Untuk pertama kalinya, Ewan membutuhkan seseorang untuk di salahkan. Ia butuh untuk menyalahkan seseorang, saat air matanya di rasa telah mengering ia langsung berdiri dan mengabaikan ratusan tatapan penuh pertanyaan dari orang-orang yang tadinya hadir untuk merayakan pernikahannya—Pernikahan yang tidak pernah terjadi.
"Ewan, kau mau kemana?" tanya Maximillian.
Sebelum Max sempat meraih lengan Ewan, sahabatnya itu sudah mengeluarkan senjata dari balik punggungnya dan mengarahkannya ke Max. Sementara seluruh orang memekik, Max tidak melakukannya. Ia hanya perlu melihat kilat penuh kesedihan di mata hijau Ewan dan perlahan Max berkata pelan, "Menyakiti orang, tidak akan membuatnya kembali Ewan."
"Kita belum pernah mencoba, iya kan?" bisik Ewan pedih.
"Kau akan semakin terluka..."
"Aku sudah terluka, Max." Ewan menurunkan senjatanya. Ia tidak benar-benar hendak berniat mengarahkan senjata itu kearah Max, itu terjadi secara refleks namun alih-alih menjelaskan hal tersebut, Ewan malah berkata, "Kalau kau berniat menghentikanku, aku akan membunuhmu Max. Jangan buat aku melakukan itu..."
Max tidak perlu mengucapkan apapun, karena ia tahu apapun yang di ucapkannya hanya menorehkan luka di hati sahabatnya itu. Seakan mengetahui pemikiran Max, Aram maju dan mendesah pelan sebelum menatap kearah Ewan, "Kehilangan kontrol seperti ini sama sekali tidak seperti dirimu, Ewan."
"Kau tidak tahu apapun, Aram..." desis Ewan.
"Kau membuat seluruh orang ketakutan, bahkan Natalie." Aram menoleh kearah istrinya yang masih terpaku menatap Ewan yang kini lepas kontrol. Ia memasukkan tangan ke dalam sakunya. "Aku akan ikut denganmu."
"Aram!!" teriak Max tidak percaya.
Semua orang pasti melihat Aram sebagai orang gila. Ia memang tidak pernah menjadi yang terbaik di antara mereka bertiga, biasanya Maximillian-lah yang bisa bersikap sebagai Good Father, Good Listener dan penengah yang baik. Tapi menimbang sikap Ewan sekarang, ia tahu bahwa sahabatnya itu bukanlah pria yang sama. Perlahan Aram menoleh kearah Max dan berkata, "Jika dia ingin terjatuh, kita akan menemaninya terjatuh. Bukankah itu yang seharusnya kita lakukan?"
"Urusi urusan kalian sendiri!" teriak Ewan. "Aku tidak perlu siapapun untuk menyelesaikan masalahku."
Ewan memandang marah kearah mereka berdua, ia menolak untuk di perlakukan seperti bayi. Ewan adalah salah satu pemegang saham terbesar dan penguasa underground terbaik, ia sama sekali tidak butuh sahabatnya hanya untuk membunuh Prescott. Dengan penuh amarah, Ewan berlari keluar dari katedral tersebut dan memasuki kendarannya sembari mengabaikan panggilan dari anak buahnya ataupun dari sahabatnya.
Kali ini ia akan membunuhnya, dan membawa kembali calon istrinya.
*
Sesampainya di mansion milik Prescott, Ewan bergegas turun dan mulai menembaki seluruh penjaga Prescott yang berusaha menghalanginya. Setengah dari mereka masih terlalu waras untuk maju melawan Ewan. Dengan nafas yang masih teratur, Ewan berdesis marah, "Maju sekali lagi dan akan kubunuh kalian semua."
Mereka langsung mundur serentak mendengar ucapan penuh amarah itu.
Setelah itu, Ewan masuk ke dalam mansion dengan mata mencari keberadaan Prescott. Begitu matanya menemukan pria itu di balkon, Ewan langsung bergegas maju dengan mengarahkan senjata kearah kepala pria itu. "Kembalikan Lidya kepadaku dan akan kumaafkan," ucapnya pelan.
Prescott tidak mengucapkan apapun. Pria itu bahkan tidak bergeming ketika senjata tersebut di arahkan kepadanya.
"Kembalikan dia!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
His Temptress
Romance#4 in romance 130817 #1 in Love 100518 "Your heart, Skin, Breath, Blood, even your tears is mine. Don't ever think to give to somebody else." Ewan Marshall Wellington. Bagi Ewan kebodohan dan kesalahan hanya dilakukan sekali, karena itu saat l...