Bagian 54

112 13 2
                                    

#TheTrueTraveler

#Bagian54

Hay, assalamu'alaikum teman-teman. Ifa is back. Tapi untuk update-nya masih belum bisa terjadwal dikarenakan tulisan kisah Ifa kali ini hasil nebeng laptop si abang :v minta doanya semoga selalu ada kesempatan untuk anak manis ini menjelajahi laptop si abang :D

Selamat membaca :)

Pagi indah, cerah dan menyambut langkah baru dari seorang Rahmalia Lathifa. Negeri Jiran cukup bersahabat bagi insan yang terbiasa dengan suhu normal.

Cekrek.

Ifa mengambil gambar ke tujuh dari banyaknya miniatur masjid di Islamic Art Museum Malaysia. Museum ini unik. Bukan hanya benda-benda bersejarah yang dipajangkan, tapi pengunjung pun berkesempatan mempelajari sejarah Islam di sini, dengan disediakannya fasilitas perpustakaan museum yang lengkap dan nyaman.

Ifa menengadah, dan ditemukannya atap museum berukir kaligrafi rapih nan indah. Ifa mengarahkan kamera poket dan ... Cekrek. Satu gambar bernuansa islami ia ambil kembali dari bangunan yang berdiri agung di tengah jantung Kuala Lumpur.

"Sepertinya kamu memang cocok berada di sini."

Ifa berbalik, dan netranya yang bening menangkap apik sosok jangkung berkaus biru.

"Zein ...," panggil Ifa sedikit merasa heran.

Zein mengangguk,

"Saya hanya merasa penasaran dengan isi bangunan yang menjadi perbincangan banyak turis di depan." Zein mengangkat kamera besar yang ia selendangkan dan mengarahkannya pada beberapa al-qur'an yang ditata rapih di atas meja berbalut beningnya kaca.

Ifa tersenyum kecil lalu berlanjut melangkahkan kaki menuju lantai yang menyajikan ruangan perpustakaan museum.

"Rahma, menurutmu apa pentingnya sejarah?" Tanya Zein yang ikut memasuki ruang perpustakaan.

Ifa termenung sesaat, mencoba menelusuri pemikirannya sendiri tentang sejarah.

"Bagi saya sejarah itu ... kebutuhan."

Zein mengernyit,

"Maksudmu?"

Ifa mengambil satu buku berjudul 'Super Muslim' dan membawanya menuju meja baca yang disediakan perpustakaan museum.

"Untuk bisa hidup dengan benar maka kita perlu contoh dan arahan, bukan begitu, Zein?"

Zein menyelendangkan kembali kameranya dan ikut menarik kursi di hadapan meja panjang.

"Lalu ... menurutmu, apa pentingnya agama? Bukankah agama hanya membuatmu terbebani sebab harus mengikuti aturan dan melakukan banyak hal yang melelahkan dan tidak perlu?"

Ifa menutup buku tebal yang sedang ia baca.

"Seperti kata saya tadi, untuk hidup dengan baik kita membutuhkan aturan dan arahan. Dan dalam agama kita bisa menemukannya dengan mudah dan tepat."

"Menurutmu, apa agama bukan media untuk orang-orang yang ingin mengatur sekelompok manusia?" Zein menatap Ifa, berharap bisa menemukan raut kemarahan atau menghina.

"Zein, adanya agama memang untuk mengatur manusia. Kamu bisa membayangkan bagaimana kacaunya kehidupan bila tidak ada peraturan yang menata?" Ifa menjeda, "Aturan itu tidak selalu berefek negatif. Jika kamu mampu menemukan peraturan yang logis dan memberi penerangan, maka kamu tidak harus meragukannya."

Zein terdiam. Ia lalu beranjak mendekati kaca museum yang menampilkan jantung kota Kuala Lumpur. Namun tiba-tiba matanya membulat.

"Rahma, kamu harus melihat ini!" Tegas Zein dengan tak mengalihkan perhatiannya pada pergerakan sekelompok pria berjas hitam yang menyeret seorang gadis muda dan seorang anak laki-laki.

The True Traveller (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang