Bagian 41

115 8 8
                                    

Pagi, suasana cerah tapi temaram. Mentari hadir namun cahayanya terhalang awan.

Hari ini adalah hari Ifa keluar dari bangunan beraroma obat setelah hampir satu bulan lebih ia di rawat.

Walau sebenarnya Ifa sudah boleh pulang sejak seminggu lalu, tapi ayahnya entah mengapa meminta Ifa untuk tinggal lebih lama di ruang rawat. Katanya agar Ifa mendapatkan proses pemulihan secara sempurna.

"Faa, kamu yakin mau ketemu ibu dulu?"
Ayah Ifa berjalan dengan wajah menunduk, entah apa yang sedang ia pikirkan.

"Kita ke rumah dulu, mau?" lanjut ayah Ifa.

Ifa menggeleng tanda tidak setuju.

Laki-laki yang hari ini berjas hitam itu menghela nafas.
"Baiklah, ayo berangkat."

Ayah Ifa mengangkat ransel dan tas jinjing Ifa, serta membawa Ifa ke dalam rangkulannya.

***

"Lho, ayah, apa ibu di pindahkan dari tempat sebelumnya ibu di rawat?"
Ifa yang duduk sejajar di kursi penumpang dengan ayahnya merasa heran. Sebab jalan yang di tempuh kali ini berbeda dengan jalan yang ditempuhnya sebelumnya.

Namun yang di tanya hanya tertunduk diam.

Perasaan Ifa mengatakan ada yang tidak beres. Sebagian hatinya sudah lebih dulu terasa sakit.

"Katakan. Apa yang terjadi?"
Suara Ifa tercekat, tapi ia tetap harus tau keadaan wanita terkasihnya.

"Kita sudah sampai," jawab ayah Ifa tanpa menghiraukan pertanyaannya Ifa.

"Ayo," laki-laki yang baru saja keluar mobil mengulurkan tangannya pada Ifa. Dan Ifa menerima uluran tangan dan ikut keluar.

"Ayah, a ... apa maksudnya ini?"
Kaki Ifa bergetar, tangannya mencengkram kuat pergelangan tangan ayahnya.

Tidak. Jangan lagi.

Ifa melangkah, tanah seakan selalu ingin merebut kebahagiannya.

Tubuh Ifa lemas, kakinya tak lagi bisa menopang, ia ambruk di hadapan dua makam yang masih terlihat baru.

"Ayah, ini ... kak Rizki kan? Lalu siapa ... siapa ...?"
Ifa tak bisa melanjutkan pertanyaannya. Walau sudah ada nama bagi pemilik makam tapi Ifa terus menolak, berharap yang ada dipikirannya keliru.

"Kenapa?"
Ifa mendongak dan menemukan lelaki yang merupakan pemilik segala sifat kak Rizki berasal bermata sayu dan tersiksa.

"Katakan ...."
Lirih Ifa meminta keterangan.

Ayah Ifa memejamkan mata lalu menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan kasar.

Perasaan sedih, sakit dan tak berdaya menyatu dalam setiap deru nafas yang keluar parau.

"Dia mendonorkan jantungnya untukmu," hanya itu yang bisa ia ucap. Derita seakan menyekat.

Lelaki yang telah kehilangan putra dan istrinya itu menyeka kasar air mata.

Ingatannya jauh melayang pada saat dimana ia di kabarkan bahwa putrinya memiliki kondisi jatung yang lemah. Dan kejadian yang akhir-akhir ini menimpanya telah memberi Ifa syok berat.

Dada Ahmad bergemuruh, hatinya hancur saat dokter mengatakan bahwa Ifa tak akan bisa hidup lebih dari satu tahun jika tidak menerima tindakan operasi cangkok jantung yang memerlukan donor jantung baru.

Lelaki yang selalu suka berjas abu-abu itu semakin kalut dalam perasaan hancur, saat dirinya menyodorkan jantungnya sendiri namun tak di terima.

Dokter mengatakan kondisi jantung Pak Ahmad tidak sehat akibat terlalu banyak kandungan rokok di dalamnya yang bisa menimbulkan resiko lebih besar pada hasil operasi.

The True Traveller (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang