"Kehilanglah yang akan akan mengajarkan kamu tentang seberapa berharganya ia didalam kehidupanmu."
Suara kicauan burung terdengar jelas dari kaca jendela rumah sakit membangunkan Revan dari tidurnya sekarang Revan sudah berada di ruangan kamar rawat Zahra. Ia tersenyum kecil saat melihat wajah cantik Zahra yang sedang tertidur dengan nyaman walaupun wajah itu sekarang terlihat pucat pasi jika di lihat dengan seksama.
"Bangun Ra udah pagi kata bunda anak gadis itu gak baik bangun siang," ujar Revan terkekeh kecil sembari mengelus lembut kepala Zahra.
"Kamu masih ngambek ya sama aku, udahan yuk ngambeknya dibuka yuk matanya," ujar Revan kembali, tak bisa di pungkiri air matanya sudah berada di pelupuk mata.
"Ra bangun ya sayang, kalo hari ini kamu gak mau bangun juga. Gantian nanti aku yang bakal ngambek sama kamu nih."
Revan menghapus air mata yang mengalir membasahi pipinya. Lagi dan lagi air matanya jatuh tanpa di kompromi terlebih dahulu, Revan tak kuat melihat wajah gadis itu, gadis yang selalu ia sakiti, Revan berdiri di depan pintu balkon kamar rawat Zahra.
Semilir angin menerpa rambut berserta kulit tangannya yang masih di pakaikan selang infus dari dokter, Revan menyambut datangnya mentari pagi dengan wajah tersenyum kecil. Habis itu ia masuk kembali ke dalam ruangan dan duduk salah satu kursi di sebelah brankar Zahra kembali.
***
Revan kebingungan karena ia sedang berada di tengah-tengah nuansa serba putih. Saat ia sedang menatap seluruh isi disisinya. Revan tak sengaja melihat cahaya yang berkilau membuat matanya silau. Revan menutup kedua matanya dengan telapak tangan.
"Kenapa disini semuanya serba putih," gumam Revan.
Setelah cahaya itu mulai memudar Revan mulai menurunkan telapak tangannya, ia melihat Zahra yang sedang berdiri dihadapannya namun terasa jauh sekali.
"Zahra," ucap Revan.
Zahra hanya diam sambil tersenyum.
"Ra kamu cantik banget, loh kenapa kita bisa sama putih-putih begini?"
"Ra kok kamu diam aja?" tanya Revan.
Revan mulai melangkahkan kakinya menghampiri Zahra. Namun keberadaan Zahra semakin mundur disetiap Revan melangkahkan kakinya untuk maju meraih tubuh Zahra.
"Ra jangan mundur terus? Kan makin jauh akunya."
"Hmm aku tau kamu pasti minta di kejar kan?"
Revan langsung saja belari kearah Zahra. Ia berhasil meraih tubuh itu. Dipeluknya dengan erat seolah-olah tidak mau kehilangan. Zahra tak membalas pelukan Revan. Revan merasakan tubuh Zahra yang begitu dingin, tidak hangat seperti manusia hidup layaknya.
"Ra tubuh kamu kok dingin banget sih."
Zahra terdiam.
"Ra kamu senyum mulu bikin aku diabetes deh hahaha."
Zahra hanya tersenyum saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANZA✔ (Tahap Revisi)
Teen Fiction"Maaf sudah berani mencintaimu." -Zahralia Annatasya Addison. "Yang ditakdirkan untukmu, akan tetap menjadi milikmu." - Revanza Mel Aldebran. Tentang dia yang teramat menyakitkan didalam hati. Tentang dia yang susah digapai untuk dimiliki. Tentang...