Ifa melangkah memasuki sebuah hutan lebat. Supir bis terakhir yang ia tumpangi mengatakan bahwa Ifa saat ini berada di Pulau Sumatera.
Setelah meninggalkan Puncak, Ifa tak berhenti berjalan. Ia terus menaiki bis hingga akhirnya bis terakhir yang Ifa tumpangi mogok di jalan sepi. Memaksa semua penumpang mencari alternatif lain.
Ifa tak tahu, sudah berapa hari ia melakukan perjalanan jauh pertama yang panjang ini.
Setiap turun bis, yang terbayang dipikiran: Arya ada di tempatnya berada. Ifa benar-benar takut hingga akhirnya memutuskan berjalan sejauh-jauhnya.
Saat Ifa berjalan dalam kegelapan, Ifa tergelincir dan jatuh ke jurang yang penuh dengan semak-semak.
Alhasil, di sinilah Ifa. Dalam gelapnya malam ditemani suara hewan malam yang silih bersahutan.
Ifa masih tetap berjalan mencari cahaya saat netranya menangkap aliran sungai yang memantulkan cahaya.
Perlahan dengan hati-hati Ifa mendekati sungai yang airnya tampak bersinar.
Indah, sangat indah. Ifa mengagumi keindahan malam itu.
Ifa membasuh wajahnya yang terasa lengket dan menyadari bahwa hari ini ia belum melaksanakan kewajibannya menunaikan salat Magrib dan Isya.
Ifa mengambil wudhu lalu menggelar sajadah di atas batu di pinggir sungai dan memakaikan mukena putih bersih pada tubuhnya yang mulai lelah.
Ifa bersyukur sebelumnya ia sempat memasukkan alat salat sebelum Arya dan anak buahnya datang menghadang.
Ifa salat, bermunajat, memohon pertolongan untuk Paman Anton dan mencurahkan segala kerisauan dan kesedihannya di bawah sinar Rembulan yang anggun.
Setelah merasa cukup tenang, ia mengorek ransel coklat hitam: mencari sesuatu yang Ifa yakini jelas memasukkannya ke dalam tas berbarengan bersama alat shalat.
"Dapat." Ifa bergumam saat tangannya berhasil menemukan alquran kecil berwarna hijau muda yang Ifa beli saat telah berhasil menamatkan iqro.
Ifa ingat, Paman Anton menggerutu karena Ifa membeli barang di luar keperluan medis.
Namun, Pamannya itu tetap menggabungkan alquran hijau muda itu dengan belanjaannya yang lain dan membayarnya.Ifa kembali menangis. Ia memeluk erat-erat alquran yang pernah berada dalam genggaman Paman Anton.
Gadis dengan kerudung lebar itu tak ingin mengingatnya, tapi bayangan Paman Anton yang menjadikan tubuhnya sebagai tameng dari setiap peluru yang melesat ke arah mereka saat membantu Ifa keluar dari apartemen terus terulang dalam layar ingatan.
"Paman ...." Sekali lagi Ifa menggumamkan sosok yang saat ini ada di hati dan pikiran.
"Kau harus hidup dan mencariku, Paman ...." Ifa terisak tak tahan dengan rasa sesak di dada.
Penculiknya itu telah menjadi bagian penting dalam hidupnya.Ifa mengusap kasar air mata dan mencoba menenangkan diri kembali.
Ia membuka alquran hijau muda di genggaman lalu mulai membacanya.Terakhir membaca alquran adalah tadi pagi dan Ifa berhasil menamatkan kembali bacaan al-qur'annya. Dan sekarang Ifa kembali mengulang lagi dari surah Al-Fatihah.
Sungguh. Takdir benar-benar tak bisa ditebak. Tadi pagi Ifa masih salat dan membaca alquran di kamarnya dan sekarang Ia terdampar di alam liar dengan alquran yang tadi pagi menemaninya juga.
Ifa hampir menamatkan 'ain kelima d isurat Al-Baqoroh sebelum indra pendengarannya mendengar suara langkah yang mendekat dari arah semak-semak.
Ifa merapihkan barang-barang dan memasukkannya kembali ke dalam ransel.
Ia berdiri memasang kuda-kuda.
Pendengarnya yang awas mendengar suara ranting terinjak. Ifa memprediksi lawannya memiliki tubuh yang cukup besar.
Sepasang mata merah menyala.
Ohh, tidak!
Ifa meyadari apa yang hadir di balik semak-semak itu.
