P.s : Keseluruhan part 76 kemarin akan digantikan dengan part hari ini. Mohon maaf, karena part kemarin membuat aku tidak puas.Mohon di mengerti. :)
Let me just give up—Lidya Prescott.
"Trust me and I'm yours, Agapi Mou."
Lidya membuka matanya dan menyadari bahwa ia baru saja tertidur di taman yang terletak di belakang hotel. Langit gelap dan angin dingin tidak membuat perasaannya nyaman. Ia menutup matanya sekilas dan berkata pelan, "Kau tidak perlu mengamatiku dari jauh kalau kau ditugaskan untuk membawaku pulang."
Lalu mata Lidya terbuka pelan.
"Anda mengetahuinya?" Tanya suara berat itu dengan langkah pelan mendekati Lidya. "Kenapa anda tidak memanggil para pengawas anda kalau memang telah menyadari bahwa—"
"Lalu apa? Kalau kau gagal membawaku pulang, pastinya akan ada orang sepertimu lagi. Lalu ketika orang kedua gagal, akan ada orang ketiga." Perlahan Lidya bangkit dari rerumputan, membersihkan gaunnya dan menatap pria dihadapannya dengan wajah datar tanpa ekspresi. "Apa yang mau disampaikan oleh ayahku?"
Pria itu terlihat ragu. Lidya bahkan bisa mendengar pria itu berdehem berulang kali sebelum akhirnya berkata, "Kalau anda tidak ingin melihat jasad orang yang dicintai anda, maka anda harus—"
"Pulang?"
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Lidya membuat pria suruhan ayahnya terkejut. Namun pria itu dengan cepat menyembunyikan keterkejutannya dan mengangguk. "Beliau bilang—"
"Aku tidak perlu mendengar lanjutannya. Aku akan pulang," ucap Lidya pelan. Ia menutup matanya sekilas, menelan saliva-nya dan kerongkongannya mendadak terasa kering. Lidya tahu bahwa ia seharusnya menyerah, lima tahun yang lalu ia menyerah terhadap Ewan dan malah melawan ayahnya. Lalu apa yang terjadi? Ia kehilangan Lucas, puteranya yang bahkan belum pernah dipeluknya. Jadi, untuk apa dia melawan lebih banyak lagi?
"Aku akan mengambil barangku."
Lidya berjalan melewati pria itu dan langkahnya terhenti saat mendengar gemerisik dedaunan. Belum sempat ia berkata apapun, Lidya mendengar letusan senjata api. Tanpa sempat bersuara pria yang tadi berbicara dengannya telah terbaring tidak berdaya, bahkan Lidya belum sempat berkedip sama sekali.
Ia menelan saliva-nya dan bulu kuduknya merinding ketika mendengar suara dingin tanpa emosi. "Ms. Prescott, saya harap anda masuk ke kamar anda sekarang juga."
Suara Samuel dan juga tubuh pria itu yang berdiri di balik antara pohon besar seolah mampu mengintimidasi Lidya. Saat itu Lidya tahu kalau pria itu berbahaya, ia bahkan bisa melihat mata pria itu tidak bercahaya sama sekali. Jelas sekali alarm tanda bahaya seolah berbunyi diseluruh tubuh Lidya. Pria itu memiliki aura intimidasi yang sangat mirip dengan Marshall.
Tidak hanya itu, dari jarak yang cukup jauh, pria itu mampu menembak tepat di kepala pria suruhan ayahnya. Perlahan Lidya menatap pria yang terbaring tidak bernyawa itu, lubang peluru itu menembus dahi-nya dan bahkan pria itu belum sempat bernafas ketika peluru itu ditembakkan.
"Kau tidak perlu membunuhnya..." bisik Lidya pelan.
"Anda tidak memiliki hak untuk mengatakan hal seperti itu disaat anda sendiri memutuskan untuk pulang." Samuel mendekat kearah Lidya setelah memasukkan pistol ke balik ikat pinggangnya. "Segera masuk ke dalam kamar anda dan jangan berbuat hal bodoh."
KAMU SEDANG MEMBACA
His Temptress
Romance#4 in romance 130817 #1 in Love 100518 "Your heart, Skin, Breath, Blood, even your tears is mine. Don't ever think to give to somebody else." Ewan Marshall Wellington. Bagi Ewan kebodohan dan kesalahan hanya dilakukan sekali, karena itu saat l...