Bagian 25

119 18 0
                                    

Tut .. tut ... tut ... tut ...
Suara monitor pemantau kondisi seorang pasien berjilbab biru menjadi satu-satunya suara di ruangan yang berukuran 3×4 meter.
"Kau harus bangun dan melihatku." Tapi seorang laki-laki berusia 17 tahun berjas hitam memberikan suara lain.

Seperti menerima perintah,
Jari telunjuk gadis yang tergelatak tak berdaya di atas kasur rumah sakit itu mulai bergerak lemah.

Dan tak lama perlahan matanya mulai terbuka.

'Dimana? Dimana ini?'
Gadis itu mengerjap-ngerjap mata menyesuaikan cahaya ruangan yang masuk ke matanya.

'Siapa? Siapa itu'

"Kau masih sama, seorang yang penurut."
Deg
'Suara itu ... '
"Ya, aku menemukanmu dan kau tak akan bisa lari lagi."

Mata sang gadis membulat sempurna ia ingin bicara namun mulutnya terasa lemah dan tak bisa digerakan.
'Arya ... dia ada disini."

Arya tersenyum melihat Ifa terlihat tersiksa karena tak bisa menjawab perkataannya.
"Kau merindukanku?"
Suara berat Arya menggema membuat bulu kuduk Ifa mendadak berdiri.
"Aku memiliki berita penting untukmu."
Arya menjeda ucapannya dan mendekatkan wajahnya pada gadis kecil yang saat ini menatap garang ke arahnya.
"Penculikmu ada di tanganku, jika kau masih ingin menemuinya kau bisa menemuiku dan memohon padaku."
Arya berbisik pelan di telinga kanan Ifa lalu kembali menatap wajah dihadapannya untuk menikmati kembali raut permusuhan yang ditampilkan Ifa.
"Ahh ya, dan satu lagi."
Arya bangkit dan berjalan kearah nakas disisi kanan tempat direbahkannya tubuh lemah Ifa.
"Aku membawakanmu buah-buahan segar, makanlah dan segeralah sembuh. Aku rindu memburumu, rasanya tidak menyenangkan jika buruanku aku tangkap saat ia tak bisa berlari dan melawan."
Arya menyentuh parsel berisi berbagai jenis buah dan melemparkan senyum samar pada Ifa sebelum ia melangkahkan kaki untuk berlalu dari ruangan tempat Ifa berada.

'Paman ... bertahanlah, aku akan menemukan dan menolongmu.'
Ifa meneteskan air mata rindu, sebentar lagi ia akan bertemu kembali dengan pamannya.

Ceklek,
Pintu ruangan tempat Ifa dirawat mendadak terbuka dan menampilkan seorang wanita muda berseragam perawat tersenyum ramah.
"Halo, assalamu'alaikum ... aku Perawat Lilis, kau boleh memanggilku dengan panggilan kak Lilis." Perawat berkerudung putih itu berbicara dengan tetap tersenyum ramah.
'Kak Lilis ya ..? Baiklah'

"Biar kak Lilis periksa keadaanmu hari ini ya ... "
Kak Lilis lalu memeriksa segala benda yang terhubung dengan tubuh Ifa. Dari mulai alat infus, tempat tidur Ifa, berbagai selang yang terhubung dengan tubuh Ifa hingga monitor pemantau kondisi yang sejak tadi berbunyi.

"Kondisimu benar-benar mengalami kemajuan yang pesat setiap harinya. Dokter yang menanganimu mengatakan bahwa pendarahan di otakmu mengalami penyembuhan dengan sendirinya dan bahkan peluru yang ada di kaki kananmu tidak mengalami pergerakan tambahan yang biasa orang alami bila ada sesuatu yang masuk ke dalam tubuhnya. Dan tulang belakangmu yang mengalami fraktur juga kondisinya tidak begitu buruk. Kau hanya perlu beristirahat dengan posisi berbaring.
Dan kakak benar-benar tidak mengerti, bagaimana bisa kau memiliki tubuh seperti itu?
Kau bahkan tidak memerlukan tindakan yang serius. Hanya tindakan operasi kecil untuk mengeluarkan peluru dan menjahit kepalamu saja yang diambil untuk menangani kondisimu."
Kak Lilis menjelaskan kondisi Ifa dengan terheran-heran.

Ifa tersenyum ia tau apa yang dimiliki tubuhnya.
Tubuh Ifa memiliki imunitas atau pertahanan tubuh yang sangat baik. Hal itu membuat setiap hal buruk yang terjadi terhadap tubuhnya tidak terlalu memberi dampak negatif. Ifa begitu menjaga stamina dan imunitas tubuhnya. Ia rajin berolah raga agar tubuhnya selalu sehat dan prima serta menjaga asupan makanan yang masuk ke tubuhnya agar tubuhnya tidak memproduksi sesuatu yang bisa membahayakan organ tubuh.

Hanya dua hal itu dan yang paling utama Ifa selalu mengontrol emosinya agar tubuhnya tidak terlalu banyak memproduksi hormon negatif seperti hormon kortisol yang bisa memberi efek stres terhadapnya.
Ketahuilah stres atau memiliki banyak pikiran bisa berdampak negatif pada tubuh.

Contohnya penyakit kanker.
Salah satu jenis kanker adalah kanker yang terbentuk akibat sel tubuh yang berubah menjadi buas. Sel tersebut tidak lagi mengenali mana lawan dan mana kawan, cenderung merusak apapun yang ada di sekitarnya hingga kerusakan itu semakin meluas dan meluas.
Hal itu terjadi akibat tekanan berlebih pada sel tersebut. Dan tekanan yang dimaksud adalah kondisi dari stres, saat dimana penderitanya tidak bisa mengontrol emosi dan cenderung menghadapi masalah dengan memikirkannya secara berlebihan.
Kanker jenis ini masuk ke dalam kelompok penyakit auto-imun.

Dan karena itulah Ifa tidak terlalu suka memikirkan hal-hal yang hanya bisa ia serahkan kepada yang Maha Berkehendak. Jikapun Ifa mulai merasa banyak pikiran, secepatnya ia akan mengambil air untuk membasahi kepala bagian depannya yang merupakan pusat pelepasan hormon. Yang bila dikuasai oleh hormon negatif akan mengakibatkan kondisinya semakin terpuruk.

Air bisa membantu menenangkan syaraf tegang akibat stres, oleh sebab itu Allah menyukai hamba-hambaNya yang bersuci. Dan oleh sebab itu pulalah salah satu rukun berwudhu adalah membasahi sedikit kepala bagian depan.
Bukankah Allah begitu romantis?
Dia tidak ingin hambaNya sakit. Sekarang katakan, maka nikmat tuhan manakah yang engkau dustakan?

Ya, maka nikmat tuhan manakah yang engkau dustakan?
Ifa memejamkan matanya, mensyukuri Allah masih mengizinkannya menikmati RahmatNya di bumi ini dan memberi Ifa waktu kembali agar bisa melanjutkan usahanya menjadi hambaNya yang taat.

"Ahh ya, seseorang yang bernama Ella Yohana menitipkan pesan untukmu."
Mendengar itu Ifa membuka kembali matanya.
"Dia ingin aku mengatakan bahwa saat ini kau sedang ada di Jakarta."
Kak Lilis menjeda perkataannya dan Ifa kembali terpejam menyadari alasan mengapa Arya bisa ada disini.

"Dia juga bilang semua barang-barangmu sudah ada di ruangan tempatmu dirawat."
Kak Lilis memutar matanya memindai setiap barang yang ada diruangan tempatnya berdiri.
"Apa ransel coklat hitam dan tas jinjing itu yang dia maksud?"
Ifa kembali membuka matanya dan mengikuti arah tunjuk sang penanya lalu mengangguk.
"Ya, itu milikku."
Tak ada suara hanya gerakan bibir yang terlihat sedikit bergetar.
"Ah, maafkan kakak, kau boleh tidak menjawab jika merasa tidak nyaman."
Kak Lilis sepertinya merasa bersalah karena telah bertanya pada pasiennya yang lemah.

"Ohh ya, orang yang bernama Ella Yohana itu juga berpesan agar kau tidak usah khawatir tentang kudamu dia aman bersama Dirga."
Mendengar itu hati Ifa menggerutu,
'Apanya yang aman? Apa uni Ella lupa brigjen muda itu selalu menggunakan kuda hitamku sebagai alat untuk mengancamku?'
Untuk ketiga kalinya Ifa kembali menutup matanya,
'Legam, maafkan aku karena meninggalkanmu. Bertahanlah dan jika memungkinkan larilah kesini.'

"Dan satu lagi, dia mengatakan dia sangat menyesal karena tidak bisa menemanimu karena pimpinannya memanggil dia kembali ke tempat kerjanya. Dia bilang kau pasti paham dan memintamu agar menghubunginya bila kau memerlukan sesuatu. Katanya dia meninggalkan nomor handphonenya di dalam ranselmu."

'Iya uni, aku paham, bahkan sangat paham.'
Ifa tersenyum menikmati kegelapan dari matanya yang terpejam. Sekarang dia kembali sendirian, tidak ada si legam, dan tidak ada siapapun. Hanya ada dia dan Allah saja.
'Ya, dan pada akhirnya mereka meninggalkanku juga dan membuatku kembali merasa sendiri.'

Tapi tak apa,
Ifa suka kesendirian
Aromanya menenangkan
Hambar dan tak berbeban.

The True Traveller (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang