Bagian delapan belas

144 13 1
                                    

Selamat membaca 😊😊

Hari begitu terang, sesosok gadis berpakaian syar'i tengah menatap jauh lautan biru dihadapannya. Dia terlihat nyaman dengan tubuh yang ia senderkan pada batang pohon besar ditepi danau.
Danau ini mengingatkan sang gadis pada rasa kehilangannya yang tak juga membaik.

"Paman, aku memiliki teman. Sifatnya hampir sama denganmu, dan sepertimu dia membuatku harus menelan pil pahit kembali. Dia mengorbankan tubuhnya dan menyelamatkanku. Persis seperti yang kau lakukan padaku."
Ifa menghela nafas, sudah satu tahun tapi rasa sakit itu masih melekat dengan hatinya yang kesepian.

Disebelahnya ada si legam yang juga tengah bersantai dengan mulut tak henti mengunyah rumput. Ifa dan si legam telah meninggalkan pulau Sumatera, satu hari setelah tragedi kehilangan si belang terjadi.
Dan saat ini mereka berada di hutan pulau Kalimantan.
Dan entah sejak kapan Ifa mulai nyaman tinggal di hutan. Yang Ifa tau hutan tak menuntutnya untuk sempurna dan tak ada peraturan yang menekannya.

"Selamatkan diri kalian, markas kita dibom musuh."
Pendengaran Ifa yang tajam menangkap nada khawatir dari suara yang ia dengar. Ifa bangkit lalu menghampiri si legam, ia hendak pergi karena tak ingin terlibat lagi dengan urusan orang lain.
Ifa menaiki punggung si legam, tapi tiba-tiba tubuhnya kembali terjatuh dan diseret memasuki semak-semak.

"Sssttt ... Jangan berisik mereka tidak akan menyakitimu, kakak akan melindungimu."
Seorang lelaki berpakaian serba hijau khas tentara mendekap tubuh mungil Ifa. Ifa melotot ia hendak berbicara namun mulutnya dibekap kuat lelaki dihadapannya. Ifa meronta ia harus membawa si legam pergi dari tempat ini.

"Tenanglah adik kecil, kakak orang baik. Nama kakak Dirga."
Sungguh. Ifa tak peduli, ia hanya ingin lepas dari kungkungan lelaki yang Ifa tafsir masih berusia 17 tahun ini, sangat tidak mungkin jika ia merupakan seorang tentara.
Tapi kekuatan Ifa kalah jauh dari lawannya. Ifa pasrah ia tak tau harus berbuat apa.

"Ck. Mereka berhasil menyandra anggota timku."
Ifa menoleh mengikuti arah pandang lelaki muda yang memperkenalkan namanya, Dirga.
Ifa melihat lima orang laki-laki yang berpakaian serupa dengan Dirga diseret sekelompok pria dewasa bertubuh besar dengan membawa senjata api lengkap ditubuh dan genggaman tangannya.
"Tunggulah disini, maka kau akan selamat," Dirga berkata sambil melepaskan dekapannya pada tubuh mungil Ifa lalu berlalu dengan mengendap-ngendap kearah rombongan yang saat ini sedang tertawa menatap tawanannya.

Ifa memutar matanya lalu melihat si legam dihampiri pria besar berkaos abu-abu.  Ifa merasa tak terima karena si legam diseret oleh lelaki kasar itu. Ifa mulai geram lalu keluar dari persembunyiannya. Ia berjalan dengan bergegas kearah si legam dan menendang keras lelaki yang saat itu hendak mengayunkan cambuk pada tubuh si legam. Lelaki itu terkejut serangan mendadak kaki Ifa tepat mengenai empedunya, organ yang memproduksi sel darah merah dan sel darah putih.
Walhasil sasaran tendangan Ifa mundur beberapa langkah lalu memuntahkan darah segar.
"Kau tidak diizinkan menyentuh kudaku," Ifa berkata dingin dengan melepas aura peringatan mutlaknya.

Semua orang terkejut dan memusatkan penglihatannya pada gadis berpakaian serba merah maroon yang usianya hendak memasuki 13 tahun.
"Apa yang kau lakukan anak kecil!"
Seorang pria yang juga bertubuh besar berkaos putih lusuh membentak Ifa.
"Kau tidak bisa melihat ya? Aku menendangnya,"
Ifa berkata santai tak mempedulikan raut menyeramkan lawan bicaranya.
"Jika kau ingin marah maka yang seharusnya kau marahi adalah teman gendutmu yang hendak mencuri dan menyakiti kudaku. Sebagai teman seharusnya kau bisa mengingatkan temanmu agar tidak melakukan kejahatan."
"Aku tak butuh ceramah busuk mu!"
Klek,
Lawan bicara Ifa mengarahkan senjata api pada Ifa dan menarik pelatuknya, namun tak ada satu pelurupun yang meluncur keluar dari senjata api itu.

"Terkejut? Itu teknik ku dalam membuat musuh merasa putus asa," Ifa tersenyum menikmati raut ketidakpercayaan pada lawan nya kali ini.
"Mau mencoba teknik ku yang lain?"
Semua mendadak diam, mereka mulai ragu untuk meremehkan gadis kecil dihadapan mereka. Mereka tak mengerti kapan gadis itu melancarkan aksinya.

The True Traveller (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang