Bagian 31

127 12 0
                                    

Malam yang pekat menekan kesendirian, menutup kuat jalan nafas kebahagian.
"Arya, sampai kapan kau akan melakukan ini?"
"Sampai dia aman dan si bodoh itu lenyap."
"Apa kau yakin untuk melakukannya sendirian?"
"Memangnya pada siapa aku harus meminta bantuan?"
"Kau tau persis jawaban dari pertanyaanmu itu."
"Aku tidak sudi, gara-gara dia semua ini terjadi."

Toni menghela nafas, sahabat karib serta teman seperjuangannya ini memang sangat keras kepala dan susah di kendalikan.
"Terserah, tapi aku akan tetap ikut denganmu."
Arya mengangguk dan menepuk pundak Toni.
"Ayo kita lanjutkan."
.
.
.
.

Ifa sedang bermunajat, berzikir dan memohon kepada yang Maha Satu. Besok pagi Ifa akan melanjutkan perjalanannya ke Pulau Sulawesi. Ifa sudah menyelesaikan program sekolah tertinggalnya dan proses pendaftaran kuliah, semuanya berjalan lancar. Seperti prediksi om Hasan, Ifa berhasil melewati semua proses dengan mudah dan dibekali beasiswa penuh. Semua orang terkejut saat melihat Ifa, mereka mengenali jati diri Ifa di internet, sebagai 'Street Doctor'.
Dan karena itu pula, hanya butuh 6 bulan semuanya selesai dengan cepat dan rapih.

Tok .. tok .. tok ..
Pintu kamar Ifa di ketuk pelan dan Ifa sudah punya nama untuk pelakunya.
Ifa lalu bergegas melepas mukena dan memakai jilbab hitam instannya. Setelah itu Ifa bangkit berlalu membuka pintu.

"Kak Dila ... ayo masuk."
Selama 6 bulan ini Ifa menjadi sangat dekat dengan kak Dila, korban kecelakaan yang Ifa tolong. Kak Dila lebih tua dari Ifa, usia mereka terpaut 3 tahun. Dan karakter kak Dila seperti eteh Sarah, cerewet dan banyak tanya.

"Mending kita ngobrolnya di ruang tv, sambil ngemil gitu. Kalo di kamar gak asyik, apalagi kamar kamu hanya berisi buku-buku tebal yang enggak aku ngerti asal-usulnya."
Ifa tersenyum, ia mengakui bahwa membaca merupakan hobi terfavoritnya. Apalagi jika buku tersebut merupakan buku medis dan buku novel dengan tulisan sastra yang menghanyutkan rasa.
Selain tentang medis, Ifa juga sangat menyukai sastra. Bahkan buku catatan yang menampung tulisannya sudah menumpuk dan tak terhitung. Dan ia menyimpan semua buku catatan tersebut di sebuah lemari khusus yang Ifa beri nama 'Sastra Project'.

"Ayooo ..."
Kak Dila menarik Ifa dan Ifa menurut tanpa protes. Urusannya akan beda jika Ifa menolak, kak Dila akan mengacaukan buku Ifa yang sudah tertata rapih.

Oh, bukankah itu mengerikan?

"Aku punya film drama korea baru, aku pinjem dari Sinta. Katanya ini seru banget, terus oppa-oppanya pada ganteenngg ... aaaaaaa ..."
Kak Dila mulai mengeluarkan karakter kpopnya dan Ifa hanya diam.
Sesuai prediksi, jika tidak meminta Ifa membantunya mengerjakan tugas sekolah, maka panggilan yang datang dari kak Dila adalah membawa turut serta Ifa menyaksikan drama korea baru yang ia dapat entah dari mana.

"Kak, aku ke kamar aja ya?"
Dan pertanyaan Ifa dibalas tatapan ancaman sang kpoper Dila. Ifa pasrah ia patuh pada tatapan sang kuasa nyonya Dila Altamira.
"Kamu duduk disini ayo."
Ifa di tarik kak Dila untuk ikut duduk di sampingnya dan menyodorkan Ifa makanan ringan yang pasti di beli dari uang kak Harris yang kak Dila palak.
Ifa menelan ludah, film yang di bawa kak Dila kali ini memiliki 52 episode dan setiap episode memakan waktu hampir 2 jam.

'Baiklah ...'
Ifa lalu mengambil posisi paling nyaman, bersiap-siap berlayar di alam mimpi.
"Kamu jangan tidur lagi ... atau akan kupastikan buku-buku tebalmu kujual ke tukang loak."

Hancur sudah.
Ifa benar-benar tak berdaya. Dan pada akhirnya selama 2 jam itu, Ifa mati-matian berusaha menikmati film yang berasal dari negeri ginseng itu.
.
.
.

"Ifa, kamu sudah menyiapkan barang-barang untuk besok?"
Ifa ingin sekali sujud syukur karena kak Harris datang menyelamatkannya sebelum kak Dila mengatakan ingin menonton episode selanjutnya.
"Oh iya kak, aku beresin barang-barang dulu ya ..."
Ifa bangkit, ingin segera bergegas meninggalkan ruang tv yang saat ini terasa lebih mencekam.

The True Traveller (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang