Bagian Dua Puluh

149 13 0
                                    

"Luka tentara Fendra sudah sembuh total, mulai sekarang tentara Fendra sudah tidak perlu melakukan pengecekan lagi."
Fendra mengangguk dan tersenyum pada Sarah, tim medis di markas baru yang ia tempati.
"Ramuan yang digunakan adik manis itu sungguh luar biasa. Jika tentara Fendra hanya mengandalkan krim luka yang ada disini mungkin diperlukan waktu dua sampai tiga minggu untuk sampai ke kekondisi semula. Tapi ini ajaib, hanya dalam tiga hari luka melepuh di bahu tentara Fendra sudah mengering dan membaik dengan sempurna. Bahkan tentara Fendra tidak mengalami demam yang biasa orang-orang alami jika mendapat luka yang mengakibatkan infeksi. Saya harus memaksa Ifa kembali untuk membocorkan rahasia pengobatannya." Sarah tersenyum setelah ini ia akan mendatangi lagi kamar gadis kecil yang tentara Fendra kenalkan tiga hari yang lalu.
Diapun bergegas menyelesaikan pemeriksaan tahap terakhirnya pada tentara Fendra dan pamit untuk berlalu ke kediaman Ifa.
.
.
.
Pagi ini Ifa sedang tidak ingin melakukan apa-apa. Ingatan tentang masa lalunya yang ia dapatkan akhir-akhir ini membuatnya sedikit terpukul.
'Ibu ... maafkan Latifah, semoga ibu baik-baik saja. Ifa ingin bertemu ibu,' Ifa menumpahkan rasa rindu pada ibunya dengan mencurahkan segala perasaannya kepada Yang Maha mendengar lagi Maha Memperhatikan. Hanya Allah yang Ifa punya dan hanya Allah yang selalu ada untuknya kemarin, kini dan nanti.

Ifa menutup kuat-kuat wajahnya agar isakan yang keluar dari mulut kecilnya tak didengar siapapun. Ifa menyadari saat ini ia kembali menangis rapuh tapi Ifa tidak ingin air matanya dilihat oleh selainNya, zat Yang Maha Melihat lagi Maha Mengasihi. Sejak awal Ifa bertekad ia tak boleh terlihat lemah dihadapan sesama makhlukNya. Ia harus kuat agar tak ada yang mengasihani dan menggertaknya.

Gadis yang saat ini terduduk diatas sajadah coklat dengan mukena putih itu mengadu dalam doa panjang di shalat sunah dhuha yang rutin ia lakukan dipagi hari. Semua rasa hampa dan kosongnya ia bawa kehadapan zat Yang Maha Memberi.
"Allaah ... aku hambaMu yang lemah datang memohon kasihMu, berharap Engkau mempertemukan hamba kembali dengan wanita yang tak mempedulikan rasa sakitnya saat berjuang melahirkan hamba, putrinya yang tak tau diri ini ... "
Ifa tak tahan, ia meluapkan rasa sakitnya dengan terisak, ia adalah penyebab segalanya terjadi.
Jika saja saat itu Ifa tak berlari ke arah odong-odong itu, mungkin saat ini ia masih bisa mengaji bersama dengan ibunya yang rutin Ifa lakukan setiap pagi setelah selesai shalat dhuha juga.

"Ibu, kenapa sih kita halus solat jam segini? Padahal kan kata ibu solat itu hanya ada lima waktu. Juhul, asal, subuh, maglib, isa," Ifa kecil berkata dengan tangannya yang sibuk menyesuaikan jumlah jarinya dengan jumlah shalat wajib.
Ibu Ifa tersenyum lalu membelai lembut pucuk kepala kecil putrinya.
"Latifah, putriku yang sholehah ... shalat dhuha itu bisa menjamin rizki Ifa dihari ini lho."
"Ifa gak mau main sama kak lizki, kak lizki nakal seling bilang Ifa pipi loti."
Ibu Ifa tertawa kecil saat mendengar ungkapan putrinya yang akan marah bila ada orang yang menertawakannya. Katanya diketawain itu gak enak, putrinya bilang dia akan merasa malu.
"Kalau begitu, setelah shalat dhuha nanti kita doakan supaya kak Rizki jadi anak baik dan enggak bilang Ifa pipi roti lagi."
"Emang bisa?"
"Bisalah Allah kan Maha membolak-balikan hati seseorang. Nanti Latifah minta sama Allah ya sayang?"
"Iya, ibu ... Allah baik deh." Ifa kecil bersemangat saat mengenakan mukena pinknya dan mulai mengikuti gerakan wanita dewasa dihadapannya.

Tangis Ifa semakin pecah, air matanya deras membasahi bagian mukena yang menghalangi tangan Ifa bersentuhan langsung dengan wajahnya.
"Rabbi ... hamba merindukan sosok yang memperkenalkan hamba pada keMaha Besaran-Mu ... "
.
.

Ifa sudah berpesan kepada mas Fendra pasien barunya untuk melakukan pemeriksaan kepada Teh Sarah, teteh baru Ifa ditempat asing ini. Jadi Ifa bisa memiliki cukup waktu untuk shalat dhuha dan berdo'a.
Teh Sarah Khalifa Az-zahra orangnya bawel, saat pertama bertemu dia menyerang Ifa dengan ribuan pertanyaan tentang herbal. Teh Sarah bilang dia lulusan farmasi dan sangat ingin tau dengan kandungan-kandungan yang dimiliki oleh ramuan-ramuan yang Ifa buat.

The True Traveller (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang