78. Love isn't Scenario

152 10 0
                                    

Pada hari di mana seseorang menawarkan cinta, gadis buta tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Membayangkan rambut sebahu sang pemuda ikut gugup dan kaku malah membuat diri tersenyum geli.

Zein Ibnu Syakir, Ifa mengenal baik suara berat itu. Ifa mungkin buta, tapi memorinya tidak. Pertama melihat Zein, gadis penikmat pena sudah tahu ... dia berbeda. Laki-laki tak acuh yang hidup dalam kepedulian.

Zein pernah tersesat, tidak masalah. Beberapa kali, Ifa pun hampir terjerumus arus putus asa. Diterjang gelombang lelah dan dihempas angin jahannam.

Zein, dulu pemuda itu mengenalkan namanya begitu. Lalu tanpa berbasa-basi memanggil teman barunya Rahma. Entah apa maksudnya, mungkin ada sesuatu pada panggilan itu yang mengingatkannya pada bagian kisah.

Dia begitu gigih dalam keinginan menjatuhkan harga diri agama islam. Mungkin sedang mencari pembelaan, tapi Ifa tahu dia tidak sepenuhnya begitu. Ada hati terpencil yang sudah lebih dulu jatuh hati pada taatnya ibadah.

Pemuda berkalung kamera besar itu selalu begitu, tanpa banyak bicara bertindak sesuai logika. Membantu tanpa perlu diminta. Memahami dengan caranya. Ahh, Ifa hampir gila saat tiba-tiba hati terpaut pada sosoknya.

Entahlah, mungkin hanya mengagumi atau terlalu asing pada kedekatan yang selama ini coba ia hindari. Anehnya, Zein tidak membuatnya terganggu. Pembahasan yang coba ia korek selalu berhasil membuat Ifa memiliki keinginan untuk membawanya melangkah bersama.

Sebenarnya, sihir apa yang pemuda itu berikan?

Dia memang tidak se-ekspresif Dirga. Atau sehebat Kak Bagus. Disandingkan dengan Rian pun terlalu jauh. Dia Zein Ibnu Syakir, seorang pemuda yang sejak kecil selalu sendirian. Terlalu sulit untuk menebak pola pikirnya.

Dia seorang pengedar narkoba. Beberapa kasus pernah dilapor Kak Bagus pada Ifa. Mengatakan, bahwa laki-laki jangkung itu tidak baik bagi gadis seanggun dirinya. Namun, entahlah. Menurut penerima laporan, tidaklah begitu. Selalu ada pembelaan untuk dirinya dalam diri Rahmalia.

Zein Ibnu Syakir, sekali lagi ... sihir apa yang kamu berikan pada gadis dingin itu? Hingga jeruk asam berubah manis dan embun tangis mengering di sungai kecil.

Satu hal yang membuat Ifa merasa nyaman bila di dekatnya, Zein seorang Traveller. Menyenangkan saat ada sayap lain yang bersedia menuntun saat langkah mulai lelah. Terlebih, ada kamera besar yang menggantung di lehernya. Betapa ia sempurna sebagai pria idaman para wanita, tapi tidak bagi Ifa. Kepercayaannya masih perlu dipertanyakan.

Namun, sesuatu terjadi. Lelaki itu datang kembali dengan identitas lain. Ibnu, katanya. Pemuda hilang arah telah memutuskan melepas ragu dan memeluk sendu yang pernah tertuang dalam cakrawala dimensi hati.

Ia bersyahadat, allahu akbar! Betapa Allah selalu memiliki rencana yang manis. Lalu, kalimat rindu yang ia ucap, kembali berhasil mengusik remah rasa yang telah coba Ifa tebas dan binasa.

Suara kharismatik yang menguap di pesawat saat itu, begitu cepat menelusup dalam ke relung hati. Membangunkan sesuatu yang sudah tertanam layu di palung hati. Ahh Ibnu, karenamu Ifa hampir tidak bisa mengenali isi hatinya sendiri.

Mungkin kalian akan bertanya, kenapa musti Zein? Kenapa tidak Dirga?

Sungguh, Ifa sendiri pun tidak tahu. Bukankah keinginan hati tidak pernah bisa kita rencana? Love is not scenario, you know? Kita mungkin sedang sangat dekat dengan seseorang, tetapi si tak tahu diri malah jatuh hati pada sosok lain. Mungkin itu yang sedang terjadi pada gadis bisu dan pemuda jangkung.

Tentang Dirga Pratama, dia baik. Pemuda ekspresif yang tertutup dan bijaksana di luar sana, Ifa tahu. Namun, seperti sebelumnya, Ifa tidak pernah berencana untuk kepada siapa ia seharusnya jatuh hati. Semuanya berlaku begitu saja.

The True Traveller (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang