36 🥀 Pengakuan

7.4K 250 3
                                    

“Martinz?”

“hallo, apa kabar?” tanya Martinz basa-basi sambil tersenyum licik.

Caramel langsung menatap Darius penuh tanya. Jadi mereka saling mengenal? Sebenarnya Caramel ingin meraih tangan Darius dan pergi dari tempat itu yang sudah banyak tamu yang menonton aksi Darius dan Martinz.

Tapi. Situasi canggung dan aneh ini menyelimuti mereka bertiga saat Darius mengenal Martinz begitu juga sebaliknya. Pikiran Caramel menjadi tak karuan.

“lo.. lo belum mati rupanya” desis Darius. Kedua tangannya mengepal dan rahangnya mengeras.

“cih, lo salah!” balas Martinz.

Belum mati? Jadi Darius ingin membunuh Martinz? Caramel yang mendengar itu langsung berfikir cepat. Bingung dengan permasalahan yang baru muncul ini. Kenapa dunia sangat sempit bagi Caramel? Dia sudah cukup pusing bermasalah dengan Martinz, lalu Darius dan sekarang? Permasalahan yang baru ini membuat Caramel merinding, dengan cepat Caramel menarik lengan Darius dari belakang sehingga Darius langsung menatapnya.

“udah yus, mending kita pergi, ayoo” ucap Caramel pelan tak berani menatap Darius, Martinz dan para tamu yang masih setia menonton mereka.

“diem! Ini urusan gue sama dia!” tunjuk Darius dengan kedua mata tajamnya.

“cukup yus! Jangan disini gue mohon” pinta Caramel takut.

Darius kembali menatap Caramel. Mulai dari kedua matanya, suaranya hingga ekspresinya. Perasaan aneh mulai menghampiri Darius. Rasanya dia pernah merasakan hal ini diposisi yang sama, apa lagi saat Caramel melilitkan tangannya ke lengan Darius dengan ekspresi takut dan menangis.

Hangat. Itu yang dirasakan Darius. Bukan hangat karena tangannya namun perasaannya. Sudah lama dia tak merasakan hal seperti itu di hatinya. Hanya sosok yang sayang dan perduli pada Darius yang membuat Darius merasakan hal itu.Bagaimana dia bisa tahu? Karena dulu dia merasakannya, sebelum keluarganya hancur.

“kalau gue dan Caramel liat muka lo lagi, bakal hilang tuh muka!” ancam Darius penuh ketegasan.

Setelah mengucapkan itu Darius langsung menyeret Caramel pergi dari tempat umum itu tak memperdulikan beberapa sorot mata yang menatap mereka berdua. Sepeninggalan mereka berdua, Martinz hanya menatapnya dengan senyum liciknya.

“lo bukan ajal gue, Darius” ucap Martinz sambil mengelap darah yang terlihat dipipinya.

LOBBY HOTEL : 19.46

“duduk!” perintah Darius lalu mengeluarkan handphonenya dari saku celana.

“gue mau ke abang gue aja” ucap Caramel lalu membalikkan badannya berniat untuk pergi.

Dengan cepat Darius meraih lengan Caramel dengan kuat sehingga perempuan itu membalikkan badannya dengan cepat dan meringis kesakitan.

“lo nyuruh kita pergi dari sana, dan sekarang lo mau pergi begitu aja?” tanya Darius penuh penekanan.

“gue mau ke abang gue, lepas!” ucap Caramel sambil memberontak.

“ga! Lo harus jawab beberapa pertanyaan gue dulu!” balas Darius tajam.

“please yus! Jangan sekarang” lirih Caramel. Kepalanya mulai tertunduk dan sudah tak mau memberontak lagi.

Cengkraman Darius cukup kuas sehingga Caramel tak berhasil lolos darinya. Kini perempuan itu tertunduk didepan Darius penuh kebisuan, membuat Darius bertanya-tanya. Akhirnya Darius melepaskan cengkaramannya dan meletakkan tangannya dipundak Caramel.

“eh, lo tuh keras kepala banget ya” ucap Darius pelan hampir berbisik. Tak ada sorot emosi dari kedua mata Darius. Bahkan ekspresinya yang tadi penuh kekesalan sekarang berubah.

The Bad Boy ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang