Bagian 59

96 8 0
                                    

Selamat membaca :)


Temaram. Hari itu mentari terlihat enggan memperlihatkan diri. Mengundang kabut di antara celah pergerakan orang-orang.

Awan hitam turut mengambil peran dalam menghalangi intensitas cahaya menghidupkan kota. Seolah semuanya ikut berduka pada hal yang telah terjadi di tiga hari yang lalu.

"Faa, mengapa kamu begitu suka tertidur?" Dirga menatap nanar sosok yang sudah tak sadarkan diri selama tiga hari di atas kasur rumah sakit Malaysia.

"Apa kamu tidak berniat bangun dan mengunjungi makam si preman songong?"

Dirga menghela napas panjang lalu menyenderkan punggung pada penyanggah kursi rumah sakit.

"Faa, kamu tidak perlu khawatir lagi tentang Harris. Dia sudah ditangani dokter bahkan sudah bisa pulang ke Indonesia untuk membawa si rombeng mengikuti ujian semester." Dirga tersenyum geli. Bayangan Kak Dila yang merajuk akibat tidak ingin pulang ... menggelitik hati.

"Aku tidak habis pikir, bagaimana bisa kamu bersaudara dengan orang yang sifatnya sangat bertentangan denganmu?" Dirga menengadah, menatap sendu langit-langit ruangan yang bercat putih.

"Kolonel Syahid, Kolonel Ella, Iptu Bagus dan Perawat Sarah ... mereka mendapatkan penghargaan karena berhasil menghentikan pengedaran narkoba di Malaysia."

"Kamu harus tahu, Mr. Rais kembali untuk menolongmu." Dirga menatap kembali wajah damai insan terlelap di hadapan. Mencoba mencari tahu hal istimewa apa yang dimiliki gadis ayu di hadapan. Hingga seorang pemimpin partai seperti Mr. Rais ... membawa lengkap pasukannya hanya untuk menolong Ifa.

"Mr. Rais mengatakan bahwa dia hanya ingin balas budi karena kamu sudah menolong istri dan anak-anaknya." Dirga menjeda, "Memangnya apa yang sudah kamu perbuat, Ifa?"

"Ck. Jika begini aku bisa gila." Dirga menunduk. "Kamu memang selalu begitu. Bersikap seolah sendirian dan tidak mempedulikanku."

Dirga memandang lurus tembok polos di hadapan. Ingatannya mengambang pada saat tim lain bersejata lengkap memasuki pertempurannya di kediaman Mr. Jordan.

Tak disangka, ayah dari dua tawanan datang membawa pasukan lengkap. Dan tanpa banyak berkomentar, Mr. Rais berteriak yakin memerintah pasukan untuk meringkus Mr. Jordan dan menetapkan hukuman sebagai pengedar narkoba.

Dan selanjutnya, polisi Indonesia datang mengepung dan membawa Zein serta jasad Rian ke Indonesia.

"Terimakasih," lirih seseorang membuyarkan lamunan.

Dirga mengerjap. Gadis merah maroonnya sudah sadarkan diri. Dan kini manik bening itu tengah memperhatikannya.

"Terimakasih sudah datang membantuku, terimakasih kamu sudah ada saat aku membutuhkanmu, terimakasih atas semua usahamu dalam menolongku, terimakasih, Dirga, terimakasih ...," ucap Ifa yang ditetapkan Dirga sebagai dialog paling panjang yang pernah Ifa sampaikan padanya.

"Ifaa ... kamu ...." Dirga terbata.

"Aku tahu kamu bisa andalkan." Ifa tersenyum lemah.

"J ... jangan begitu ... Aku hanya sedang baik saja." Dirga mencoba tetap terlihat tenang.

"Aku tidak merasa sendirian, Dirga. Oleh sebab itu ... aku meminta bantuanmu," terang Ifa.

Dirga terperanjat. "J ... jadi sejak tadi kau mendengar perkataanku?"

Ifa hanya tersenyum geli. Tingkah gugup Brigjen muda di hadapan membawa penawar bagi hati yang baru saja kembali kehilangan.

"Kenapa kau tidak berbicara sejak tadi? Kau ingin mengerjaiku?" Dirga berdiri, ia lalu mengacak rambut hitamnya.

The True Traveller (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang