"Kau mau pulang?" tanya Max sedikit khawatir,"Aku akan menjelaskannya kepada Zia mengenai hal ini kalau kau-"
"Tidak perlu." Ewan bangkit dari aspal, mengibas-ngibas celananya dari debu dan ketika matanya bertatapan dengan teman-temannya ia sudah bisa mengendalikan emosinya. "I can handle this, Maxie."
Aram yang merangkul bahu Ewan dan yang pertama berkata,"Don't force yourself. Makan malam ini tidak ada apa-apanya dengan situasi hatimu, Ewan."
"Aku bisa melakukannya, Aram. Terima kasih atas perhatianmu."
Sayangnya, Aram lupa kalau Ewan bisa merubah suasana hatinya seperti yang diinginkannya, dan tidak ada yang bisa mengetahui kapan kegilaan pria itu akan muncul. Dan ketika Aram merangkul bahu pria itu, Ewan langsung memutar kepalanya kearah Aram dan mengecup pipinya dengan cepat.
Langsung saja Aram melepas rangkulannya dan berteriak marah, "God Damn it! Sialan! Itu menjijikan, Wellington!" Aram mengatakan hal itu sambil menghapus bekas ciuman Ewan di pipi kanannya.
"Aku hanya ingin membuktikan kepadamu kalau aku baik-baik saja, Aram sayang..." Ewan tersenyum lebar sambil mengendikkan bahunya seolah tidak melakukan hal yang salah dengan mencium 'pria'.
Ketika Aram menoleh kearah Gabe, temannya itu langsung berkata, "Apa? Salahmu sendiri kenapa dekat-dekat dengan pria gila. Kau tahu seperti apa Ewan."
"Dan kenapa kau tidak memperingatiku kalau begitu?!" Aram berteriak marah kepada Gabe dengan kondisi masih mengelap pipinya seolah-olah bekas ciuman Ewan tidak akan bisa hilang.
Gabe mengendikkan bahu,"Kau lupa kalau ada orang bijak yang bilang kita harus menyelamatkan diri sendiri, barulah bisa menyelamatkan orang lain?" Gabe menyengir sambil berjalan masuk, "Lebih baik aku menyelamatkan diriku sendiri daripada menyelamatkanmu Aram, lagipula bukannya Ewan memang biasa menciummu? Sudah untung dia bukan menciummu on lips."
"Sialan! Kalian semua sialan!" Aram berjalan masuk sambil berteriak marah di pekarangan rumah Max, "Aku tidak percaya, dia masih bisa berlaku gila di saat serius seperti ini! Sialan!" teriak Aram lagi sambil masuk ke dalam rumah di susul oleh Gabe yang masih terkekeh di belakangnya.
Sementara itu, Ewan yang masih menampilkan senyumnya mendadak merasakan bahunya di rangkul. Ia menoleh kearah Max dan berkata, "Aram benar, don't force yourself, Ewan."
"Ya ampun Maxie, aku baik-baik saja. Tadi aku hanya kehilangan kontrol emosiku," ucap Ewan sambil tertawa dan melanjutkan ucapannya,"Mungkin karena aku hanya melakukan quickie beberapa hari ini tanpa benar-benar menikmati sex sepanjang malam."
Ewan pikir dengan mengatakan hal itu Max akan melepaskan rangkulannya dan berjalan seperti kedua sahabatnya yang lain. Namun pria itu malah menatap Ewan dengan tatapan seolah bisa membacanya dan Ewan tidak menyukai hal itu.
Ia langsung menepis rangkulan Max dan berkata dingin, "Jangan berusaha mengerti diriku, Maxie. Aku tidak menyukainya."
"Aku yang paling tahu bagaimana kacaunya dirimu, Ewan. Lima tahun yang lalu-"
Ewan langsung memotong ucapan Max dengan berkata tegas, "Lima tahun yang lalu Marshall sudah mati. Aku sudah membuang nama itu jauh-jauh, Max." Ia menatap Max dengan mata hijaunya dan dengan dingin memberikan pernyataan yang diketahui Max, sahabatnya ini membutuhkan waktu.
"Lima tahun yang lalu Marshall sudah mati dan apa yang sudah terjadi lima tahun yang lalu tidak akan pernah terulang lagi, Max. Kali ini, Ewan Wellington tidak akan mengulangi hal bodoh yang sama."
KAMU SEDANG MEMBACA
His Temptress
Romance#4 in romance 130817 #1 in Love 100518 "Your heart, Skin, Breath, Blood, even your tears is mine. Don't ever think to give to somebody else." Ewan Marshall Wellington. Bagi Ewan kebodohan dan kesalahan hanya dilakukan sekali, karena itu saat l...