Setelah kepergian Ewan, Gabe mendekati Zia yang masih terdiam dan menepuk puncak kepala wanita itu dengan lembut. "Aku tidak bermaksud marah padamu, Zia. Aku hanya berusaha untuk memberikan penjelasan."
"Aku tahu, Gabe. Aku yang sudah berlaku bodoh."
"Dengan membiarkan wanita itu membuatkan secangkir kopi untuk Ewan?" tanya Gabe dan terkekeh. "Tidak, kau sudah melakukan hal yang benar. Selama lima tahun ini, Ewan tidak benar-benar menikmati kopi selain minuman keras dan kami semua tahu itu, Zia."
Zia mendongak dan Gabe tersenyum kepadanya. "Terima kasih karena sudah membantu Ewan," ucap Gabe, kemudian ia menggeleng. "Pria bodoh itu selalu membantu kami dan berlaku seolah-olah tidak ada yang salah dengannya, padahal... dia-lah yang paling membutuhkan bantuan."
"Kalau begitu kenapa kau marah dengan..."
"Lidya?" tanya Gabe, ketika Zia mengangguk, Gabe berkata, "Karena aku marah padanya. Aku tahu siapa Ewan dan bagaimana ayahnya memperlakukannya. Aku tidak akan marah kalau memang wanita itu putus dengannya karena alasan lain. Tapi di depan altar?"
Gabe menggeleng kepala.
"Keinginan Ewan hanya satu Zia, yaitu memperlihatkan kepada ayahnya kalau dia bukanlah sebuah property. Dia masih hidup dan bernafas, dia juga bisa melakukan hal yang lain." Gabe menerangkan, kemudian ia mengepalkan kedua tangannya disamping tubuhnya. "Hal simple memang, tapi sangat berarti. Tapi wanita bodoh itu malah melukai Ewan—tepat dihadapan seluruh keluarga ayahnya." Kali ini ia menatap Zia dengan sorot mata marah, "dan aku tidak akan pernah memaafkan wanita itu. Kata-kataku terlalu lembut bagi wanita itu, Zia. Aku seharusnya mengatakan hal yang lebih parah lagi."
"Dan membuat wanita itu sadar kalau yang dihadapinya bukanlah seorang Ewan tapi juga Montano dan Russell, atau bahkan disatukan dengan Alford?"
Perkataan itu membuat Gabe terkekeh dan membalikkan tubuh ke arah suara itu. Ia melihat Max yang terdiam sambil menyandar di dinding dengan tangan terlipat didepan dadanya. "Sudah berapa lama kau disitu?" tanya Gabe.
"Agak lama, sebenarnya,"jawab Max tak acuh.
"Max!" teriak Zia. Kemudian Zia langsung menghampiri Max dan bertanya, "Kau sudah bangun daritadi?"
Max mengangkat alisnya dan bertanya kembali kepada Zia, "Kau mengharapkanku bisa tidur dengan lelap setelah tahu istriku tidak berada disampingku?" Ketika Zia menggeleng, Max menundukkan kepalanya dan berkata, "Aku menyadari istriku tidak berada disampingku, aku turun dengan cepat dan tahu kalau rumah kita telah dimasuki oleh wanita yang seharusnya tidak pernah menjadi bagian dari daftar tamu kita."
"Max, I'm sorry..." bisik Zia pelan.
Max menarik tubuh Zia dan mengusap kepala Zia dengan lembut lalu berkata, "Masuk ke kamar Zia, dan tidurlah. Aku tidak mau kau lelah saat menjelang pagi nanti."
Dengan patuh Zia mengangguk dan berjalan ke kamarnya seperti yang diperintahkan oleh Max. Setelahnya, Max menatap Gabe dan tersenyum miring, "Kau seharusnya mengikutsertakanku dalam rencana sialanmu ini Gabe."
"Ini tidak direncanakan Max."
"Kau tahu berita tentangnya?" tanya Max.
Gabe mengangkat alisnya dan bertanya kembali, "Yang mana? Kejadian lima tahun yang lalu dimana wanita itu meninggalkan Ewan tepat didepan altar yang disaksikan oleh keluarga besar Wellington? Atau kenyataan mengenai Harletta Prescott?"
"Kau sudah mengetahui keduanya?" tanya Max. Sebenarnya Max tidak merasa terkejut karena bagaimanapun koneksi Gabe sama besar dengan koneksi yang dimilikinya. Ia tersenyum miring dan berkata kepada Gabe, "Bagaimana menurutmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
His Temptress
Romance#4 in romance 130817 #1 in Love 100518 "Your heart, Skin, Breath, Blood, even your tears is mine. Don't ever think to give to somebody else." Ewan Marshall Wellington. Bagi Ewan kebodohan dan kesalahan hanya dilakukan sekali, karena itu saat l...