Orang pintar pernah mengatakan, sepintar apapun orang tersebut dan sekuat apapun penjagaan disuatu ruangan, pada akhirnya akan terdapat celah yang tidak dimengerti oleh orang biasa. Kini Lidya mulai mengerti arti dari makna itu. Karena hal ini terjadi tiga kali dalam hidupnya.
Lidya menatap pria yang lebih tua dari-nya, berdiri lantang dengan mata tegas yang tentu saja bisa membuat seluruh wanita ketakutan. Tapi di sisi lain Lidya juga menyadari mata pria itu berusaha menutupi rasa takut. Awalnya yang diinginkan Lidya hanyalah mencari udara segar, namun ternyata dia salah. Keluar ke taman tanpa penjagaan memang tidak pernah menjadi ide yang bagus. "Kau suruhan ayahku?" Tanya Lidya tanpa banyak basa-basi.
Pria itu mengangguk.
"Bilang saja kepada ayahku untuk melupakan keinginannya. Aku tidak akan pulang hingga Marshall kembali."
"Beliau juga mengatakan, kalau anda tidak pulang maka Marshall anda tidak akan pernah pulang." Pria itu memasukkan tangan kedalam sakunya dan kembali berkata,"Saya harap anda memiliki jawaban lain selain kata tidak."
"Kau berani mengancamku?"
"Tidak. Saya tidak mmemiliki keberanian untuk melakukan hal itu." Pria itu langsung menggeleng kepalanya cepat. "Tapi anda jelas sudah mengetahui bagaimana sifat ayah anda. Jelas sekali bahwa kecelakaan yang dialami oleh Mr. Wellington bukanlah sebuah kecelakaan yang tidak disengaja. Sama seperti saat anda berusaha melindungi Nona Harletta, beliau—"
Lidya mengangkat tangan yang menggenggam pistol di sakunya, lalu mengangkatnya ke hadapan pria tersebut. Tangannya berhenti di pelatuk dan dengan dingin Lidya berkata, "Dan kau pikir setelah mengatakan hal itu aku akan membiarkanmu pergi begitu saja?"
"Percuma saja anda melukai ataupun membunuh saya."
"Membunuhmu berarti melawan ayahku. Walaupun kematianmu akan sia-sia, setidaknya aku bisa membuat ayahku menyadari kalau dia tidak bisa lagi mengikat leherku."
"Dan menurut anda apa yang akan terjadi selanjutnya? Apa Mr. Wellington akan kembali?" Tanya pria itu datar. Ucapan pria itu membuat tubuh Lidya menegang. "Kenyataannya, kita berdua tahu kalau Mr. Wellington tidak akan kembali."
"Dia akan kembali!" teriak Lidya.
"Benarkah?"
Tubuh Lidya menegang dan tanpa sadar tangan Lidya turun perlahan. Entah kenapa pertanyaan itu membuat Lidya lemah. Benarkah? Tidak. Ia seharusnya percaya bahwa Marshall akan pulang. Malam ini... dia akan pulang.
Benarkah?
Pertanyaan itu terdengar lagi di telinganya. Dan Lidya tanpa sadar menjawab dalam hatinya, bahwa itu semua tidak benar. Ia tidak tahu apakah malam ini Marshall akan pulang sesuai dengan janjinya. Karena tidak ada kabar.
Marshall tidak menjawab setiap telepon yang masuk. Marshall tidak membalas setiap email yang dikirimkannya. Marshall... tidak mengabarinya apapun.
Kenyataan itu membuat Lidya menangis. Tubuhnya gemetar. Ia merasa marah sekaligus sedih. Ia merasakan ribuan emosi yang tidak diharapkannya hadir, berapa kalipun ia berusaha menepisnya emosi itu terus hadir dan menyakitinya. "Pulanglah. Kalau anda pulang, dan anda begitu yakin bahwa Mr. Wellington akan pulang malam ini maka dia akan menyelamatkan anda. Bukan begitu?"
Ketika Lidya hanya menatap pria dihadapannya tanpa mengatakan apapun, pria itu langsung melanjutkan serangannya. "Dan kalau ternyata kekasih anda tidak datang malam ini, seharusnya anda sudah tahu dengan jelas apa yang boleh dan tidak boleh anda lawan."
KAMU SEDANG MEMBACA
His Temptress
Romance#4 in romance 130817 #1 in Love 100518 "Your heart, Skin, Breath, Blood, even your tears is mine. Don't ever think to give to somebody else." Ewan Marshall Wellington. Bagi Ewan kebodohan dan kesalahan hanya dilakukan sekali, karena itu saat l...