Minkyu menghentikan langkah kakinya tepat di depan pintu ruang rawat Wonjin. Pikirannya seketika kosong. Semua yang sudah dibahas saat bimbingan terasa melayang dan semua yang diingatnya tentang pasien-pasiennya juga melayang saat kedua kaki jenjangnya berdiri tepat di depan pintu kamar rawat Wonjin. Lengkap dengan tangan yang terhenti di udara saat hendak meraih kenop pintu. Belum membukanya, Minkyu sudah merasa bahwa ia tidak sanggup.
Sekitar beberapa hari lalu, keadaan Wonjin turun drastis, diikuti dengan turunnya kesadaran secara drastis, dan baru sadar sekitar 3 hari yang lalu. Minkyu mendengar itu dari dokter Yunseong yang ikut menangani Wonjin saat itu. Dokter Yunseong bilang, saat itu Wonjin sedang dalam keadaan semi coma.
Semi coma. Dengan jumlah GCS sekitar 4, berbeda jauh dengan compos mentis alias sadar penuh yang memiliki jumlah GCS sekitar 15-14. Semi coma menjelaskan keadaan Wonjin saat itu. Penurunan keadaan yang tidak memberikan respon terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali, respon terhadap nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea dan pupil masih baik. Dan ketika Minkyu mendengar itu langsung dari dokter Yunseong, ia yang tidak pernah menangis di depan rekan-rekan sesama koassnya pun hari itu menangis.
Selama ini, ia menutup mata dari keadaan Wonjin. Sejak hari di mana diagnosa ditegakkan, ia tidak menemui Wonjin di ruang rawatnya. Bukan tidak peduli, Minkyu hanya tidak sanggup melihat bagaimana Wonjin dengan tegarnya menghadapi penyakitnya, sementara ayahnya masih terbaring koma di ruang ICU.
Jadi bagaimana bisa Minkyu tidak merasa sakit melihat Wonjinnya dalam keadaan begini? Terlebih lagi, ia begitu takut kehilangan Wonjin. Sampai setiap hari, hal yang paling banyak mengisi pikirannya adalah Wonjin. Tidak datang ke ruangan Wonjin, bukan berarti Minkyu tidak tahu apapun. Ia mendatangi dokter Yunseong setiap pagi dan setiap saat ia sempat untuk menanyakan kabar Wonjin, dan ia merasa sedikit lega saat Yunseong menyatakan bahwa kesadaran Wonjin berangsur kembali meski perlahan dan kemoterapi pertama yang dijalaninya cukup membantu, juga memberikan angka harapan hidup.
Namun kadang-kadang ia kembali mengkhawatirkan Wonjinnya saat Yunseong menceritakan bahwa meski kemoterapi memberi angka harapan hidup terhadap Wonjin, glioblastoma yang sedang tumbuh dan berusaha menumbangkannya, lebih banyak membuat Wonjin menangis karena rasa sakitnya. Bayangkan jika kamu sedang menaiki sebuah motor dan kamu adalah pengendara utamanya, kemudian kamu membonceng seseorang yang terlalu banyak bergerak, bukankah kamu terancam jatuh dan merasakan sakit lebih dalam? Inilah kondisi Wonjin sekarang. Saat tim dokter berusaha memberikan penanganan terbaik dan Wonjin yang sedang berjuang untuk mempertahankan hidupnya, glioblastoma itu juga sedang bertahan mempertahankan hidup dan keberadaannya.
Minkyu mendongakkan kepalanya, berusaha menahan air matanya, kemudian memantapkan hati untuk memutar kenop pintu dan mendorong daun pintunya. "Selamat pagi."
Nenek Wonjin tampak sedang duduk di pinggiran tempat tidur Wonjin sambil menyuapi cucu pertamanya tersenyum saat melihat kedatangan Minkyu. "Ah, Minkyu. Akhirnya kamu datang," katanya.
Minkyu tersenyum tipis dan hanya berani maju selangkah, dan hanya berani menatap nenek Wonjin. Bukan ke arah Wonjin. "Maaf baru bisa jenguk, nek. Pasien yang masuk di stase bedah banyak," ujarnya pelan.
Nenek Wonjin tersenyum, kemudian meletakkan mangkuk sarapan Wonjin ke meja nakas di samping ranjang dan berjalan menghampiri Minkyu. Ia menepuk pundak Minkyu pelan. "Tolong jaga Wonjin bentar, ya? Nenek mau lihat ayahnya Wonjin sebentar."
Minkyu mengangguk dan membiarkan nenek Wonjin meninggalkannya berdua dengan Wonjin di ruangan itu. Dan Minkyu masih belum sanggup untuk menatap ke arah Wonjin.
Wonjin yang sedang duduk namun setengah berbaring di tempat tidur tersenyum saat melihat Minkyu di sana. "Kyu, sini deketan," katanya lirih.
Minkyu mengangkat pandangannya dan bertemu pandang dengan mata Wonjin yang sayu. Ia mengangguk dan melangkah mendekat dengan langkah kaku. "Keadaan kamu gimana?" tanyanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
COASS COOPERATE 2.0 [ProduceX101 Ver]
Fanfic"Dokter Midam, tiap ketemu dokter, bawaannya saya ingin jadi pendamping hidup dokter." "Dek, kamu lagi stase apa? Konsulenmu siapa?" "DokYuv ngapain di ruang koass?" "Menjagamu sebagai calon masa depanku, Dek Yohan." "Dek Minhee nanti jaga malam?" "...