I need you like a heart needs a beat.—Ewan Marshall Wellington
Thalia memasuki ruang rawat Lidya, memeriksakan keadaannya dan tidak ada yang berubah. Namun tak lama kemudian, Lidya membuka mata perlahan dan berbisik, "Marshall..." Suara lirih itu membuat Thalia langsung memegang tangan wanita itu. Ia tidak beranjak dari sisi Lidya seolah ingin mendengar perkataan wanita itu lebih banyak. "Marshall..."
"Ewan tidak berada di sini. Dia berada di tempat lain." Thalia memeriksakan kembali denyut nadi Lidya dan menghela nafas lega. "Kau sudah tidur selama beberapa minggu, kau membuat semua orang panik. Apa kau mengingat sesuatu?"
"Mobil belakang kami melaju dengan kencang dan aku..."
Lidya berusaha mengingatnya namun kepalanya terasa sangat sakit hingga ia mengerang.
"Sudah, sudah. Kau tidak perlu berusaha mengingatnya." Thalia menggenggam tangan Lidya kembali dan menekannya lembut. "Kau bisa merasakannya?" ketika Lidya mengangguk, Thalia berkata, "Putramu beberapa kali kesini, dia selalu menunggumu. Sangat menggemaskan."
"Putera?" tanya Lidya bingung.
"Iya. Putramu. Lucas bukan namanya?"
Kerutan bingung di kening Lidya mulai terlihat. Jelas sekali dokter di hadapannya menyebut nama Lucas, dan hal itu membawa kenangan pahit, kembali mengingatkannya kepada hal yang sangat menyakitkan. "Lucas...?" tanya Lidya sekali lagi. "Bagaimana—"
Dengan senyum menenangkan, Thalia menepuk lengan Lidya pelan.
"Dia akan kesini tidak lama lagi, sekarang kau harus berusaha mengumpulkan tenagamu. Akan banyak kejutan Lidya, karena kau sudah tidur terlalu lama." Thalia tersenyum, perlahan berjalan menjauh dari Lidya. Sebelum meninggalkan ruangan Thalia berkata, "Aku akan menyuruh seseorang untuk membawakan air putih hangat dan makanan untukmu. Beristirahatlah."
Beristirahat, hanya itu yang diucapkan Thalia, namun Lidya tidak bisa melakukannya. Ada beberapa potongan puzzle yang terasa tidak benar. Dan perlahan air mata Lidya turun, ia akhirnya mengingat setelah beberapa kali mengerjapkan matanya. Ia lagi-lagi menyakiti Ewan, ia lagi-lagi menyakiti pria yang sangat ia cintai itu.
Lidya sekali lagi... meninggalkan pria itu.
Dan untuk alasan itu, Lidya mengijinkan dirinya menangis. Namun sayangnya Lidya tidak mendapatkan ketenangan itu dalam waktu yang lama, karena mendadak pintu terbuka dan memperlihatkan Robert Wellington.
Pria itu perlahan mendekati tempat tidurnya, duduk di sampingnya hingga membuat Lidya menelan salivanya. Lidya tidak bisa memikirkan alasan mengapa Robert mendatanginya dengan wajah cerah seolah-olah lega dengan keberadaannya.
"Sudah bangun? Bagaimana perasaanmu?" tanya Robert.
"...Baik..." jawab Lidya.
"Apa kau mengingat apa yang pernah kukatakan kepadamu?" mendengar itu, Lidya mengangkat wajahnya untuk menatap Robert. "Ketika kau tertidur, aku mengatakan sebuah rahasia yang mungkin tidak akan pernah kukatakan kepada siapapun."
"Tidak, maaf. Aku..."
"Jangan meminta maaf." Robert mengulurkan tangan untuk mengenggam tangan Lidya. Satu-satu hal yang tidak pernah di pikirkan Lidya adalah bagaimana Robert menatapnya penuh kasih. "Terima kasih karena sudah mengabulkan permintaan orang tua ini."
Lidya menatap Robert dengan bingung.
"Ewan selalu menunggumu, kau tahu? Dia selalu dan akan selalu menunggumu walaupun dia tidak mengatakan apapun. Dia terluka walaupun anak itu tidak mengatakan apapun." Ucapan itu membuat Lidya tanpa sadar meremas selimut yang menutupi setengah tubuhnya. "Dia berkata akan menjemputmu di kehidupan lain."

KAMU SEDANG MEMBACA
His Temptress
Romantik#4 in romance 130817 #1 in Love 100518 "Your heart, Skin, Breath, Blood, even your tears is mine. Don't ever think to give to somebody else." Ewan Marshall Wellington. Bagi Ewan kebodohan dan kesalahan hanya dilakukan sekali, karena itu saat l...