Bagian 55

79 8 0
                                    

"Assalamu'alaikum, Lathifa?" Ucap Rian dengan gerakan mendudukan diri di sofa merah berdebu.

"Wa'alaikumsalam," jawab Ifa masih tak paham alasan Rian bisa berada di sini.

"Apakabar, Rian?" Zein melangkah mendekati Rian.

"Kabarku baik, kau sendiri bagaimana? Masih suka membuka jalur perdagangan haram?" Rian melirik Zein.

"Kabarku baik. Terimakasih sudah datang." Zein duduk di sisi kanan Rian lalu meluruskan pandangannya ke depan.

"Jangan terlalu percaya diri. Aku datang bukan untukmu," ucap Rian serius.

Zein tidak merasa terganggu dengan ucapan Rian. Ia lalu berdiri kembali dan melangkahkan kaki mendekati sebuah lemari tua usang.

"Dia kenalanku," terang Rian menjawab tatapan tak paham gadis manis yang tetap santai berdiri anggun.

"Yang perlu kamu tahu dia sangat ahli dalam hal bersiasat licik dan bermain racun," timpal Zein dengan tangan yang mulai membuka lemari tua.

"Dia sudah tahu bahkan aku pernah memberikannya koleksi favoritku."

Zein mendadak berhenti menulusuri lemari dan berbalik menatap nyalang lawan bicara.

"Itu masa lalu Zein, kau tahu pasti akan hal itu." Rian membalas tatapan nyalang pemuda jangkung di hadapan.

Zein tak melanjutkan aksi mengintimidasinya. Ia lalu mengeluarkan sebuah gulungan yang nampak berdebu.

"Fuuhh ...," Zein meniup debu di peta lalu membukanya.

"Ini peta bangunan yang biasa mereka gunakan untuk menyekap tawanan," terangnya dengan kaki yang ia langkahkan mendekati sebuah meja bundar di tengah ruangan.

Ifa dan Rian mengikuti pergerakan Zein dan mulai mengamati isi peta coklat yang masih terlihat berdebu.

Ting,

Notifikasi ponsel menggerakan lengan Ifa untuk melihat layar gawai.

From Kak Harris

085861635xxx

Kirimkan lokasimu.

_____

Jari Ifa bergerak menyetel GPS lalu menyambungkan dengan kontak Kak Harris.

To Kak Harris

085861635219

Aku sudah memasang GPS dan menghubungkannya dengan kontak kakak.

Send.

"Zein, kau yakin akan melakukan ini?" Ucap Rian memecah fokus Zein pada peta dan fokus Ifa pada ponsel.

"I mean (maksudku), kau tahu sendiri resiko seperti apa yang menunggu di sana jika kita tetap nekad menerobos kediaman si Tua Bangka itu, terutama untuk dirimu sendiri," tambah Rian.

Zein tak menanggapi ucapan Rian. Ia lalu kembali memfokuskan diri pada denah bangunan rumit di atas meja bundar.

"Rahma, saya bisa menjamin Laila dan Zakir disekap di sini." Zein menunjuk pada denah ruangan kecil di tengah rumitnya peta.

Ifa mengangguk, "Kita membutuhkan rencana."

Zein ikut mengangguk dan Rian menyeret sebuah kursi dan mendudukinya di antara Zein dan Ifa yang tengah berdiri serius.

"Aku punya rencana," ucapnya serius dan datar.

"Jelaskan." Zein berjalan mundur beberapa langkah lalu menyenderkan tubuhnya pada tiang penyanggah bangunan.

The True Traveller (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang