"Ketika emosi mengalahkan segalanya."
Mereka berdua langsung berpamitan pulang kepada Reky dan Lisa karena hari sudah semakin malam tak enak jika bertamu dirumah orang lain hingga tengah malam.
"Bang gua pulang sama lo ya, gua kan enggak bawa mobil."
"Hmm."
Sekarang keduanya sudah berada didalam mobil Revan langsung saja menjalankan mobilnya meninggalkan halaman rumah Zahra. Mobil yang dikendarain oleh Revan melintas sangat kebut melewati jalanan Ibu Kota yang mulai sepi.
"Bang lo pulang kerumah kan?" tanya Devan lalu menatap Revan yang sedang fokus menyetir.
"Enggak!"
"Apa lo gak rindu sama rumah ayah dan bunda!" celetuk Devan membuat Revan tertawa kecil.
"Ngapain rindu."
"Bang ayolah jangan begini, gua tau lo rindu tapi gengsi mau nyatainnya, iya kan."
"Nyatanya gak sama sekali!"
"Gua ini kembaran lo bang, jadi gua tau apa yang sedang lo rasain sekarang."
"Diam, berisik."
"Lo lagi rindu kan sama ayah dan bunda?" tanya Devan membuat Revan terpojokkan.
"Enggak Dev!" jawab Revan sebisa mungkin santai menghadapi sikap Devan.
"Gak usah bohong."
"Diam ngapa, ngebacot aja berisik."
Tak lama kemudian akhirnya mobil Revan sudah memasuki halaman rumah Aldebran. Rumah yang sudah lama mereka tinggalkan, rumah itu masih sama tak ada yang berubah sama sekali.
Keduanya lalu keluar dari dalam mobil, berjalan bersama menuju pintu utama rumah Aldebran. Satpam yang masih kebingungan pun langsung menghampiri mobil Revan.
"Hai pakde!" sapa Devan melambaikan telapak tangan dihadapan pak Deni.
"Astagfirullah, saya kira siapa taunya den Devan dan den Revan yang datang!" celetuk pak Deni,satpam rumah Aldebran.
"Masih ingat gak sama Devan," ucap Devan lalu terkekeh kecil.
"Masih ingat dong den, den Devan kan suka maling mangga ditetangga sebelah."
"Aduh pakde buka kartu segala hahaha."
"Kalian berdua kemana saja, sudah lama tidak pulang kerumah ini?" tanya pak Deni membuat keduanya tersenyum kecil.
"Maklumlah pakde kami berdua kan orang sibuk hahaha, iya kan bang!" sahut Devan membuat Revan mengangguk kecil.
"Yaudah den langsung masuk saja kedalam, ada bi Inah juga kok didalam rumah."
Pak Deni langsung pergi meninggalkan mereka berdua. Keduanya masih didepan pintu, tak ada yang mau masuk lebih dulu. Devan lalu menatap Revan yang masih berdiam diri ditempat.
"Bang ayo masuk, jangan diam aja!" seru Devan yang sudah memegang gagang pintu.
"Lo duluan aja."
"Bang mau sampai kapan begini terus?" tanya Devan menatap Revan yang masih diam, sibuk dengan pemikirannya sendiri.
Revan lalu menghela nafas, sebenarnya ia tak mau menginjakkan kakinya dirumah ini lagi tapi apa daya, ia tak bisa menolak keinginan Devan. Sedingin-dinginnya ia jadi manusia, ia juga tak mau membuat adiknya sedih.
"Bang ayo masuk, jangan diam aja!" ujar Devan kembali, yang sudah duduk disofa ruang tamu.
"Gua gak bisa."
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANZA✔ (Tahap Revisi)
Подростковая литература"Maaf sudah berani mencintaimu." -Zahralia Annatasya Addison. "Yang ditakdirkan untukmu, akan tetap menjadi milikmu." - Revanza Mel Aldebran. Tentang dia yang teramat menyakitkan didalam hati. Tentang dia yang susah digapai untuk dimiliki. Tentang...