HAI, PASUKAN VOTER, SPAMER, KOMENTATOR-KU YANG AKU DAN BABANG WAWAN SAYANG *POSE-ALA-TITANIC-DIATAS-BURUNG-MERAK* Mohon bantuan kalian lagi. :)
Masih dalam keadaan saling memeluk, Lidya melingkarkan kedua tangannya pada leher Ewan seolah enggan melepaskannya, sementara Ewan membopong wanita itu kembali ke dalam mansion.
Ketika mereka memasuki ruang tengah, ketiga wanita yang merupakan istri sahabatnya tidak ada disana. Bukannya lupa, tapi pikiran Ewan seolah terputus begitu saja. Ia berjalan dan berhenti di perbatasan ruang tengah dengan dapur dan berbisik lembut, "kau mau makan apa?" tanya Ewan lembut.
Lidya menggeleng.
"Tidak lapar?" tanya Ewan
Lidya mengangguk pelan namun tidak melihat kearah pria itu, ia meringkuk lebih erat dan menutupi wajahnya pada lekuk leher Ewan. Dan Lidya mendengar Ewan berkata lembut kepadanya lagi, "Jadi, kau mau makan apa? Aku bisa membuatkannya untukmu."
Lidya menggeleng.
"Tidak mau makan," bisik Lidya pelan. Ia lapar karena belum menelan makanan apapun sejak kemarin sore, tapi ia tidak mau makan. Lidya tidak mau melepaskan pelukannya pada Ewan, entah kenapa ia tidak mau melakukannya sekarang. "Begini saja sudah cukup..."
"Memelukku sudah membuatmu kenyang?" tanya Ewan. Ia menatap puncak kepala Lidya yang mengangguk dan kemudian dengan mudahnya ia terkekeh. "Aku memang nikmat, setara dengan Coq Au Vin yang membuat wanita ingin menikmatinya lagi dan lagi diberbagai kesempatan. Tapi kau tetap harus makan, Dee."
"Tidak mau..." bisik Lidya lagi.
Kali ini Ewan menurunkan tubuh Lidya ke lantai, tangannya perlahan memaksa dagu wanita itu untuk menatapnya. Sambil terkekeh Ewan menunduk dan menggigit puncak hidungnya hingga membuat Lidya mengernyit. "...kenapa kau menggigitku?"
"Crybaby, kau mau makan apa?"
"Aku bukan Crybaby!"
Ewan mengangkat alisnya tinggi-tinggi dan mengejek wanita itu seperti yang selalu dilakukannya dulu. "Kau menangis, sesegukan dan ingus-mu bertebaran dimana-mana." Ketika Lidya mengernyit, Ewan menunjuk kearah kemejanya yang basah. "Lihat, kemejaku sampai basah karena ingus dari Crybaby."
"Aku bukan Crybaby dan itu bukan ingus, Marshall!" gerutu Lidya, tangannya berusaha menghapus jejak basah yang ada di kemeja Ewan dengan cemberut. "Ini bukan ingus, ini air mata!" bisiknya pelan seolah-olah membela dirinya sendiri.
Tidak melewati kesempatan kecil itu, Ewan mengecup pipi Lidya. Wanita itu langsung mendongak dan menghentikan pekerjaannya menghapus jejak air mata dikemeja Ewan. Sejenak mereka bertatapan, dan kali ini Lidya bisa melihat mata hijau Marshall telah kembali. Mata hijau yang mengingatkannya pada pemandangan hijau yang mampu membuatnya tersesat. Dan ketika pria itu tersenyum...
Lidya memeluk Ewan kembali dan berbisik pelan, "Aku mau Potato Gratin..." Ia mendongak tanpa melepaskan pelukannya, lalu kembali berkata, "Mungkin Alfredo dan koki-mu bisa membuatkannya untuk kita?"
"Tidak. Mereka tidak akan membuatnya."
Lidya mengangguk mengerti. "Kalau begitu tidak perlu, aku akan menunggu sampai sarapan besok pagi saja."
"Mereka tidak akan membuatkan sarapan pagi, Dee."
"Kenapa?" tanya Lidya bingung. "Bukankah biasanya kau selalu sarapan pagi? Dan... bagaimana dengan kopi pagimu?"
"Aku sudah tidak lagi melakukan ritual pagiku selama lima tahun ini," jawab Ewan sambil tersenyum kecil. Ia menggenggam tangan Dee dan menuntunnya masuk kedalam dapur. Di dalam dapur, Ewan menarik sebuah kursi di depan Kitchen Island yang besar dan mempersilahkan Lidya untuk duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Temptress
Romance#4 in romance 130817 #1 in Love 100518 "Your heart, Skin, Breath, Blood, even your tears is mine. Don't ever think to give to somebody else." Ewan Marshall Wellington. Bagi Ewan kebodohan dan kesalahan hanya dilakukan sekali, karena itu saat l...