"Jangan terlalu berharap, bisa jadi harapanmu itulah yang membuatmu jatuh sendiri. "
Revan sedang menyendiri dibalkon kamarnya ia memutuskan untuk tinggal sementara di rumahnya. Revan sedang menikmati suasana malam hari yang dipenuhi bintang-bintang bersinar.
"Bang," ucap Devan dari balkon samping.
Revan menoleh. "Apaan sih lo," ujar Revan.
"Bikinin gua coffe latte dong."
"Bikin sendiri."
"Bang." ujar Devan.
"Apa?"
"Bang."
"Hmm."
"Bang."
"Apasih!"
"Bang."
Sangking kesalnya Revan pun langsung menoleh dan melemparkan Devan dengan kaleng wafer ia kesal bukan main.
"Alhamdulillah dapat makanan untuk ngopi," ujar Devan terkekeh.
"Gilak."
"Bang pinjem ponsel dong."
"Ponsel lo kemana?" tanya Revan.
"Lupa naro dimana."
"Carilah."
"Cariin geh lagi mager tau."
"Bacot!"
"Dasar abang hobbynya marah-marah aja hih!"
"Diam Dev."
"Buat apa diciptakan mulut jika tidak berbicara, orang yang bisu aja mau bicara ini mah gak bersyukur banget," ucap Devan berdecak kesal.
Revan diam.
"Bang pinjem ponsel dong."
"Ambil dewek."
"Asik-asikkk," ujar Devan lalu langsung masuk kedalam kamarnya.
Blamm..
Pintu balkon kamar Devan pun tertutup dengan keras membuat Revan langsung menoleh kembali.
"Bang," panggil Devan.
"Permisi dulu."
"Assalamualaikum waromatullahi wabarokatu. Selamat malam bang Revan aku boleh masuk enggak?" tanya Devan dengan imutnya.
"Walaikumsalam, guasah kek gitu jijik gua liatnya."
"Bang," ucap Devan.
"Apa."
"Gua tidur disini ya."
"Enggak enak aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANZA✔ (Tahap Revisi)
Teen Fiction"Maaf sudah berani mencintaimu." -Zahralia Annatasya Addison. "Yang ditakdirkan untukmu, akan tetap menjadi milikmu." - Revanza Mel Aldebran. Tentang dia yang teramat menyakitkan didalam hati. Tentang dia yang susah digapai untuk dimiliki. Tentang...