Lidya menatap ponsel di tangannya dengan tatapan tidak terbaca. Baru satu hari yang lalu Ewan pergi ke Inggris sementara ia menunggu Harletta, ayahnya mengirim pesan satu jam yang lalu dan membuatnya merasa benci dengan ayahnya sendiri. Ia berharap ayahnya menghilang dan ia berharap ayahnya menyesali seluruh perbuatannya di dunia lain.
Namun sama seperti dirinya yang termenung melihat Harletta yang tertidur pulas, Lidya tidak benar-benar mengharapkan semua itu terjadi pada ayahnya. Ia hanya marah dan juga kecewa.
"Kalau kau memang menginginkan kesembuhan kakakmu, temui aku di mansion."
Lidya tahu siapa yang berbicara, siapa yang baru saja mengirimkan pesan tersebut ke nomornya. Karena ia tahu gaya bahasa yang digunakan oleh orang tersebut itu begitu mirip dengan ayahnya. Begitu sombong dan mengintimidasi, terlebih lagi kali ini ayahnya menggunakan Harletta sebagai alasan untuk membuatnya lemah.
"Tebak, Harlie... apakah aku kembali kepadanya untuk menyelamatkanmu dan kembali menyakiti Marshall?" bisik Lidya dengan tangan masih menggenggam erat tangan Harletta. "Apa kali ini, ada kepercayaan yang tersisa darinya kalau aku melakukan hal ini? Apa... masih ada kesempatan bagiku untuk kembali kalau aku melakukan hal itu?"
Lidya tahu jawabannya adalah tidak. Marshall hanya memberikan satu kesempatan kepadanya, dan kalau ia merusaknya, maka Lidya telah merusak cinta pria itu. Dan Lidya tidak menginginkan hal itu. Ia tidak pernah menginginkan akhir dari hubungan antara dirinya dan juga Marshall.
Bertahun-tahun ia menangis, bangun dari mimpi buruknya dan sekarang mimpi buruk itu sudah perlahan lenyap. Ia tidak menginginkan hal itu kembali lagi kepadanya. "Kalau kau tidak ingin melakukan hal itu, maka jangan melakukannya."
Ucapan itu begitu menamparnya sehingga Lidya langsung berbalik dan menatap Eugene yang ternyata berada di sisi pintu masuk. Pria itu menatapnya dengan pandangan yang tidak terbaca. "Apa...yang kau lakukan di sini Eugene?" Tanya Lidya pelan.
"Tidak ada, hanya saja mungkin kau butuh di sadarkan." Eugene menegakkan tubuhnya dan mulai masuk ke dalam ruangan. Ia menatap wanita dihadapannya dengan pandangan yang tidak terbaca. "Jangan melakukan hal bodoh, Lidya. Aku tidak menginginkan satu tetes darah lagi yang terbuang percuma karena begitu kau melakukan hal bodoh yang sedang terlintas di benakmu sekarang, maka kau sudah membiarkan satu tetes darah kembali menghilang."
"Aku tidak sedang berpikiran bodoh..." bisik Lidya pelan.
"Kalau kau memilih pria itu dibanding Ewan lagi, maka kau menghancurkannya dan aku tidak akan pernah memaafkanmu kalau sampai itu terjadi."
Eugene menghentikan langkahnya di hadapan Lidya, mengulurkan tangan lalu mengusap puncak kepala wanita itu berulang kali. "Masuk ke dalam kandang macan, bukanlah satu-satunya opsi untuk menolong kakakmu. Lagipula Kakakmu..." Eugene menahan perasaan yang membuat hatinya teriris-iris dengan wajah tenang yang begitu ketara. "...juga tidak ingin kau melakukan hal itu."
Langsung saja Lidya berbalik dan menatap wajah Harletta yang masih tertidur. Ia mengangguk pelan, "Dia... selalu mengorbankan dirinya untukku, menjadi tameng dan menjadi sesuatu yang bukan dirinya."
Memang... Eugene menahan dirinya untuk tidak berkata demikian. Pandangan matanya terlihat kosong ketika melihat tubuh Harletta.
Lidya mendongak dan menatap Eugene secara jelas. "Untuk sekali ini aku percaya bahwa ada sesuatu yang bisa dilakukan oleh Marshall. Dulu aku tidak bisa mempercayainya, tapi sekarang aku akan mempercayainya." Lalu Lidya tersenyum lembut kearah Eugene. "Kau kesini karena ada urusan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
His Temptress
Romance#4 in romance 130817 #1 in Love 100518 "Your heart, Skin, Breath, Blood, even your tears is mine. Don't ever think to give to somebody else." Ewan Marshall Wellington. Bagi Ewan kebodohan dan kesalahan hanya dilakukan sekali, karena itu saat l...