Bagian 74

98 8 0
                                    

Delhi, 12 Rabiul Awal

Ucapkan selamat pagi pada Bumi
Tersenyum dan embuskan napas syukur
Dia ada sedang mengawasi
Mencintaimu dengan menebar rahmat-Nya
Kamu percaya, 'kan, wahai jiwa yang tengah terluka?

Usap pilu
Tenggelamkan jahilnya prasangka
Hiduplah dengan damai
Hiruplah aroma kasih-Nya
Mengerti?

Jangan mengeluh
Jangan mempertanyakan ketetapan-Nya

Allah Mahatahu
Allah Mahapenyayang

Yakini itu
Maka tidak akan ada duka di hatimu

Tertanda
Rahmalia Lathifa

__

Ifa memeluk diary. Dihirupnya aroma taman yang sudah menampungnya selama 3 bulan.

Saat ia terjatuh dari ketinggian, Ifa sudah bisa memprediksi beberapa indranya akan menghilang dan ternyata ... Allah yang Mahatahu mengambil kembali titipan penglihatan dan suaranya.

Ifa tenggelam. Air danau memeluknya tenang. Membisikkan beberapa kata tentang kepulangan. Tak lupa wajah-wajah terkasih membayang. Membias bersama redup yang mulai padam.

Sesak jelas ia rasakan. Pernapasannya telah penuh oleh air. Ia bahkan telah bersiap jika itu adalah akhir dari kisahnya di muka Bumi. Dengan lafadz tauhid yang ia ulang. Ifa penuhi segala sakit dengan asma-Nya.

Namun, Allah masih mengizinkannya untuk mengarungi kehidupan. Sayup-sayup nyanyian hewan laut bisa ia dengar, akan tetapi kelopaknya yang letih dan lemah terasa sangat lengket dan terlalu berat untuk sekedar mengerjap dan merekam laut dalam.

Indra peraba Ifa bisa merasakan seekor lumba-lumba datang menghampiri. Menggiring tubuh rapuh itu ke tepi.

Ifa terbatuk hebat. Kegelapan menjemputnya kemudian. Ia mencoba melangkah, tapi selalu berakhir dengan tersandung dan terjatuh.

Lalu ... seseorang meraih lengannya lembut. Dengan bahasa India, suara itu memperkenalkan nama: Sonal Kapoor. Dia mengabarkan bahwa Ifa tengah berada di Delhi.

Allahu akbar....

Ifa kembali bertakbir. Dari Pakistan, Dzat yang Mahasatu mengantar Ifa ke tepi Delhi. Sebuah pertolongan baginya yang tengah dilanda ketakutan.

Hebatnya, selama mengarungi Danau, Ifa tak merasa waktu yang ditempuh menyita lama. Ia hanya merasa seakan tengah tertidur dengan buaian sang Ibu yang sedang membacakan ayat cinta-Nya.

Allah adalah Dzat yang Maha atas segala-galanya, yakin Ifa dalam hati.

Terlebih, bukti kasih-Nya telah mengantarkan Sonal Kapoor sebagai pertolongan yang Allah kirimkan khusus untuknya: wanita tua yang tengah berusaha mendirikan sebuah sekolah khusus untuk kaum perempuan yang terisolasi budaya.

Sonal Kapoor mengajak Ifa untuk bergabung dan selama 3 bulan terakhir, Ifa hidup sebagai gadis buta nan bisu yang memberi motivasi kehidupan pada gadis-gadis kecil lain yang menjadi asuhannya.

Maan (Ibu) Sonal Kapoor bercerita bahwa tindakannya ini berawal dari kisah seorang Ibu India yang mengeluh tentang 4 anaknya yang berjenis kelamin perempuan.

Di Kampung Vikas Nagar 20 km dari pusat kota Delhi, labirin gang sempit menjadi rumah bagi masyarakat miskin. Mereka akan menjual anak perempuannya ke rumah bordir dan mengirim anak laki-lakinya untuk sekolah.

Budaya masih sangat kental di sana. Terutama tentang perbedaan kasta. Di labirin gang itu kaum hawa masih dianggap lebih rendah dan seolah menjadi sebuah aib.

The True Traveller (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang