"Kau merasakannya?" Ifa seakan mengerti, alasan mengapa Anton tiba-tiba menghentikan langkah kepergiannya.
"Aku juga merasakannya, saat aku mencoba mempraktikkan pada lidahku. Rasanya tubuhku lebih ringan dan bergairah."
Gadis kumuh menerawang, saat pertama kali menemukan teori, bahwa lidah berhubungan erat dengan semua organ yang ada di dalam tubuh. Dan jika dilintah di titik lidah, ini bisa sangat efektif bagi keluhan-keluhan organ tubuh dalam.
Berbekal keberanian dan kenekatan, Ifa mempraktikan teori tersebut pada diri sendiri.
"Ya. Bagaimana bisa? Ah, tidak-tidak! Begini saja, kapan aku akan melakukan pengobatan dengan makhluk-makhluk menjijikkan itu lagi?" Anton benar-benar antusias mendapati detak jantungnya membaik.
"Ck. Namanya lintah. Kau dengar? Lin-tah. Makhluk menjijikkan itu memiliki nama, dan namanya lintah." Ifa tak suka pada orang-orang yang tidak bisa menghargai makhluk lain. Seakan dialah yang paling mulia.
"Oke, oke, jadi kapan pengobatan ini akan dilakukan lagi?" Anton tetap dalam suasana antusias.
"Belikan aku seperangkat alat akupuntur dan seperangkat alat bekam. Baru aku akan mengobatimu lagi." Ifa berbicara mutlak.
"Setuju." Anton menjabat tangan lawan bicara tanpa diminta. Dan itu membuat Ifa mendelik.
"Aku akan membelinya besok dan memberikannya langsung padamu." Anton melepas jabatan tangan, lalu berlalu dengan senyum harapan.
Tak lama setelah Anton berlalu, Ifa membereskan semua kekacauan akibat dari usahanya dalam menyembuhkan Anton.
Setelah selesai, dia masuk keruang pribadi. Di sana, terdapat tikar lusuh terurus, dan satu kain lebar tipis sebagai selimut.
Ifa merebahkan tubuh penuh lelah. Memandang langit-langit ruangan, menampakkan satu lampu kecil, cukup menerangi kediaman.
Perlahan manik sayu mulai terlelap. Meninggalkan kehidupan nyata yang menyedihkan.
Namun, sesuatu harus mengusiknya lebih dulu.
Hari masih gelap saat dengan tiba-tiba, pintu kediaman Ifa dibuka paksa lelaki besar berwajah menyeramkan. Ifa diseret, dibawa keruangan yang menjadi saksi bisu 3 tahun kekerasan menimpa tubuh lemah.
Apakah ini saatnya?
Gadis dengan kaus coklat lusuh itu menitikkan air mata; menegarkan diri dalam tangis tertahan. Sudah hampir seminggu Tuan Jaka melupakannya. Mungkin saat ini, Tuan Jaka mulai merindukan menyiksanya.
Tubuh kecil dilempar kasar.
Ifa mengerjap, menyesuaikan cahaya yang perlahan memasukki retina.
Siapa?
Gadis itu memandang anak laki-laki berjas hitam, terasa tak asing.
Ah ya!
Dia yang memberi Ifa roti dengan kaki. Juga yang menghajarnya tanpa ampun.
Sudah besar rupanya dia.
Kini, garis rahangnya semakin terlihat. Dia tampan dengan alis tebal dan bulu mata lentik. Perkiraan Ifa, si anak laki-laki berusia sekitar 12 tahun.
Ifa menelan ludah. Kali ini, apa yang akan dia perbuat?
Ah ya. Dan jangan lupakan Tuan Jaka, si gila, sudah ada disisi kirinya. Duduk sambil tertawa tak jelas. Persis seperti 3 tahun lalu.
Baik. Sepertinya Ifa harus bersiap-siap untuk kembali terluka.
Ifa bangun, berdiri, melirik ke segala penjuru ruangan. Menemukan, hanya ada mereka bertiga di sana.
Semua jendela ditutup rapat. Pintu pengantarkan Ifa ke ruang eksesekusi dikunci dari luar. Dan Ifa yakin, di depan pintu, bawahan Tuan Jaka pasti ada yang berjaga sambil menguping.
Tuk.
Sebuah batu terlempar apik mengenai kening Ifa.Apa ini? Apa kejadian 3 tahun lalu akan terulang lagi?
Ifa menyentuh keningnya, terasa mengeluarkan aliran hangat. Dan benar saja, Ifa telah kembali terluka.
Plak.
Tamparan mendarat di pipi kiri.Pedas, perih, dan pedih. Pukulan itu cukup keras.
Dan kini, telah berdiri arogan sosok yang dulu sempat Ifa kagumi. Bola matanya sepekat malam, memperhatikan Ifa dari atas sampai bawah.
Apa? Ifa menantang anak laki-laki tersebut dengan matanya.
Silahkan saja. Habisi aku. Bukankah kau sudah pernah?
Ifa meringis, mengingat kembali kejadian itu. Alangkah naifnya dia, mensyukuri karena telah menemukan setitik penolong di kehidupannya yang pahit.
Padahal Tidak. Yang Ifa temukan bukan cahaya, melainkan jurang nestapan
"Sepertinya kau sudah mempelajari bukunya dengan baik," bisik anak laki-laki itu, tepat di telinga kanan Ifa.
Si pendengar mematung.
Apa maksudnya? Diakah yang menyiapkan buku itu?Ifa mencari tahu maksud perkataan lawan bicara. Mendalami penuh sepasang mata hitam kelam di hadapan.
"Namaku Arya," ucap pemilik mata.
Arya? Apa maksudnya? Seseorang tolong jelaskan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The True Traveller (Revisi)
AdventureCover By Canva Template Cover by mystudio11 Elemen by Gia Leuterio from sketchify japan & alvindovicto from painting tools Font : Kollektif & Lotus Eater Sans SUDAH TAMAT _____________________________ Apa yang lebih sakit dari ini? Air mata yang te...