Bagian 29

108 13 0
                                    

"Kau bertemu dengannya? Dimana? Seperti apa ciri-cirinya? Mengapa kau tidak membawanya kemari?"
Harris menelan ludah merasa menyesal karena telah menceritakan kecelakaan Dila secara detail kepada ayahnya, Dokter Hasan, termasuk bagian ketika Dila ditolong gadis merah maroon yang memiliki julukan 'Street Doctor'.
"Kau lupa ya? Ayah sudah hampir satu tahun lebih  mencarinya?"

Bukan. Harris bukan lupa. Dia hanya telat menyadari.

"Ayah tidak mau tau! Cari dia sekarang juga sebelum dia berpindah tempat lagi!"

Harris menelan ludah kembali, ayahnya ini jika sudah terobsesi sesuatu dia tidak akan diam hingga obsesinya terpenuhi.
Dan akhir-akhir ini akibat menemukan pasien yang seharusnya memiliki kondisi parah malah datang dalam kondisi yang perlahan mulai membaik disebabkan tindakan 'Street Doctor', memberi obsesi baru yang gila pada ayahnya.
Dokter ahli bedah itu begitu kukuh ingin bertemu dengan gadis berjulukan 'Street Doctor' bahkan dia sampai membuat sayembara bagi siapapun yang berhasil mempertemukannya dengan 'Street Doctor', ayah Harris akan menyekolahkan orang tersebut kemanapun dia mau.
Apa itu tidak berlebihan?

"Apa lagi yang kau tunggu? Cepat cari dia!"
Dokter Hasan kembali berteriak.
"Ayah, ini sudah malam. Lagian Harris juga harus mengurus rumah warga yang menjadi korban mobil Dila."
Harris mencoba mencari peruntungan dengan memasang wajah memelas.
"Masalah kecelakaan Dila biar ayah suruh orang mengurusnya. Sekarang kamu cari gadis itu. Sekarang Harris!"

Harris menghela nafas, dia lalu melangkah keluar ruang kerja dokter Hasan dan mulai menjalankan perintah sang ayah.
.
.

"Kemana aku harus mencarinya?"
Harris melirik jam tangan mahal dipergelangan tangannya dan menemukan jarum jam menunjukan jam sebelas tepat.
Harris merinding masalahnya saat ini dia sendirian dalam mobil dan tengah melewati jalanan sepi.

Ngeeennggg ... ngeeennnggg ... ckkiittt ...
Dua motor berpenumpang masing-masing dua menghentikan mobil Harris.
Dug ... dug ... dug
"Keluar lo!"
Salah satu pengendara motor berhelm hitam menggedor kaca mobil dan meminta Harris keluar.
"A ... ampun bang ..."
Harris keluar mobil dengan tangan yang diangkat sebab pengendara motor lain yang juga berhelm hitam menodong Harris dengan arit.
"Serahin semua barang-barang lo sekarang juga!"
"I ... iya bang, i ... ini dompet saya ..."
"Hp mana hp?"
"I ... ini bang ..."
Harris menyerahkan semua barang berharganya. Biarpun dia berbadan atletis, tapi untuk bela diri nilainya nol. Harris tidak suka berkelahi, oleh sebab itu dia tak merasa perlu belajar bela diri. Dan sekarang Harris benar-benar menyesali pemikirannya itu.

Bugh ... bugh ...
Harris tiba-tiba mendapat serangan mendadak berupa dua tinju yang melayang tepat mengenai kedua pipinya.
"Habisi  bro, buat dia lumpuh. Kalau enggak dia bisa minta tolong warga terus kita juga yang repot."
Salah satu laki-laki yang sejak tadi tidak turun dari motor memberi arahan kedua temannya yang memukuli Harris.

"Hey, apa yang kalian lakukan?"
Ifa, gadis sombong yang dicari Harris, dia bertanya begitu tenang tak terlihat terganggu namun auranya terasa mencekam. Dan pertanyaannya itu sukses mengambil alih fokus keempat laki-laki dewasa dihadapannya, dengan dua orang duduk resah diatas motor, dan dua orang lainnya sibuk mengeroyoki seorang pemuda berjas putih.

"Anak kecil, kenapa malam-malam masih diluar? Ayo, biar om anterin kamu pulang."
Salah satu laki-laki pengeroyok mendekati Ifa dan mencoba menarik tangannya, namun Ifa segera mundur lalu mengecek kerudung bagian belakangnya.
'Bingo.'
Indra peraba Ifa bisa merasakan jarum biusnya masih lengkap belum terpakai.
"Jangan takut anak manis, om orang baik kok."
Lelaki dewasa itu masih berusaha menjangkau Ifa dan kali ini dia melakukannya dengan gerakan seperti hendak menerkam.
Tapi Ifa lebih gesit, dia lalu mundur lagi dan mengambil gerakan memutar sebagai ancang-ancang lalu melepar jarum bius ke arah lawan.

