Pagi hari sudah tiba membuat Zahra dan Devan sudah terbangun dari tidurnya sejak subuh buta tadi. Kini mereka berdua sedang duduk bersama di salah satu bangku yang berhadapan langsung dengan pemandangan alam dan menikmati teh hangat buatan Zahra tadi. Matahari masih malu-malu menunjukan sinarnya, udara sejuk itulah yang mereka rasakan sekarang.
"Kamu cantik banget Ra, apalagi kalo masih muka bantal begini!" ucap Devan terkekeh kecil saat melihat wajah Zahra.
"Iya itu semua kan juga gara-gara kamu tau yang udah bangunin aku."
"Ya gapapa sih, kan biar kita bisa pacaran dulu disini."
"Apa!"
"Gak-gak aku becanda doang kok tadi!" sahut Devan gelagapan.
"Iya-iya ih siapa juga yang mau marah."
"Devan!" ucap Zahra kembali membuat Devan menatapnya.
"Iya sayang."
"Aku kangen banget sama Revan," ujar Zahra memandang lurus ke arah depan.
"Kan abang aku ada di dekat kamu terus," balas Devan tersenyum manis.
"Revan memang dekat dengan aku, tapi hati dan jiwanya jauh seperti matahari susah aku gapai untuk di miliki."
"Kalo gitu anggap aja aku sebagai Revan bukan Devan jika sedang bersama kamu," ucap Devan menatap Zahra.
Zahra menggeleng kecil.
"Beda, kamu dengan Revan beda. Perbedaan kalian sangat mencolok mau kamu nyuruh aku anggap kamu sebagai Revan pun tetap aja kamu adalah Devan," ucap Zahra tersenyum kecil lalu menangkup pipi Devan.
"Apa seberat itu tah untuk kamu melepaskan bang Revan?" tanya Devan menatap Zahra.
"Berat."
"Tapi dia yang udah bikin kamu selalu terluka," ujar Devan tersenyum lirih.
Tes...
Satu tetes air mata Zahra pun jatuh begitu saja tanpa di kompromi dahulu Zahra langsung menghadap ke arah depan ia tidak ingin menoleh ke arah Devan seperti tadi.
"Siapa yang kamu bilang dia? Dia itu abang kamu Devan namanya Revan bukan dia," seru Zahra.
"Zahra."
"Hmm."
"Lepasin abang ya," ujar Devan pelan, langsung saja Zahra menoleh kearahnya kembali.
"Kamu pikir perasaan aku main-main Dev sama Revan aku sayang dan cinta banget dengan Revan!" ucap Zahra berdiri dari tempat duduknya.
"Tapi abang aku udah gak cinta lagi dengan kamu."
"Itu hak dia mau cinta atau enggak sama aku."
"Kenapa sih semua orang nyuruh aku untuk ngelepasin Revan? Memangnya aku salah mencintai Revan?" tanya Zahra menatap Devan.
"Kamu nggak salah tapi waktu yang salah waktu yang belum mengizinkan kamu untuk bersama dengan abang," ujar Devan menangkup pipi Zahra.
"Kenapa semuanya menjadi rumit seperti ini Dev?"
"Apa aku gak berhak untuk bahagia? Apa aku gak berhak untuk dicintai? Apa aku gak berhak untuk mendapatkan apa yang aku mau?" tanya Zahra gemetar.
"Kamu berhak."
"Terus kenapa semuanya seakan-akan sulit untuk aku raih padahal sudah dekat didepan mata."
Devan muak melihat Zahra yang seakan-akan terlihat baik-baik saja. Devan tau gadis di hadapannya ini sedang menahan tangisannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANZA✔ (Tahap Revisi)
Ficção Adolescente"Maaf sudah berani mencintaimu." -Zahralia Annatasya Addison. "Yang ditakdirkan untukmu, akan tetap menjadi milikmu." - Revanza Mel Aldebran. Tentang dia yang teramat menyakitkan didalam hati. Tentang dia yang susah digapai untuk dimiliki. Tentang...