Hewan bertubuh loreng itu menerkam Ifa secara tiba-tiba.
"Argh!" Ifa meringis hewan buas itu berhasil melukai bahu kanannya dengan cakar tajam.
Ifa tidak diam. Ia melawan. Menahan taring yang siap menerkam kepala kecilnya yang tertutup hijab berwarna merah maroon.
Ifa mengunci pergerakan hewan bertubuh besar itu dengan menotok peredaran darahnya.
"Apa kau tak pernah menyikat gigi atau berkumur?!"
Ifa tak tahan dengan aroma mulut hewan pemakan daging itu. Ia manarik kepinggir sekuat tenaga 2 sudut mulut harimau yang menjadi tumpuan Ifa menahan terkaman hewan buas dihadapan.
Mulut si pemakan daging itu robek dalam tarikan Ifa.
Sepertinya robekan di bibir penyerang cukup mengganggu konsentrasi hewan bertubuh besar yang kini menindih tubuh Ifa. Dan Ifa tidak berniat untuk melepas kesempatan itu.
Ia berguling dan membalikkan posisi. Menjadikan tubuh Ifa berada di atas harimau.
Ia memukul, menendang, dan mencekik harimau di bawah kungkungan.Namun, saat netra Ifa menatap sepasang mata tajam milik harimau yang kini tengah kepayahan meronta, Ifa menghentikan usahanya menghabisi hewan buas itu. Lalu berdiri dan mendekati aliran sungai.
Ifa membersihkan air liur harimau di tangan yang sempat Ifa sentuh saat menahan taring hewan buas itu menusuk lehernya.
Ifa mengecek bahu kanan dan mendapati 3 robekan luka dari cakar harimau yang terlihat cukup dalam.
Gadia dengan kaus hitam itu menyentuh luka. Kemudian mendengus, Ia lupa membawa krim lukanya.
Alhasil, Ifa hanya membersihkan luka dan membiarkannya sampai dia menemukan tanaman herbal yang cocok untuk mengobati luka baru.
Ifa melirik harimau yang saat ini tengah mengatur napas. Mungkin masih tak percaya karena berhasil dikalahkan oleh anak kecil.
Ifa berdiri lalu mengambil ransel, jaket, dan tas jinjing. Melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda. Mencari tempat yang nyaman untuk bermalam dan tinggal beberapa hari.
Mungkin Ifa akan tinggal di hutan ini untuk beberapa waktu ke depan sampai Ifa bisa yakin bahwa Arya telah berhenti memburunya.
Langkah Ifa terhenti. Ia tahu dirinya diikuti dan pelakunya adalah hewan buas yang berhasil Ia kalahkan tadi.
"Apalagi, sih?"
Ifa kesal dan menendang batu menuju semak-semak yang menyembunyikan si belang.
Si belang mengeram dan keluar. Ternyata tendangan Ifa tepat sasaran.
"Apa? Kau ingin memakanku? Ayo makanlah! Lagipula aku sudah tak punya siapa-siapa. Mungkin Allah mengirimku ke hutan ini memang untuk jadi santapanmu."
Ifa mengambil serpihan bambu runcing yang ada di dekat kaki dan menggores tangan kirinya lalu menyodorkan ujung lengan yang berdarah pada si belang.
"Kau menginginkannya bukan? Ayo lakukan! Makan aku!" Ifa semakin mendekatkan tangan pada si belang dan kini hewan buas itu mulai merespon.
Ia mulai mendekati Ifa dan melompat ke tubuh Ifa. m
Menjadikan bahu Ifa tumpuan kakinya dan Ifa benar-benar pasrah.Ya Allah, jika ini akhir dari hidup hamba, tolong ampuni dosa hamba dan matikan hamba dalam keadaan khusnul khotimah.
Ifa berdoa dengan memejamkan mata.
Namun, ia tak juga merasakan rasa sakit apa pun. Ifa hanya merasakan sesuatu yang basah menyentuh permukaan kulitnya yang terluka.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Ifa membuka mata dan menemukan si belang tengah menjilati lukanya.
What the ....

KAMU SEDANG MEMBACA
The True Traveller (Revisi)
AventureCover By Canva Template Cover by mystudio11 Elemen by Gia Leuterio from sketchify japan & alvindovicto from painting tools Font : Kollektif & Lotus Eater Sans SUDAH TAMAT _____________________________ Apa yang lebih sakit dari ini? Air mata yang te...