Brukk ..
Lawan Ifa ambruk.
"Brengs*k!"
Teman yang sama-sama memiliki tugas mengeroyok berlari kearah Ifa dengan menodongkan senjata tajam menyerupai golok tapi berbentuk bulan sabit.
Settt ... dukk ...
Ifa menghindar lalu memberi pukulan cukup keras dengan kakinya yang Ifa layangkan kearah wajah lawan.
Lawan Ifa limbung, pukulan Ifa mengenai titik saraf matanya membuat penglihatan penerima pukulan perlahan kabur. Ifa lalu memanfaatkan kesempatan ini dengan melempar jarum bius.
Brukk ...
Lawan kedua Ifa ambruk dan kedua temannya yang berada diatas motor langsung berlalu dengan kecepatan penuh.

Ifa lalu merapihkan pakaian merah maroonnya yang sedikit berantakan lalu meraih ransel dan tas jinjing yang sempat ia letakan di pinggir jalan.

"Kau masih sadar?"
Ifa mengecek nafas dan nadi sang korban begal dan menemukan laki-laki berjas putih itu masih dalam keadaan sadar.
Ifa lalu memeriksa lukanya dan menemukan tak ada luka serius, hanya wajahnya saja yang terlihat babak belur.

Ifa lalu mengelurkan tisu basah dan ramuan hijaunya. Ia perlu membersihkan luka dulu sebelum memberi pasien dengan obat.
Terakhir, Ifa mengoleskan madu pada bibir sang korban begal agar sang korban bisa mendapatkan kembali tenaganya.

"Tolong hubungi polisi terdekat."
Ifa berkata setelah pasiennya berhasil mengambil posisi duduk tanpa bantuannya. Biar bagaimanapun pasiennya ini laki-laki, bila bukan darurat Ifa tak ingin bersentuhan dengannya.
"Terimakasih, tapi bisakah kau ikut denganku?"
Ifa terdiam, ia lalu menatap pasien barunya dan menemukan bahwa dia adalah sang kakak korban kecelakaan yang sempat meragukannya.
"Ma ... maksudku kau ikut denganku untuk bertemu dengan ayahku. Dia sangat ingin sekali bertemu denganmu dan membicarakan banyak hal."
Harris merasa pertanyaannya tadi terdengar ambigu, jadi dia kembali berusaha meluruskan pertanyaanya.

Ifa mengangguk tanda setuju, dia juga membutuhkan tempat untuk bermalam hari ini.
Ifa sedang mencari penginapan saat melihat Harris di keroyok begal. Dan sudah hampir 2 jam Ifa mencari penginapan yang sesuai dengan isi dompetnya namun tak ada tempat yang dianggapnya cocok.

"Kalau begitu sebentar, biar aku memanggil dulu polisi."
Ifa menanggapi ucapan Harris dengan mengangguk kembali.
.
.

"Street doctor, mari ... polisi sudah datang."
Harris mengajak Ifa memasuki mobilnya dan Ifa menurut tanpa protes.
"Tolong jangan memanggilku dengan panggilan seperti itu, rasanya aneh. Dan mengapa kau memanggilku dengan panggilan seperti itu?"
Harris tersenyum geli, ternyata yang mereka panggil 'Street Doctor' tak mengetahui jati dirinya sendiri.
"Orang-orang memanggilmu seperti itu."
"Orang-orang?"
Ifa membeo.
"Ya, orang-orang, sudahlah. Jadi kau ingin aku memanggilmu dengan panggilan apa?"
"Ifa, namaku Ifa."
"Hanya Ifa?"
Ifa tersenyum merasa dejavu.
"Latifa, nama panjangku Latifa."
Harris mengangguk dan mulai melajukan mobil hitamnya yang hampir berpindah tangan jika bukan karena pertolongan gadis yang memperkenalkan diri sebagai Ifa, Latifa.
.
.

'Mewah,' itu kesan Ifa saat mobil Harris memasuki rumah megah dengan gaya Eropa.
"Mari masuk, sepertinya ayahku masih belum tidur."
Harris mengajak Ifa memasuki rumahnya yang masih terlihat terang. Dan benar saja ayahnya masih terjaga, duduk agung diatas kursi tunggal ruang tamu.
"Ayah, kau belum tidur?"
Harris berusaha menjangkau dokter Hasan, namun dokter Hasan lebih memilih bangkit dan menghampiri Ifa membuat denyutan di wajah Harris terasa kembali. Ayahnya itu bahkan tidak mempertanyakan alasan wajah Harris yang babak belur.
"Street doctor, kaukah itu? Ohh god, terimakasih."
Dokter Hasan begitu antusias dia lalu mengajak Ifa untuk duduk dengannya.
"Ayah, biarkan Ifa istirahat dulu. Ini sudah malam."
Harris mengingatkan ayahnya tentang jarum jam yang ditunjukan jam dinding saat ini.
"Oh, namamu Ifa ya? Baiklah Ifa maafkan om, sekarang kamu istirahatlah disini. Besok om ingin membicarakan banyak hal denganmu."
Ifa tersenyum canggung, sejak tadi ia merasa keputusannya ikut Harris ini keliru. Tapi, sudahlah nasi sudah menjadi bubur.

Dokter Hasan lalu memanggil salah satu asisten rumahnya lalu meminta asistennya itu untuk mengantar Ifa ke salah satu kamar tamu di lantai dua.

The True Traveller (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang