The Orthopedic Resident was Kissed by His Coass

16K 2.9K 330
                                    

"Oh? Midam? Ngapain di sini?"

Midam kaget bukan main sewaktu Seungwoo menangkap basah dia yang lagi berdiri di depan ruang rawat Junho. Sejenak, dia mengumpati dirinya sendiri kalau ternyata jam ini adalah jam-jam Junho selesai diterapi perilaku kognitif.

"Mau jenguk Junho?" tanya Seungwoo sekali lagi.

Midam mengangguk malu.

Seungwoo tersenyum dan mengacak rambut Midam. "Ya udah sana. Junhonya di dalem. Baru balik terapi. Nanti kalo udah selesai, suruh istirahat ya."

Midam hanya mengangguk, terlalu malu untuk bicara. Tapi saat Seungwoo berniat meninggalkannya, dia malah mencegah tangan Seungwoo.

"Kenapa, Dam?" tanya Seungwoo.

"Anu... jangan bilang-bilang Byungchan ya."

Seungwoo terkekeh dan mengacak rambut lembut Midam. "Aman kok. Lo masuk aja. Udah ditunggu saa dek Junho. Gue mau ke poli dulu, masih banyak kerjaan."

Midam mengangguk dan meraih kenop pintu kamar rawat Junho. Ada sejak seminggu dari kunjungan pertamanya ke tempat ini, dia nggak pernah lihat Junho lagi. Bukan dia nggak mau jenguk atau sebagainya, tapi Seungwoo yang melarang dengan alasan Junho harus stabil secra emosi dulu karena belakangan - beberapa hari lalu - emosi Junho kembali nggak stabil.

Dan di sana Junho, di pinggiran ranjangnya, dengan kaos putih yang melekat di tubuhnya yang kelihatan lebih kurus dari sebelumnya dan rambutnya yang kelihatan lebih panjang daripada yang terakhir Midam ingat.

"Kamu makan berapa kali sehari?"

Junho mengangkat kepalanya, agak kaget saat melihat Midam di sana. "Dokter Midam? Kok dokter di sini?"

"Saya nanya, kamu makan berapa kali sehari?"

"Saya keliatan lebih kurus di mata dokter?" Junho balas bertanya. Kemudian saat menyadari ekspresi residen orthopedi di depannya, dia buru-buru menambahkan, "Tiga kali sehari, tapi porsi makannya dikurangi karena ada gangguan makan."

Midam mendekat, tapi hanya berani dua langkah kecil. "Kamu punya anoreksia juga?"

Junho menggeleng. "Saya memang punya riwayat Bipolar, MDD sama PTSD, tapi saya gak punya riwayat anoreksia, bulimia nervosa,atau  gangguan makan kompulsif."

"Tapi tadi kamu bilang kalo kamu ada gangguan makan."

Junho menarik napas panjang. "Itu efek dari MDD saya, dok. Sama kayak insomnia atau hipersomnia, kadang-kadang saya juga ada indikasi kecil gangguan makan. Tapi belom separah anoreksia. Saya cuma males mau makan, gak ada nafsu buat makan."

"Kamu punya dyspepsia kan? Kalo kamu gak makan, nanti kambuh dyspepsia kamu, malah bikin kamu gak cepet pulih. Coba kamu liat badan kamu di depan kaca, udah kayak tulang dibalut sama kulit."

Junho tertawa pelan dan menarik salah satu tangan Midam, sehingga membuat residen bertubuh mungil itu berdiri di hadapannya. "Dulu sewaktu di stase orthopedi, dokter galak banget sama saya. Tapi waktu saya di sini, saya seneng karena dokter jadi perhatian sama saya."

Midam mengalihkan pandangannya. Ke mana pun, asal bukan Junho. "Dokter yang lain juga peduli sama kamu. Konsulen kamu di Obsgyn juga nanyain kamu. Wooseok juga kalo sempat jenguk, pasti bakalan bilang yang saya bilang."

Junho terkekeh dan mengacak rambut Midam gemas. "Dokter Wooseok udah jenguk saya kok kemarin. Cuma bilang kalo saya harus jaga kesehatan, gak sampe marah-marah kayak dokter."

"Saya gak marah-marah kok."

"Terus tadi apa? Ngomel?"

Midam menunduk malu. "Jangan sampe sakit. Kamu harus jaga kesehatan biar terapi kamu cepet selesai dan kamu cepet balik ke tugas-tugasmu sebagai dokter muda. Kecuali kalo kamu betah mendekam di sini sendirian."

"Saya biasa sendirian kok, tapi saya gak betah di sini karena..." Junho menarik pinggang ramping Midam mendekat dan tersenyum saat berhasil membuat residen orthopedi itu salah tingkah. "... di sini gak ada dokter."

Midam memberanikan diri menatap mata Junho, dengan salah satu lengan Junho yang memeluk pinggangnya dan tangannya yang lain mengusap pipinya. "Banyak orang yang sayang sama kamu, jadi kamu harus cepet pulih buat kembali sama mereka."

"Termasuk dokter?"

Midam menahan napasnya. Tatapan Junho berhasil mengulitinya, sekaligus mendobrak ketebalan dinding egoisnya.

Midam meggeleng pelan dan membuang pandangannya. "Bukan saya."

Junho tersenyum dan membawa Midam semakin dekat dengan tubuhnya. "Saya tau kok dokter juga sayang sama saya. Kalo gak, mana mungkin dokter ke sini di tengah jam kerja? Jangan kira saya gak tau jam kerja dokter-dokter residen orthopedi."

Wajah Midam memerah. Dia sibuk menggigiti bibir bawahnya, terlalu bingung harus menyangkal apa lagi. Koass di depannya ini selalu punya cara bikin dia kalang kabut sendiri.

"Bibirnya jangan digigiti, nanti luka." Junho mengangkat ujung dagu Midam, membuat residen orthopedi itu menatap ke arahnya lagi. Junho mengusap pelan bibir Midam dengan ibu jarinya, dia tersenyum dan mengecup sekilas bibir merekah Midam.

Midam melotot saat Junho mengecup bibirnya. Saking kagetnya, dia tidak bereaksi apapun, selain diam dan meremat bahu Junho.

"Dokter manis banget, jadi takut kalo saya bakalan punya banyak saingan."

Wajah Midam memerah, bahkan warna merahnya sampai ke telinga. "Kamu..."

Junho memeluk Midam dan menyembunyikan wajah memerah residen orthopedi itu di ceruk lehernya. "Dokter juga jaga kesehatan. Jadi sewaktu saya keluar dari sini, saya bisa langsung ketemu dokter. Jangan sampe sakit, nanti gak ada lagi yang marahin saya padahal saya baru selesai terapi. Oke?"

Sialnya, entah setan dari mana, Midam malah mengangguk pelan dan menyamankan posisinya dalam pelukan Junho.

Sialnya, entah setan dari mana, Midam malah mengangguk pelan dan menyamankan posisinya dalam pelukan Junho

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Apakah ini akan kegep dedek Eunsang lagi? 😶

Midam punya kebiasaan lupa nutup pintu soalnya 😶

COASS COOPERATE 2.0 [ProduceX101 Ver]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang