Junho dan Midam

15.7K 2.9K 537
                                    

Sudah terhitung seminggu sejak pertama kali Junho dirawat inap karena gangguan bipolarnya berulah lagi sejak ia ditemukan hampir overdosis Inhibitor Reuptake Serotonin Selektif di apartemennya setelah seminggu menghilang tanpa kabar ibarat ditelan bumi. Dan selama itu pula dia harus dirawat inap - padahal selama ini dia cuma sekedar terapi - karena perilakunya dianggap membahayakan dirinya sendiri. Bahkan untuk sementara, dia harus cuti dari stase obsgyn yang merupakan bagian dari stase mayor selama program profesi dokter.

Selama seminggu pula dia harus mengikuti serangkaian terapi dan pengobatan untuk mengobati 3 gangguan yang membuat dia berakhir di ruangan ini di bawah pengawasan dokter Seungwoo.

Untuk gangguan bipolarnya sendiri, dia punya 5 jadwal terapi. Setiap sore dia harus pergi ke kelompok dukungan bersama dokter Seungwoo untuk pembimbingan konseling dan saling berbagi kondisi atau tujuan yang sama. Dia masih punya jadwal terapi lain seperti terapi perilaku kognitif, psikoedukasi, psikoterapi, dan terapi keluarga.

Terapi keluarga.

Junho kadang cuma bisa tersenyum sarkas. Selama seminggu dia mendekam di sini sendirian, satu pun keluarganya tidak ada yang menaruh kepedulian padanya. Bahkan kalau mungkin waktu itu Minkyu gagal mendobrak pintu apartemennya dan membiarkan dia mati overdosis, tidak akan ada yang peduli.

Junho adalah orang kesekian dan paling tidak terlihat di keluarganya. Keluarganya tidak bisa diharapkan untuk kestabilannya. Satu-satunya yang bisa dia harapkan untuk kembali stabil adalah dirinya sendiri. Tapi itu sulit.

Episode depresi yang datang kali ini merubah Junho daripada episode mania yang terjadi kemarin atau lusa atau beberapa saat lalu. Meski beberapa psikiater bilang kalau episode manialah yang berpotensi memiliki bahaya lebih besar. Bagi Junho adalah kebalikannya. Episode depresilah yang membuatnya begini dan mendekam di ruangan ini.

Sejujurnya, Junho kesepian. Di ruangan ini sendiri, mengikuti instruksi psikiater, melakukan serangkaian terapi, mengkonsumsi obat-obatan dan kembali ditinggal sendiri. Sejujurnya, dia kesepian.

Dan kehilangan keyakinan bahwa dia bisa kembali stabil dalam waktu dekat.

"Keadaan kamu gimana? Udah mulai ada perkembangan?"

Junho menoleh ke pintu ruang rawatnya. Matanya menatap seseorang yang berdiri dengan jas putih di sana terkejut. "Dokter Midam?"

Midam mendekat dan berdiri dekat dengan Junho yang duduk di pinggiran ranjangnya. "Saya gak mau tanya kenapa kamu bisa sejauh ini. Saya cuma mau tanya, keadaan kamu gimana?"

"Masih sama seperti minggu lalu, dok."

"Eunsang khawatir sama kamu. Tapi belom sempat jenguk kamu ke sini. Jadi, saya yang ke sini buat jenguk kamu."

Junho tersenyum tipis. "Terima kasih, tapi gak perlu khawatir sama saya, dok. Saya cuma orang gak penting yang kebetulan masih idup."

"Kamu ngomong apa? Jangan ngomong yang aneh-aneh. Gak ada yang nganggep kamu gak penting."

Junho terkekeh. "Apa saya keliatan sebagai orang penting? Saya ragu, dok."

Midam menarik napas panjang. "Kalo kamu ngerasa capek, kamu harus mulai cari sandaran. Orang lain bersandar sama kamu, sedangkan kamu gak punya sandaran. Kamu terlalu kuat buat orang lain, tapi kamu lemah buat dirimu sendiri."

"Gak ada yang mau jadi sandaran orang kayak saya, dok."

"Kamu anggap apa temen-temenmu selama ini? Kalo kamu merasa kamu cukup kuat buat melindungi mereka, buat jadi orang yang paling diandalkan oleh mereka, kenapa kamu gk merasa bahwa mereka juga cukup kuat buat jadi sandaran kamu? Jangan jadi baju zirah buat temen-temen kamu, kalo nyatanya kamu gak bisa baju zirah buat dirimu sendiri. Kamu biarin dirimu sendiri hancur, sementara kamu jagain temen-temen kamu dari retak."

Junho diam di tempatnya.

"Saya harus kembali ke poli. Cepat pulih. Buat diri kamu sendiri."

Tapi sebelum Midam sempat mendekati pintu, Junho menarik tangan kanannya, membuatnya terpaksa berbalik dan berakhir jatuh ke dalam pelukan Junho.

Midam kaget bukan main. Ia berniat melepas pelukan Junho, tapi diurungkan saat ia merasakan kepala Junho bersandar di bahu sempitnya. Dan pelukan itu mengerat.

"Saya gak pernah percaya sama siapapun, selain Minhee. Bahkan sama Yohan pun, saya belom bisa seterbuka sama Minhee. Tapi saya tau kalo saya gak berhak menambah berat permasalahan hidupnya Minhee atau Yohan."

Midam mengangkat tangannya dan membalas pelukan Junho dengan ragu. "Kamu gak seharusnya memendam semuanya sendirian sampai sejauh ini."

"Saya cuma gak tau ke mana dan ke siapa saya harus berbagi. Saya takut kalo apa yang saya katakan soal kehidupan saya justru jadi masalah buat mereka. Saya gak mau menambah masalah hidup orang lain, dok."

"Junho..."

Junho melepas pelukannya dan menatap ke dalam mata bulat Midam. "Saya lebih memilih mendengarkan orang lain daripada didengarkan. Mereka masih retak, mereka bisa diselamatkan. Tapi saya sudah hancur, jadi gak perlu diselamatkan. Gak akan ada yang tersisa dari saya."

Midam membingkai kedua sisi wajah Junho dan menempelkan dahinya dengan dahi Junho, membuat ujung hidungnya bersentuhan dengan ujung hidung Junho. Dan Junho memeluk pinggang Midam.

"Kamu bisa bersandar sama saya kapanpun kamu mau. Kamu belum hancur, dan saya gak akan membiarkan kamu hancur."

Midam memejamkan matanya mengikuti Junho. Dahinya masih menempel dengan dahi Junho dan ujung hidungnya masih bersentuhan dengan ujung hidung Junho. Suasana berubah tenang.

Junho membuka matanya dan tersenyum tipis, sebelum akhirnya mengeratkan pelukannya di pinggang Midam.

Junho membuka matanya dan tersenyum tipis, sebelum akhirnya mengeratkan pelukannya di pinggang Midam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Well, kalian tim mana?

Jundam atau Junsang?

Kalo aku sih dua-duanya😶

COASS COOPERATE 2.0 [ProduceX101 Ver]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang