Bagian 77

115 11 0
                                    

Laksana bunga, Matahari merekah indah. Menjatuhkan intensitasnya pada Bumi. Merebak bersama aroma bahagia yang menguap.

Akhirnya, setelah derita menimbun dan kisah sembilu menganga, sekuntum mawar indah bisa dipetik dan dikagumi.

Rahmalia Lathifa telah menemukan titik menawan dalam sejarah hidupnya. Yang menjadi alasan kumpulan wanita rempong silih menyahut menyingkap rasa tentang kesan pesan pada kisahnya Ifa.

"Gak kerasa, ya?" Annisa Sholihah, gadis bergamis biru dongker melirik setiap manik yang turut hadir memenuhi undangan author. "Cerita Ifa udah mau tamat aja." Ia merenggut menyesali bahwa penulis favoritnya sudah menetapkan bahwa part kali ini adalah The Last Part. "Padahal nih, ya, cerita Ifa itu favorit banget, penuh kejutan, puisinya mantap jiwa! Pokoknya keren beud!"

"Sayangnya, malah harus tamat juga," timpal Abitri. Ia meniup ujung jilbab abu-abu yang jatuh mengenai wajah. "Tapi ngomong-ngomong, itu kamu pake hills tinggiii ... banget. Berapa?" tunjuknya pada ujung tampilan gadis dengan kado miniatur rumah.

"Hehe." Annisa terkekeh sesaat. Menggaruk kepala yang tertutup jilbab abu lalu menjawab, "Tinggiku Cuma 147, jadi ya musti pake hills yang tinggi. Hills-ku yang ini tingginya 12 cm."

Abitri ikut tersenyum kecil. Ia mengangguk dan menepuk sebuah kotak besar yang sejak tadi bertengger di sisi. "Aku bawa kado seprai Boniti," ucapnya dengan terkikik geli.

Agak sulit memang membawa barang sebesar itu ke resepsi pernikahan. Apalagi dengan gamis panjang. Untunglah motif krem yang memperindah gamis bisa membuatnya terlihat kalem meski harus bersusah payah menenteng kado besar.

"Masih mending seprei, aku jam dingdong," sela Yasmi tetiba. Dia berjalan anggun dengan menyeret gaun biru langit dengan motif bunga yang menjutai indah. Kerudungnya putih bersih. Tampak bercahaya dan memberi kesan suci tak tersentuh.

"Mana?" tanya Abitri setelah celingukan mencari barang yang ditenteng gadis manis itu. "Kok gak ada apa-apa di tanganmu?"

"Aish! Ngapain di bawa-bawa, simpen aja di sana," tunjuk Yasmi pada meja terbungkus kain putih dengan dua gadis yang tampak bercengkrama ringan. Pakaian mereka serupa. Itu menandakan bahwa dua gadis itu adalah Pager Ayu.

"Ya salam! Kok aku gak ngeuh, ya!" Abitri menepuk jidat.

"Yang kamu pikirin Dirga mulu, sih!" Maa Laa datang tiba-tiba. Ia duduk di kursi tamu lalu melahap es krim vanila. "Dirga itu naksirnya sama Ifa bukan sama aku, ehh!" Maa Laa merasa aneh dan yang lain menertawakan.

"Aku rindu author," kata Rini Sugiarti. "Ujiannya udah selesai belum, ya?" lanjutnya dengan merenggut.

"Sama, aku juga rindu Author-nya Ifa." Gadis dengan gamis putih motif bunga abu-abu ikut menimpal. Ia memperbaiki jilbab abu-abunya dan menepuk Rini. "Kayaknya ujiannya udah selesai."

"Kok kamu tua?"

"Tau! Tua-tua! Dasar fans Ifa!" gerutu Nabila Oktaviani. Niatnya ingin menenangkan, malah begini jadinya. Rini menertawakan dan yang lain pun sama. Nasib-nasib.

"Ngomong-ngomong, katanya kamu bawa kado es cendol. Mana?" tanya Rini.

"Oh, itu ... ada deh!" Nabila balas dendang, ehh dendam, tapi dendam gak boleh. Gak baik. Mending balas dendang aja. Atau rendang juga boleh. Ahihihi.

Giliran Rini yang merajuk. "Huh!" Dia berlagak ngambek.

"Aelah, gitu aja ngambek. Iya, iya, cendolnya udah aku kasih ke Pager Ayu. Ternyata yang jadi Pager Ayu itu Kak Dila sama Akak Laila!" seru Nabila heboh.

"Wah, mereka cantik-cantik, ya?" puji Nindi, undangan dengan gamis merah maroon. Fans Ifa kayaknya :v di tangannya sebuah boneka Teddy Bear jomblo terbungkus plastik cantik. "Aku suka cerita Ifa. Mengandung banyak point positif. Semoga ada season 2-nya."

The True Traveller (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang