Self-Diagnose

16.8K 2.9K 583
                                    

"Kyu, udah nyoba liat AnnyeongzDoctor?"

Minkyu menoleh dan menggeleng sebagai jawaban. "Ada apaan emang di AnnyeongzDoctor?"

Wonjin menyingkirkan buku-buku yang ia letakkan di atas pahanya dan duduk di samping Minkyu. Yap, hari ini mereka dapat jatah libur selama sehari dan karen Minkyu adalah orang yang keranjingan belajar, jadi dia mengajak Wonjin untuk belajar bareng di rumahnya, dengan sebungkus besar keripik kentang, sekotak jumbo pizza, sekotak  penuh donat J.Co dan segelas besar kopi Starbuck yang tadi dibeli Minkyu saat menjemput Wonjin.

Minkyu mengalihkan sebentar pandangannya dari buku obstetri. "Kenapa? Ada apaan emang di AnnyeongzDoctor?"

"Ada anak, masih remaja kayaknya, nanya sama dokter kalo dia katanya bipolar, tapi ada gejala kepribadian ambang sama gejala gangguan obsesif kompulsif. Dan dia bilang hasil itu dia dapet dari hasil skrining di internet. Menurutmu gimana?"

Minkyu meletakkan bukunya ke meja dan duduk bersandar di samping Wonjin. "Kok masih nanya?"

Wonjin merengut lucu dan menendang tulang kering Minkyu. "Ya aku nanya sama kamu, menurut kamu gimana pendapat kamu soal pasien yang dateng dengan self-diagnose kayak gitu? Apalagi self-diagnose ini terkait sama gangguan mental. Tau sendiri kan kalo penyakit mental gak bisa didiagnosa sendiri karena gejalanya mirip-mirip."

Minkyu terlihat berpikir sebentar. "Gangguan mental ya? Kadang sih ya, kalo kita lagi ada di suatu situasi yang down banget, terus buka skrining-skrining yang ada di internet, itu menghibur banget. Apalagi kalo bisa tau lebih banyak soal diri kita. Terus kita iseng-iseng tuh liat ciri-ciri sama faktanya di internet, tapi pemahaman sama pengetahuan kita masih minim bikin kita salah pengertian."

"Contohnya?"

"Contohnya gini, kan sekarang lagi populer tuh orang yang punya gangguan mental. Pernah nemu gak orang yang dengan bangganya mereka mengecap diri mereka punya gangguan mental atau masalah kejiwaan, terus bikin status-status di internet soal diri mereka?"

Wonjin mengangguk.

"Kayak gitu contohnya. Berangkat dari keingintahuan yang gak dilandasi pemahaman dan pengarahan yang bener, orang-orang itu akan melakukan self-diagnose pada diri mereka sendiri. Kalo mereka ngerasa cocok sama gejala bipolar, mereka akan nganggap diri mereka bipolar. Tapi setelah mereka ngerasa cocok sama gejala gangguan kepribadian ambang, mereka akan menganggap diri mereka mengidap kepribadian ambang. Eh, tapi begitu mereka cocok sama gejala gangguan obsesif kompulsif, mereka jadi ngerasa mengidap gangguan itu. Lahirlah yang namanya self-diagnose."

Wonjin mengangguk. "Jadi, itu salah?"

Minkyu mengangguk. "Gangguan mental itu gak bisa didiagnosa sendiri. Kalo bisa didiagnosa sendiri, buat apa seorang dokter harus nempuh PPDS Psikitari? Kayak dokter Seungwoo, ngapain dia susah-susah jadi residen psikiatri kalo gangguan mental dan penyakit kejiwaan bisa didiagnosa sendiri, diterapi sendiri, dan diobati sendiri. Mending juga satu PPDS sama dokter Byungchan."

Wonjin mengangguk paham beberapa kali. Tapi tidak seberapa lama kemudian, wajahnya berkerut lagi. "Kyu~"

Minkyu mengerutkan dahinya. "Apa lagi?"

"Aku mau nanya, tapi jangan dituduh tidur pas kuliah lagi. Yayaya?"

Minkyu tertawa pelan dan mencubit ujung hidung Wonjin. "Mau nanya apaan?"

"Bedanya konselor, psikolog, sama psikiater itu apa? Beberapa orang suka ketuker antara psikolog sama psikiater dan ada beberapa yang nganggap sama. Bedanya apa?"

Minkyu mengangguk dan duduk menghadap Wonjin, membuat cowok itu ikut memutar badannya menghadap Minkyu. "Jadi, konselor itu adalah orang yang punya keahlian untuk melakukan konseling, berlatar belakang pendidikan minimal sarjana jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Bimbingan Konseling, atau Bimbingan Penyuluhan."

COASS COOPERATE 2.0 [ProduceX101 Ver]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang