Nathalie dan Ewan duduk diatas pasir dengan tatapan terarah pada deburan ombak dihadapannya. Ewan berpaling menatap Nathalie, tangannya terulur dan berusaha merapikan rambut pirang Nathalie yang berantakan karena angin. Selagi ia melakukannya, Nathalie menoleh dan tersenyum lembut. "Feel better?" tanya Nathalie.
"Thanks, Nath. Well, Aku seharusnya tidak menganggu waktumu. Aku hanya..." Ewan menghela nafas lalu ia mengacak-acak rambutnya. "Mungkin aku sudah gila, Nath."
"Hei, kita sudah sepakat mengenai hal ini bukan?" Nathalie meraih Ewan, mengecup pipi pria itu dan berkata, "Kau teman baikku, Ewan. Ingat saat aku yang berada di posisimu? Kau melakukan apapun yang kau bisa untuk membuatku 'feel better'."
Ewan menatap Nathalie dan tersenyum lembut. "Aku senang melakukannya untukmu, Nath."
"Dan aku juga senang melakukannya, Ewan. Aku tidak merasa terpaksa menemanimu atau mendengar ceritamu setiap hari. Yah, walaupun kau sama sekali tidak melakukannya." Nathalie terkekeh, ia mengelus pipi Ewan dengan sayang. "Aku sayang padamu, Ewan. Dan aku tidak merasa keberatan kalaupun kau membutuhkanku setiap hari. Aram akan mengerti."
"Dia akan membunuhku kalau tahu aku sudah mengajak istri tersayangnya dalam pertemuan sembunyi-sembunyi ini," kekeh Ewan. Ia menarik Nathalie mendekat lalu memeluknya erat. "Seharusnya kita bersama saja waktu itu, Nath."
"Sayangnya semua itu tidak mungkin. Iya kan?" Nathalie menepuk punggung Ewan. "Kau sendiri tahu itu. Aku bukan dia, Ewan dan kau bukan Aram."
Untuk semenit, mereka sama sekali tidak melakukan apapun selain berpelukan. Hanya suara deburan ombak dan semilir angin yang berbicara. Ewan tidak benar-benar mengatakannya, ia tidak bermaksud mengatakannya. Ia hanya... feel lost?
Ewan menutup mata, dan berbisik pelan. "Aku merasa seperti seorang bajingan, Nath." Ewan tertawa miris, "Kali ini aku benar-benar bajingan. Iya kan?"
"Kau memang bajingan, Ewan dan tidak akan pernah berubah," jawab Nathalie.
"Hei, memangnya kau tidak bisa mengatakan sesuatu yang bisa membuat hatiku menjadi lebih baik?" Ewan mengurai pelukan mereka dan pura-pura merasa tersinggung. "Suami-mu juga bajingan, Nathalie. Malah lebih dari aku."
Mereka tertawa, Nathalie meletakkan kepalanya diatas bahu Ewana dan berkata, "Dulu, Aram memang lebih bajingan daripadamu, Ewan." Perlahan Nathalie menjauh, ia memegang tangan Ewan erat dan berkata lagi, "Aku tidak tahu apa yang sedang menimpamu, aku tidak bisa bilang wanita itu benar-benar bersalah, Ewan, karena aku tidak tahu akar permasalahan kalian. Tapi-"
"Selalu ada alasan dibalik keputusan, Ewan. Jangan pernah lupakan itu."
"Menurutmu aku harus memaafkannya?" tanya Ewan pelan.
Nathalie tersenyum dan menggeleng. "Memaafkannya dengan mudah? Tidak. Memberi pelajaran kepadanya? Iya. Yang harus kau lakukan adalah memberitahunya bahwa dia tidak bisa melakukan hal itu lagi kepadamu, Ewan." Lalu Nathalie memukul pundak Ewan dengan keras, "Jangan memasang wajah sedih seperti itu! Kemana Ewan Wellington yang selalu bisa membuat orang jatuh cinta dengan kelakuanmu yang selalu gila itu?"
Kemudian Nathalie kembali mengamit lengan Ewan, meletakkan kembali kepalanya diatas bahu pria itu. "She's yours, Ewan. Buat seperti itu, kalau kau takut kehilangan dia untuk yang kedua kalinya, kau bisa membuatnya tidak bisa hidup tanpamu."
"Masalahnya tidak semudah itu. Andaikan melupakan semudah seperti saat aku jatuh cinta padanya, maka aku tidak akan seperti ini, Nath."
KAMU SEDANG MEMBACA
His Temptress
Romance#4 in romance 130817 #1 in Love 100518 "Your heart, Skin, Breath, Blood, even your tears is mine. Don't ever think to give to somebody else." Ewan Marshall Wellington. Bagi Ewan kebodohan dan kesalahan hanya dilakukan sekali, karena itu saat l...