Bagian 68

86 14 1
                                    

Sang raja siang tengah duduk agung di singgasananya dengan melodi bumi yang menunduk diam. Sedangkan langit seperti biasa, memadu citra bersama awan bersih yang bertebaran.

Di bawah naungan sinar terik sang surya, sepasang kaki berbalut sepatu kets hitam membelah arah. Menyusup pada keramaian dengan setelah merah maroon. Ransel coklat hitam yang ia tenteng beberapa kali bergeser dan berulang-ulang ia perbaiki.

Gadis berkerudung lebar itu menilik sebuah kedai, mencari tanda halal tercetak di spanduk. Ia lalu tersenyum saat maniknya menangkap apa yang ia cari.

"I want it (aku ingin itu)," tunjuk Ifa pada makanan berbahan dasar tepung dan daging serta sayuran mentah.

"You want kebab, Miss (anda ingin kebab, Nona?"

Ifa mengangguk dan selanjutnya satu porsi Kebab bertukar dengan uang Rupee miliknya.

"Thank you."

"You're welcome."

Ifa memasukkan kebab yang masih terbungkus ke dalam ransel. Rencananya ia akan menikmati makanan khas timur tengah itu di taman pelajar di pusat kota.

Selanjutnya, langkahnya yang berirama berhenti di depan toko kue. Ifa membeli satu kotak kecil kue manis dan kembali memasukkannya ke dalam ransel.

Ternyata, memiliki uang lebih saat berjelah itu ... menyenangkan, gumamnya dalam hati.

Ifa kembali melangkahkan kaki. Senyumnya samar sedang maniknya bersinar. Dosennya mengatakan bahwa ia kemungkinan akan pulang lebih awal, sebab semua nilai mata pelajarannya telah terpenuhi dengan baik.

Ting, ponsel bergetar di saku rok.

From Dirga Dodol

089691635xxx

Bisakah jalanmu di perlambat?

__

Ifa mendadak mengehentikan laju kaki.

Ting,

From Dirga Dodol

089691635xxx

Apa kau sedang dikejar rentenir?

__

Ifa berbalik dan sejurus kemudian penampakkan pemuda berseragam tentara menyembul dari celah-celah keramaian.

"Hay," sapanya enteng.

"Sedang apa kau di sini?" seru Ifa tak percaya. Baru saja ia terlepas dari pemuda berambut sebahu dan kini si tentara muda menyebalkan datang tanpa wacana.

Setelah kegiatannya di kota Peswarah, Ifa diantar Zein menuju bandara kembali dan terbang ke Lahore. Tempatnya akan menempuh pendidikkan. Dan sudah empat bulan dirinya telah kembali pada rutinitasnya yang selalu sendiri di tanah Pakistan.

"Aku membawakanmu makan." Dirga mengangkat dua plastik putih berukuran sedang.

"Dirga," sanggah Ifa sebal.

"Baiklah, baiklah, Nona. Sebelum ceramah panjang kali lebar, ada baiknya kita menikmati rizki yang Allah berikan pada kita hari ini," terangnya dengan menggoyang-goyangkan bawaan.

"Ayo," ajaknya pada tempat tujuan Ifa sebelumnya, kota taman dan pelajar di pusat kota.

Ifa tak menolak ia berjalan mengekor di belakang dengan kecamuk pertanyaan yang menyerang pikiran.

"Sedang apa kau di sini?" tanyanya lagi setelah kedua insan menemukan tempat yang dianggap nyaman.

"Aku mendapat tugas di sini." Dirga meletakkan barang bawaannya. "Kenapa? Kau tidak suka? Protes sendiri sana," cecarnya dengan tersenyum mengejek.

The True Traveller (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang