Bagian 35

130 10 2
                                    

"Ifaa ...?"
Kak Rizki yang duduk disebelah Ifa menyentuh lembut pundak Ifa.
"Hmm?"
Ifa tak berniat melepas fokusnya yang tertuju pada rintik-rintik air hujan di kaca bis.

Hari ini Ifa dan kak Rizki berniat mengunjungi makam paman Anton di Jakarta. Ifa meminta kak Rizki untuk mencoba melakukan perjalanan dengan menggunakan kendaraan umum. Dan diluar dugaan, kak Rizki setuju tanpa protes.

"Kita turun saja yuk?"
"Kenapa?"
"Kakak gak nyaman disini, lihat ... dari tadi mereka terus melihat ke arah kakak. Apa ada yang salah dengan penampilan kakak?"

Ifa menoleh lalu memperhatikan penampilan kak Rizki hari ini.
Kaos putih polos, jins hitam dengan ransel abu-abu serta topi Adid*s, terlihat sangat cocok untuk moment santai hari ini. Ifa tidak menemukan ada yang salah. Lalu Ifa mencoba mengikuti petunjuk lirikan mata kak Rizki dan menemukan sekelompok wanita muda dengan pakaian kekurangan bahan menatap genit kak Rizki.

Ifa mendengus, usia kak Rizki sekarang pasti menginjak 20 tahun. Dan kadar ketampanannya seakan ikut bertambah seiring pertambahan usianya.
Ifa mengangkat tangan dan mengarahkan pada topi kak Rizki lalu menarik topi hingga menutupi wajah kak Rizki yang kharismatik.

"Loh, Fa. Kalau gini caranya, kakak mana bisa liat?"
Kak Rizki menyentuh topi dan berusaha mengangkatnya namun tangan kanan Ifa masih bertengger disana dan tetap setia menarik topi ke bawah.
"Biarin. Kakak kan tadi bilang gak suka di liatin mereka. Nah, sekarang aku lagi nolongin kakak."
Ifa tersenyum, merasa geli dengan ide konyolnya sendiri.
"Tapi gak gini juga kali, Faa ..."

Ckiiiittttt ... breemmm ...

Ifa tak berhasil menjawab perkataan kak Rizki, tubuhnya terdorong kedepan akibat rem mendadak lalu kembali melaju dengan kecepatan diatas rata-rata.

"Ada apa ini?"
Penumpang yang duduk di belakang Ifa berdiri dan berjalan kedepan walau beberapa kali sempat terpenal akibat bis yang berjalan tanpa kendali. Dia lalu berteriak panik saat mengatakan bahwa pengemudi bis mengalami serangan stroke mendadak.

"Bagaimana ini?"
Bis berjalan tanpa kendali, membuat kehebohan besar di jalan raya Jakarta Utara.

Ifa lalu bergegas maju kedepan dengan menarik kak Rizki.
"Kak, kakak bisa mengambil alih kemudi kan?"
Ifa bertanya jelas pada kak Rizki dan kak Rizki menanggapi dengan anggukan ragu.
"Kalau begitu bantu aku memindahkan supir bis ini dan setelah itu kemudi kakak yang megang, aku akan mencoba menolong bapak ini sebisaku."
Kak Rizki kembali mengangguk dan meminta penumpang lain untuk membantunya mengangkat supir bis yang mendadak tak bisa bergerak karena penyakit stroke.

"Tolong dudukan disini."
Ifa meminta para penumpang yang mengangkat supir bis untuk mendudukannya di kursi penumpang yang sudah Ifa utak-atik agar lebih nyaman untuknya melakukan penanganan medis.

Ifa mengeluarkan alat tensi darah digital dan mulai melakukan pemeriksaan.
'Tensinya lebih dari 200 mmhg.'

Ifa lalu melakukan diagnosa iridologi, serta diagnosa lidah, telapak tangan dan mengecek kondisi pembekuan darah di tubuh pasien barunya.
'Hmm ... ini masih stroke ringan.'

"Allaahh .... Allaahhh ..."
Ifa terdiam, bapak ini begitu tawakal. Saat dia tak bisa berbicara karena posisi mulutnya mulai bergeser, hanya nama Allah yang berusaha ia sebut.

Ifa menoleh menatap lekat pasien barunya. Terlihat ada beberapa bulir bening yang lolos dari mata sang supir bis.
"Bapak tenang ya, Allah tidak akan memberi ujian di luar kemampuan bapak."
Ifa tersenyum lembut, berusaha memberi dorongan rohani pada pasiennya.

Ifa lalu mulai membongkar tas jinjingnya, mengeluar beberapa alat medis yang mungkin bisa membantunya.

Ifa meraih botol bening berisi lumpur dan mengeluarkan beberapa ekor lintah yang di sambut jeritan takut para penonton tindakan Ifa.

The True Traveller (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang