Good night guys, Happy monday!
"You give me a trust, and I am yours. Completely your slave, Agapi Mou."-Ewan Marshall Wellington.
Ewan masuk ke dalam ruangan dan melihat Lidya menangis diatas lengan Harletta. Perlahan ia masuk dan berusaha membuat suara sekecil mungkin, ketika berada tepat di belakang wanita itu, Ewan meletakkan telapak tangannya di puncak kepala Lidya dan ia bisa merasakan ketika tubuh wanita itu menegang.
Bahkan Ewan bisa melihat bagaimana Lidya dengan cepat menghapus air matanya dengan punggung tangan sebelum membalikkan tubuh menghadapnya. "M...Marshall..." bisiknya pelan.
Dasar bodoh.
Walaupun wanita itu berusaha bersikap tegar dihadapannya, Ewan tahu kalau wanita itu habis menangis. Ia tidak memerlukan indera keenam untuk mengetahui bahwa wanita itu baru saja menangis tanpa melibatkan dirinya. Ia menyelipkan jemarinya di setiap ruas jemari wanita itu, "Bukankah aku sudah bilang untuk jangan menangis kalau aku tidak berada di sampingmu?"
"A-aku tidak menangis."
"Membohongiku, Agapi Mou?"
"Tidak!" Lidya berusaha tersenyum lebar, seolah memperlihatkan bahwa ia tidak baru menangis. "Aku hanya senang karena Harlie ada di sini dan-"
Ewan menarik tubuh Lidya kedalam pelukannya, mendekap wanita itu dengan kelembutan dan juga kekuatan seolah-olah wanita itu membutuhkannya. Ewan melakukannya untuk memberitahu kepada Lidya bahwa ia berada persis di hadapannya dan wanita itu tidak memerlukan satu pun air mata untuk menghadapi masalahnya. "Don't cry, Dee. I hate see your tears."
"I'm sorry, Marshall..."
"Juga jangan terlalu banyak mengatakan maaf di hadapanku." Ewan mengurai pelukan mereka, merangkum wajah wanita itu dan mengecup keningnya pelan. "Di banding perkataan maaf, aku lebih menginginkan kata-kata cinta darimu."
Ucapan Ewan membuat Lidya merasa sesak, hatinya tertekan karena rasa cinta yang begitu besar. Cinta Ewan seolah membutakannya, karena itulah ia berusaha untuk mendorong pria itu menjauh. Semua karena cinta pria itu.
Cinta yang terlalu tulus hingga Lidya takut menyakiti ataupun merusak perasaan itu. Tidak... Lidya takut kehilangan Ewan karena itulah ia memutuskan untuk pergi, karena meninggalkan lebih baik daripada di tinggalkan. Tapi ketika melihat Ewan membencinya, Lidya mulai membenci dirinya sendiri.
Ketika Ewan menatapnya dengan mata hijau penuh kelembutan, Lidya kembali menenggelamkan kepalanya di dada pria itu, berusaha mencari kenyamanan disana. "Aku mencintaimu Marshall. Bukan karena nama Wellington, bukan karena kau adalah pria tampan yang kutemui saat festival sekolah. Tapi aku jatuh cinta pada ketidak sempurnaan karakter yang kau miliki dan aku menganggap hal itu adalah bagian kesempurnaan yang kau miliki."
Lidya bisa merasakan senyum diatas kepalanya, ia memeluk lebih dalam pria itu dan ikut tersenyum. "Kau tidak boleh meninggalkanku, Marshall, apapun yang terjadi, kau tidak diperkenankan untuk meninggalkanku."
"Dan kau pikir aku memperkenankanmu untuk meninggalkanku?" Ewan tersenyum lebar, "Tidak Agapi Mou, aku tidak memperkenankanmu untuk meninggalkanku, apapun yang terjadi aku akan mengikatmu hingga tidak bisa bernafas."
"Aku membutuhkanmu, Marshall."
"Aku lebih membutuhkanmu, Agapi Mou." Ewan mengurai pelukan mereka, mengentuh dagu wanita itu dengan lembut. "Lima tahun adalah waktu yang lama untukku. Aku tidak menginginkan lagi bangun di pagi hari tanpa dirimu, aku tidak lagi menginginkan kopi tanpa sentuhan rasamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
His Temptress
Romance#4 in romance 130817 #1 in Love 100518 "Your heart, Skin, Breath, Blood, even your tears is mine. Don't ever think to give to somebody else." Ewan Marshall Wellington. Bagi Ewan kebodohan dan kesalahan hanya dilakukan sekali, karena itu saat l...