"Ikhlaskan,memang dari awal dia bukan milikmu makanya diambil kembali."
Hari pun sudah berganti menjadi sore, Revan dan tetangga lainnya sudah mulai berdatangan ke rumah Revan untuk mengucapkan belasungkawa ataupun membantu keperluan yang akan disiapkan untuk besok pemakaman Rere. Karena rumah Rere yang dulu sudah dijual dan Rere hanya tinggal diapartemen jadinya kedua orangtua Revan membolehkan jenazah Rere untuk di mengajikan dirumahnya.
Revan sudah siap dengan menggunakan baju kokoh berwarna putih dan sarung berwarna hitam bermotif tak lupa pula ia menggunakan kopiah. Ia sedang duduk dibalkon kamarnya menatap langit cerah. Air matanya menetes kembali terlalu sulit untuknya menerima semua kenyataan ini walaupun hatinya sudah mengikhlaskan kepergian Rere.
"Abang," panggil Devan pelan.
"Iya Dev."
"Mobil ambulance jenazah Rere bentar lagi sampai."
"Oh bentar lagi datang ya."
"Iya, lo gak mau kebawah bang?" tanya Devan.
"Nanti gua kebawah."
"Kenapa nanti? Sekarang aja yuk kebawahnya biar barengan."
"Enggak Dev."
"Lo belum ikhlas ya bang?" tanya Devan menatap Revan.
"Gua udah ikhlas kok."
"Bohong banget kelihatan dari mata lo masih ada kesedihan yang mendalam. Lo boleh sedih tapi jangan terlalu larut bang masih ada hari esok yang mau menyambut kita untuk bahagia."
"Terus gua harus ketawa gitu?"
"Ya enggak kek gitu juga kali bang lagian gak ada kok yang ngelarang lo untuk gak nangis. Nangis tuh wajar semua orang pun berhak menangis saat kehilangan, apalagi kehilangan seseorang yang sangat dicintai tapi jangan terlarut banget dalam kesedihan itu sendiri," ujar Devan tersenyum lalu memegang pundak Revan.
"Jadi ini sebenarnya gua atau lo sih yang abang? Kok adik nyeramahin abangnya."
"Eh mwheehe yaudah ayo bang," ujar Devan terkekeh.
Revan dan Devan pun langsung turun kebawah kebetulan saja saat mereka baru didepan pintu,mobil ambulance pun datang diikuti mobil sahabatnya.
"Bang ayo bantuin," ajak Devan.
"Iya Dev."
Mereka pun membantu petugas memasukan jenazah Rere kedalam rumah. Langsung saja mereka mengajikan Rere lagi-lagi mereka menangis didepan jenazah Rere.
"Zahra," ucap Hana kecil.
"Iya tan."
"Ikut tante yuk ke kamar Rere."
Zahra mengeryitkan keningnya bingung, inikan rumah Revan kenapa ada kamar Rere disini.
"Ikut tante yuk," ujar Hana kembali.
"Iya tan," ucap Zahra lalu mengikuti langkah Hana dari belakang.
Mereka berdua pun sudah sampai di depan gordeng bermotif pelangi. Langsung saja Hana manarik gordeng itu menampilkan sebuah pintu bercat pink bertuliskan Rainbow langsung saja Hana membuka pintu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANZA✔ (Tahap Revisi)
Teen Fiction"Maaf sudah berani mencintaimu." -Zahralia Annatasya Addison. "Yang ditakdirkan untukmu, akan tetap menjadi milikmu." - Revanza Mel Aldebran. Tentang dia yang teramat menyakitkan didalam hati. Tentang dia yang susah digapai untuk dimiliki. Tentang...