketika Ewan meninggalkan ruang tengah, Lidya menutup matanya. Ia menggigit bibir dalamnya dan berkata kepada dirinya sendiri, Untuk sementara, ini lebih baik, Dee.

His TemptressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang