Bagian 72 - Jejak Kisah Egois Tubagus Syaridin

114 11 0
                                    

Malam berkabut. Deru napas Tubagus Syaridin terdengar kasar. Di atas brankar rumah sakit ia terlelap dengan Dirga di sisi yang menjaga. Namun, pasien baru dengan bekas luka di kepala itu tak terlihat tenang. Sesekali ia meraung dan sesekali ia berusaha menyakiti diri sendiri.

Dokter mengatakan bahwa Bagus mengalami trauma hebat dan ia akan bertindak menyakiti diri sendiri saat memori itu kembali terngiang. Maka dari itu, pihak rumah sakit memutuskan untuk mengekang pergerakkan pasien dengan ikatan tali yang kuat.

Dirga meraup wajahnya yang lesu.

"Apa yang sebenarnya terjadi, Gus?"

Lalu, sebuah keajaiban tercipta. Dari bibir pias itu, sebuah kisah mengalir. Menarik emosi dan menyiksa sembilu di hati.

Malam itu kelam. Sepasang bola mata tajam memandang gadis rapuh yang tertidur anggun di atas ranjang biru tua. Perlahan kelopak sendu mengerjap. Menampilkan dua bola mata hitam yang bening dan memikat.

"Selamat malam, Ifa," sapa Bagus.

Manik Ifa membulat. Dalam satu gerakkan ia dudukan diri dan bergerak mengambil posisi menjaga diri.

"Tenanglah, aku tidak akan menyakitimu." Bagus berdiri dari kursi agungnya. Ia berjalan mendekati kaca kamar yang menampilkan pemandangan malam di negara Pakistan.

"Apa yang kau inginkan dariku?" Ifa mengangkat wajah. Menampilkan sosok angkuh yang anggun tak terjamah.

Bagus membalikkan tubuh dan memandang Ifa penuh minat.

"Jadilah istriku, Ifa...."

Ifa tersenyum miris.

"Aku tidak berminat."

"Jangan memaksaku berbuat hal yang tidak-tidak, Ifa."

"Apa?" sengit Ifa. Ia bergerak turun dari ranjang.

"Aku tidak suka penolakkan!" Bagus bergegas mendekat dan penolakkan benar-benar dilayangkan oleh gadis anggun itu.

Ifa menepis setiap usaha tangan yang berniat menyentuhnya.

"Kau gila?!" raung Ifa tak terima.

"Kau yang memaksaku berbuat seperti ini! Apa kau tidak tahu separah apa aku mengharapkanmu?!" Manik Bagus bertubrukan langsung dengan sorot murka milik gadis khayalan.

"Istighfar," ucap Ifa dengan getar yang terlihat jelas di bibir. Tangannya masih sibuk menghalangi Bagus yang berusaha menjamahnya.

"Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah fahisyah (perbuatan yang keji) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh oleh seseorang). QS. Al-Isra ayat 32," terang Ifa tegas.

"Ada tiga golongan orang yang Allah Azza wa Jalla tidak akan berbicara kepada mereka, tidak menyucikan mereka, tidak melihat mereka dan mereka mendapat adzab (siksa) yang pedih yaitu orang tua yang berzina, raja yang pendusta dan orang miskin yang sombong. HR. Muslim dari Abu Hurairah ra," tambahnya.

"Untungnya aku bukan orang tua dan jika kamu memiliki anak dariku, bukankah kau sudah pasti akan menjadi milikku?"

Ifa menggeleng.

"Jika pun itu terjadi, kau tetap tidak akan pernah bisa memilikiku."

Bagus termenung. Usahanya mendekap Ifa perlahan memudar. Dan hal itu dimanfaatkan Ifa untuk melangsungkan perlawanan mutlak. Gadis dengan seragam merah maroon itu menampar Bagus dan menedang keras perutnya.

"Anak itu haknya (laki-laki) yang memiliki tempat tidur (suami yang sah) dan bagi yang berzina tidak mempunyai hak apa pun (atas anak tersebut)."

"Anak tersebut dinasabkan kepada ibunya bukan kepada laki-laki yang menzinai dan menghamili ibunya (bapak zinanya) walaupun ... akhirnya laki-laki itu menikahi ibunya dengan sah."

The True Traveller (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang