"Seandainya melupakan semudah ketika aku jatuh cinta padamu."
-Ewan Marshall Wellington-
Pagi harinya, Lidya berusaha agar bangun lebih dulu daripada Marshall. Ia membuatkan kopi untuk mereka berdua, dua hari terakhir ini ia sudah banyak mengerti kalau Marshall tidak lagi sarapan, pria itu lebih suka menghabiskan waktu di balkon dengan segelas kopi sambil membaca berita dan juga setumpuk dokumen yang diberikan Eugene kepadanya, karena itu Lidya membuatnya.
Ketika Lidya sudah menyiapkannya, dan hendak berbalik untuk memanggil pria itu. Marshall sudah masuk kedalam ruang makan dengan kemeja putih yang melekat ditubuhnya, "Kau sudah akan berangkat? Aku membuatkanmu segelas kopi..." ucap Lidya pelan.
Ewan mengangkat alisnya dan tatapannya terpaku pada segelas kopi yang tersedia diatas meja. Ia tersenyum dan berjalan kearah Lidya, tangannya terulur dan menepuk puncak kepala Lidya. "Lain kali kau tidak perlu melakukannya, lagipula aku sudah tidak terlalu menyukai kopi."
"Kopi adalah simbol kau dan pagi sempurnaku." Lidya terpaku saat mendengar ucapan Ewan yang begitu dingin. Namun ia berusaha untuk tidak memperlihatkan perasaannya. Dan langsung bergabung dengan pria itu di meja makan. "Kau mau roti?" tanya Lidya.
Ewan menggeleng.
"Segelas kopi sudah cukup," ucap Ewan dan mulai menghirup kopi tersebut. Bagi Ewan kopi tersebut sudah lebih dari cukup untuk mewakili hari sempurnanya, namun ia tidak akan mengatakannya kepada wanita itu. "Oh iya, hari ini aku akan pulang telat."
"Apa ada kerjaan yang membuatmu harus tinggal lebih lama dikantor?"
"Tidak." Ewan meneguk kopinya. "Hari ini Nathalie datang ke Las Vegas dan aku ingin menemaninya seharian ini."
"Na...Thalie?" bisik Lidya pelan. Lidya ingat wanita cantik berambut pirang yang katanya memuja Marshall. Wanita cantik yang juga memanggil Ewan dengan nama yang sama, Marshall. "Dia..."
Ewan mengangguk, "Iya, dia yang pernah datang kesini, sepertinya kau pernah menemuinya juga."
Setelah menyelesaikan kopinya, Ewan langsung bangkit dari tempat duduk. Ia menunduk dan mendaratkan kecupan ringan di puncak kepala Lidya. Dan menambahkan luka tak kasat mata kepada Lidya dengan mengatakan, "Enjoy your day, Dee. Katakan saja semua keperluanmu pada Alfredo, dia akan menyiapkan semua yang kau butuhkan."
Lalu Ewan meninggalkan Lidya di ruang makan.
Sementara itu, Lidya menatap kopi dihadapannya dengan tatapan nanar. Iya, Lidya ingat siapa Nathalie. Wanita cantik yang memiliki hubungan dengan Marshall. Wanita cantik dengan rambut pirang, dengan lekuk tubuh indah yang... Lidya menutup matanya, menarik nafas panjang dan berusaha mengontrol seluruh emosi yang ada dalam dirinya.
Bukankah wajar kalau Marshall memiliki wanita lain dalam hidupnya?
Iya, sangat wajar. Jadi kenapa ia harus merasa sakit? Kenapa ia harus merasa kecewa karena ternyata pria itu tidak menganggap percintaan mereka sebagai sesuatu yang penting? Kenapa ia harus kecewa karena... Marshall lebih suka menghabiskan waktu bersama Nathalie daripada menemaninya dirumah?
Rumah...
Lidya tertawa pahit. Ini bukan rumahnya. Sejak ia memutuskan untuk meninggalkan semuanya lima tahun yang lalu, Lidya tidak memiliki apapun lagi. Ia sudah... kehilangan semuanya. Lidya menghela nafas sekali lagi dan merasa sangat buruk.
Mendadak ponsel-nya berdering, dengan cepat Lidya mengangkatnya. Sebelum ia sempat mengucapkan apapun, ia mendengar suara ayahnya yang begitu khas, begitu mendominasi. "Hallo Angel."

KAMU SEDANG MEMBACA
His Temptress
Romance#4 in romance 130817 #1 in Love 100518 "Your heart, Skin, Breath, Blood, even your tears is mine. Don't ever think to give to somebody else." Ewan Marshall Wellington. Bagi Ewan kebodohan dan kesalahan hanya dilakukan sekali, karena itu saat l...