"Apapun permasalahannya melukai diri sendiri bukan solusinya."
Happy Reading!!
Sehabis kedua orang tuanya pergi dari apartemennya, tubuh Revan perlahan merosot kebawah, ia terduduk dibalik pintu sambil menundukkan kepalanya di kedua pahanya.
Setetes air mata pun mengalir begitu saja tanpa di kompromi terlebih dahulu, ia menangis sesenggukkan tubuhnya pun ikut gemetar dengan hebat mencoba untuk mewakili semua perasaan sakitnya.
"Arghhh!" ucapnya lalu mejambak rambutnya sendiri.
"Kenapa mereka datang kembali di kehidupan gua lagi."
Kata siapa anak laki-laki tidak boleh menangis, kata siapa anak laki-laki itu selalu kuat. Mereka bisa merasakan sakit yang sungguh luar biasa. Kebanyakkan logika yang mereka pakai bukan hati disaat mereka tersakiti. Jika mereka tersakiti mereka hanya bisa menutupinya dengan sikap dan kegiatan lainnya ketahuilah airmata laki-laki lebih tulus dari pada perempuan.
"Bunda hiksss..." ujar Revan masih menangis sesenggukan.
"Gua nggak boleh lemah, gua yakin gua pasti bisa melewati ini semua, ayo Revan bangkit," ucapnya mencoba untuk menguatkan dirinya kembali.
Revan bangkit berdiri lalu berjalan gontai menuju lemari kecil yang ada di dapur. Ia membuka pintu lemari itu dan mengambil lima botol vodka miliknya lalu menuju ke kamarnya.
Ia duduk di tepi kasurnya kingsize miliknya dengan bertelanjang dada. Ia menghidupkan pematik rokok lalu menyesapkan rokoknya dalam-dalam dan di hembuskannya secara perlahan. Tak lupa juga ia meminum vodka yang sudah ia buka. Ia memilih melampiaskan semua kesedihannya melalui mabuk.
"Apa gua memang nggak pantas bahagia?" tanya Revan, pada dirinya sendiri.
Ia masih mengingat kejadian tadi pagi, ia langsing saja berdiri dan melemparkan botol vodka itu ke arah kaca rias, ia menghancurkan semua barang-barang yang ada dihadapannya. Sekarang kamarnya berubah menjadi kapal pecah semua barang-barang pada berserakkan dimana-mana. Keadaan Revan begitu memilikukan dengan luka yang ada di tangan dan wajahnya.
"Arghh gua benci, benci banget hahaha!" ucap Revan lalu tertawa sendiri.
Revan meninum vodka—nya kembali sampai habis berapa botol ia memejamkan kedua matanya perlahan kantuk pun menyerayang dirinya, ia langsung saja tertidur pulas dilantai dengan bersandar pada tepian kasurnya.
***
Dilain tempat ada Zahra yang sedang mencari keberadaan Revan. Perasaan cemas menghampiri benaknya.
"Revan kamu dimana," ucapnya saat berada di rooftop sekolah.
"Rara lo nyariin siapa?" tanya Andre baru saja sampai di rooftop bersama yang lainnya.
"Aku lagi nyariin Revan."
"Wah sama aja kami juga lagi nyariin Revan."
"Kalian udah coba telfon Revan?"
"Udah gua coba tapi gak aktif nomornya."
"Aku khawatir banget," ucap Zahra lalu duduk di sofa.
"Gua yakin Ra, mungkin Revan nggak masuk karena kecapaian doang kok," ucap Julian menenangkan Zahra.
"Tapi aku takut Revan kenapa-napa."
"Udah lo tenangin diri lo dulu ya."
Andre segera mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celananya lalu menjauhkan dirinya dari mereka, ia ingin menelfon Sasya untuk menyuruhnya ke rooftop.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANZA✔ (Tahap Revisi)
Teen Fiction"Maaf sudah berani mencintaimu." -Zahralia Annatasya Addison. "Yang ditakdirkan untukmu, akan tetap menjadi milikmu." - Revanza Mel Aldebran. Tentang dia yang teramat menyakitkan didalam hati. Tentang dia yang susah digapai untuk dimiliki. Tentang...