Ewan tahu kalau mereka berbeda. Ia tidak tahu kenapa bisa begitu yakin, tapi ia juga tidak memiliki keraguan mengenai hal itu. Entah bagaimana caranya, tapi Ewan tahu kalau Lidya dan Valerie adalah dua hal yang berbeda.
Ia memukul setir mobilnya pelan dan menghela nafas panjang. Ewan juga tidak bisa menyalahkan Aram yang menasehatinya mengenai masa lalu yang menyakitkan, karena ia juga tahu semua yang diucapkan oleh Aram tidak sepenuhnya salah. Hanya saja Ewan tahu kalau semua ini berbeda. Ia tidak menginginkan Lidya, itulah yang sudah diputuskan oleh Ewan beberapa jam yang lalu.
"Aku tidak menginginkannya lagi, Aram," bisik Ewan tidak yakin.
"Tidak menginginkannya lagi, tapi kau masih memaksanya untuk berada disisimu?" Tanya Aram. "Ewan, Aku tidak menyalahkanmu kalau memang kalian berdua saling mencintai. Tapi ingat lagi bagaimana hidupmu saat dia meninggalkanmu lima tahun yang lalu."
"Aku tahu, Aram."
"Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanya Aram.
Ewan tidak tahu apa yang akan dia lakukan sekarang, sambil mengepalkan tangannya, Ewan menghela nafas panjang. Ia mengulangi pergerakan itu selama tiga kali hingga akhirnya berkata, "Aku akan memikirkannya, Aram. Untuk sekarang aku tidak tahu apa yang akan kulakukan."
"Di mana kau sekarang?"
"Aku dijalan," jelas Ewan. Ia menyalakan kembali kendaraannya dan mulai melajutkan perjalanannya. "Aku akan menghubungimu lagi kalau ternyata Natalie berada dirumahku."
"Rumahmu yang dimana?"
Ewan tertawa ketika mendengar pertanyaan bodoh Aram. Tentu saja sebenarnya Aram tidak bodoh, rumah Ewan tersebar hampir dibeberapa tempat. Jadi wajar kalau sahabatnya tidak tahu rumah mana yang akan ditempatinya. "Aku akan berada di Las Vegas untuk sementara waktu."
"Kabari aku kalau terjadi sesuatu."
"Tanpa kau mengatakannya, aku memang selalu muncul dihadapan kalian semua sesuka hatiku, Aram. Jangan khawatirkan hal itu," jawab Ewan seenaknya sebelum akhirnya memutuskan untuk memutuskan sambungan telepon.
◦
Ketika Ewan memasuki perkarangan rumahnya, ia mendapati hampir seluruh penghuni rumahnya termasuk dengan Alfredo berdiri didepan pintu masuk dengan tubuh kaku. Setelah mematikan mesin, Ewan langsung keluar dan melemparkan kunci kepada salah satu staff rumahnya. "Bawa ke tempat biasa."
Salah satu staff tersebut mengernyit bingung dan kembali bertanya,"Tempat biasa... yang anda maksud...?"
Ewan memutar bola matanya jengah dan menatap Alfredo,"Tolong urus semuanya Al. Aku sedang tidak ingin diganggu," jelas Ewan. Ia berjalan melewati para staff yang masih berdiri kaku dengan seenaknya. Lalu ia menghentikan langkahnya, sebelum ia masuk kedalam rumah, Ewan bertanya kepada Alfredo. "Apakah Natalie, Zia dan Ana ada mampir kesini, Al?"
"Tidak, Sir," jawab Alfredo yang memang sudah mengenal para wanita yang disebutkan oleh majikannya. Ketika Ewan mengangguk dan hendak berjalan masuk, Alfredo menyempatkan diri dengan berkata, "Nona Prescott berada di perpustakaan anda yang ada di taman belakang, Sir."
Ewan melambaikan tangan dan bergegas berjalan meninggalkan para staff-nya, sementara itu staff yang masih memegang kunci mobil Ewan masih mematung dengan bingung. Alfredo tersenyum maklum dan menepuk pemuda itu, "Bawa mobil Sir Marshall ke dalam garasi khusus untuk mobil berpergiannya. Lalu, jangan masakkan apapun untuk makan malam."
"Malam ini kalian bisa bergerak bebas di mansion khusus pekerja, jangan menyentuh rumah utama. Kalian mengerti?" Alfredo menepukkan tangannya sekali dengan sangat keras dan berkata, "Kalian bisa kembali ke tempat kalian masing-masing."

KAMU SEDANG MEMBACA
His Temptress
Romance#4 in romance 130817 #1 in Love 100518 "Your heart, Skin, Breath, Blood, even your tears is mine. Don't ever think to give to somebody else." Ewan Marshall Wellington. Bagi Ewan kebodohan dan kesalahan hanya dilakukan sekali, karena itu saat l...