Bagian 27

126 14 0
                                    

"Ini ... "
Ifa terjatuh, ambruk dengan pandangan mata yang menatap tak percaya pada sebuah batu nisan tanpa nama di hadapannya.
"Tidak mungkin ... sakit jantung paman Anton sudah sembuh ... ba ... bagaimana bisa ..?"
Ifa menggeleng-geleng kepala, tak ingin mempercayai kenyataan pahit yang diterimanya kembali.

"Dia meninggal di rumah sakit. Peluru yang diterima tubuhnya terlalu banyak. Dia tak bisa bertahan lebih dari 15 menit setelah pertempuran itu. Dan di waktu 15 menit itu dia menggunakannya untuk menulis surat untukmu."
Arya menjelaskan kejadian yang terjadi 3 tahun silam.

"Pamaaannn ... aku masih hidup dan aku baik-baik saja ..."
Ifa menangis keras menyesali segala hal yang terjadi di masa lalu. Seharusnya saat itu dia tidak lari dan ikut bertempur dengan paman Anton saja, tapi paman Anton mendorong Ifa masuk lift dan membuat Ifa bersumpah untuk tidak kembali.

Ingatan Ifa melayang menerawang mengambang pada bayangan terakhir ia berbicara dengan paman Anton.
.
.

"Aku tidak ingin pergi pamaann ... tolong izinkan aku melawan mereka denganmu ..."
Ifa menggenggam erat tangan paman Anton.
"Tidak Ifa, sekalipun kita selamat kau akan tetap dalam bahaya jika ikut melawan denganku. Tolong turuti keinginan terakhir pamanmu ini."
Paman Anton mendorong Ifa menuju lift.
"Bersumpahlah kau tidak akan pernah kembali lagi kesini dan teruslah berjalan. Kau ingin seperti Ibnu Batutah kan yang menjelajahi dunia? Maka lakukanlah .. hiduplah dengan baik Ifa."
Paman Anton mengarahkan tangannya ke arah tombol lift namun ditahan Ifa.
"Aku akan melakukannya tapi sebelum itu aku ingin memastikan paman baik-baik saja."
Dorr .. dorr .. dorr ..
Tiga peluru melesat ke arah Ifa namun paman Anton menggantikan posisi Ifa dan mendorong Ifa memasuki lift.
"Paman mungkin tidak akan selamat, jadi tolong bersumpahlah untuk paman kau tidak akan kembali."
Ifa tak tahan, perut paman Anton mulai memperlihatkan aliran darah segar.
"Ohok .. ohok .. bersumpahlah Ifaa .. paman mohon .."
Paman Anton terbatuk hebat dengan darah segar yang ikut keluar. Ifa berusaha menyentuh luka paman Anton namun usahanya di cegah paman Anton yang menatap Ifa dengan tatapan meminta.
"Ya, aku bersumpah tidak akan pernah kembali kesini .."
Ifa bergetar sumpah itu seakan menyiksanya lebih sadis dari sekedar siksaan cambuk yang pernah ia terima.
"Terimakasih, Ifa .. ketahuilah, paman menyayangimu."
Paman Anton tersenyum lalu mendorong kembali tubuh Ifa agar menjauh dari pintu lift. Paman Anton menatap lekat Ifa seolah ini adalah kesempatan terakhirnya melihat Ifa. Ia lalu menekan tombol lift lantai paling dasar dan mengirim Ifa pergi dari pertempuran.
"Pamaaaannnn ... "
Ifa bangkit lalu menggedor-gendor pintu lift yang tertutup dan mulai bergerak.
"Aku tidak mau sendirian paman, apa kau tidak mengerti?"
Ifa menangis sejadi-jadinya menumpah segala perasaan yang dianggapnya tak adil . Tapi pintu lift tidak mendukung, setelah beberapa saat pintu lift kembali terbuka. Menampilkan tatapan orang-orang yang menatap aneh kearah Ifa lalu kembali bertingkah tak peduli.
'Lihat mereka paman, tak ada yang sebaik dirimu.'
Ifa menyeka air matanya lalu berlari keluar memenuhi sumpahnya pada Anton.
.
.

The True Traveller (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang