Bagian 36

125 11 6
                                    

Bumi begitu tenang, seolah paham perasaan seseorang yang kini telah tergugu khusyuk dalam berdoa. Doa panjang untuk pemilik jasad dibawah makam. Dan angin sore seolah menjadi penolong bagi nafasnya yang terasa kembali tertahan.

"Pamaannn ... aku disini ... aku menggunakan warna baju yang paman suka."
Ifa tersenyum menerawang jauh pada saat-saat indah kebersamaannya dengan paman Anton.

"Paman selalu tertawa jika melihatku menggunakan pakaian berwarna serba merah maroon. Paman bilang paman merasa geli melihat warna yang paman sukai berjalan dan bergerak."
Ifa menengadahkan wajahnya, berusaha menahan genangan air mata yang sudah mulai menumpuk di pelupuk mata.

"Paman, aku disini ..."
Ifa tak kuasa menahan tangis, ia memeluk erat lututnya mencari kekuatan agar bisa lebih ikhlas melepaskan.

"Fa ... udah ya, pamanmu pasti baik-baik saja disana. Kamu kan sering kirim doa untuknya."
Kak Rizki mengusap punggung Ifa yang bergetar.

"Kita lanjut yuk? Kita kan mau nonton film di bioskop."
Kak Rizki mencoba membujuk adiknya agar berhenti meratapi masa lalu.

"Ayooo ..."
Kak Rizki menarik Ifa dan membawa tubuh ringkih Ifa kedalam dekapannya.

"Kamu tidak sendiri, kakak akan selalu menemani kamu."
Kak Rizki mengecup kening Ifa dan membawa Ifa menuju tempat yang dikata orang sangat disarankan bila sedang ada di Jakarta.

"Kita ke Kota Tua dulu yuk?"
Ifa mengangguk dan tidak protes saat kak Rizki menghentikan taksi. Walau sebenarnya rencana awal mereka adalah menaiki Damri atau busway.

Di dalam taksi Ifa memindahkan ranselnya ke pinggir lalu mengeluarkan buku catatan kecil berwarna hitam.

12 Rabiul Awal

Jakarta
Macet, bising
Tapi tak mengganggu

Sebab disini segalanya berawal
Dia yang tak bisa kugapai
Tak pernah bisa kujumpai kembali

Ibu, aku putrimu
Merindu sosokmu yang tak kutahu dimana
Tapi doaku ibu,
Semoga engkau baik-baik selalu.

Dan dia yang memberi perubahan,
Juga pergi meninggalkan pesan
Secarik rindu yang kehilangan titik temu.

Paman, aku baik-baik saja
Dan kini usiaku 17 tahun
Tapi kau sudah pergi lebih dulu
Meninggalkan janji juga ukiran mimpi di pelabuhan kenangan

Tapi paman,
Aku sudah tak sendiri
Ada kak Rizki yang menjadi pengisi sepi
Meski ia selalu bungkam
Bila aku bertanya
Dimana ayah,
Dan bagaimana ibu ..

Tertanda
Lathifa

.
.

"Ngapain sih, Fa?"
Kak Rizki mencoba mengintip buku catatan Ifa, namun gerakan Ifa menutup buku lebih gesit dan tepat.
"Enggak ngapa-ngapain, eh kak kayaknya udah nyampe, deh. Yuk turun ..."
Ifa meraih ransel dan tas jinjing lalu memasukan buku catatannya yang saat ini menjadi pusat perhatian sang kakak.

The True Traveller (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang