"Iya, entar kalo gua balik ke rumah sakit, gua bawain bukunya. Ini gua masih mau pulang. Mandi bentar sama makan, entar gua balik lagi ke sana. Iya, Pyo, iya, gua bawain. Di jalan masih ujan dari gua kagak bisa ngebut. Gua? Di mana? Di jembatan sungai Han. Mau nitip bawain apa lagi?"
Junho menoleh sebentar ke sekitarnya. Hujan deras bikin suasana jalanan lebih sepi padahal masih jam 10 dan dia dapat kesempatan rehat sampai jam 12 nanti. Jarang banget dia dapat kesempatan rehat malam walaupun cuma 2 jam, tapi disyukuri daripada 24 jam di rumah sakit. Pengap. Mana dari kemarin belum mandi.
"Iya, gak usah ngomong lagi. Nanti buku pedoman sama sendok. Iya, gua bawain. Nitip apa lagi? J.Co? Starbuck? Bayar sendiri tapi. Bangkrut gua... eh?"
Junho melanin laju mobilnya saat beberapa meter di depannya, seorang cowok berusaha naik ke pembatas jembatan yang licin karena air hujan sambil berpegangan di tiang sebelahnya.
"Pyo, udah dulu. Nanti kalo gua sampe, gua telepon lagi."
Junho mematikan telepon sepihak dan melemparkan hapenya ke atas dashboard mobilnya. Matanya memincing, memandang ke arah cowok yang berdiri di pembatas jembatan itu, seakan nggak peduli hujan deras di luar.
Junho akhirnya menepi. Perasaannya mendadak nggak enak sewaktu lihat cowok itu mengambil ancang-ancang mau lompat. Tapi sebelum dia sadar hal lainnya, dia keluar dari mobil, menembus hujan, dan rela basah kuyub saat menyadari kalau orang itu adalah...
"YOHAN!!"
Dengan satu tarikan di pinggang, Junho berhasil membawa Yohan turun dari pagar pembatas jembatan. Akhirnya Yohan jatuh ke trotoar pinggir jembatan dengan posisi setengah badannya menimpa setengah badan Junho. Alhasi, mereka berdua sama-sama telentang di trotoar dalam keadaan basah kuyup.
Junho duduk lebih dulu dan natap Yohan lurus. "Lo mau ngapain di sana, Han? Udah bosen idup lo? Lo mau mati? Sini, gua tabrak pake mobil sekalian biar mati. Lo gila atau apa, Han? Otak lo gak bisa mikir jernih apa? Untung gua liat lo. Kalo lo mau mati, sini, gua tabrak pake mobil. Gila lo, Han. Mikir dong... Han?"
Yohan yang tadinya telentang akhirnya duduk di depan Junho dengan wajah menunduk dan tiba-tiba nangis dengan bahunya yang bergetar.
"Han? Sori, gua gak bermaksud bentak-bentak lo. Yohan?" Junho berusaha megang tangan Yohan, tapi ditepis.
"Harusnya lo biarin gue mati, Jun. Harusnya lo gak perlu narik gue. Harusnya lo biarin gue lompat, Jun. Harusnya lo biarin gue mati konyol, Jun..."
Hati Junho mencelos. Selama hampir 12 tahun dia kenal Yohan, dia nggak pernah sekalipun lihat Yohan dalam keadaan seperti sekarang, yang sampai mikir buat bunuh diri. Bahkan Junho nggak pernah lihat Yohan nangis. Ini pertama kalinya Junho lihat sosok Yohan yang galak nangis di depannya.
"Yohan. Jangan nangis, oke? Apapun masalah lo, jangan nangis. Lo punya gua." Junho menarik Yohan masuk ke pelukannya dan sekarang cowok itu nggak berusaha menolak. Tangisannya malah kedengaran makin kencang. "Kita pulang, ya?"
Yohan menggeleng. "Gue gak mau pulang ke rumah. Gue gak mau, Jun..."
Junho menatap Yohan dalam pelukannya. "Apartemen gua, oke?"
Yohan mengangguk tanpa suara.
......
"Han, coklat panasnya diminum dulu." Junho menyodorkan segelas coklat panas di depan Yohan, tapi cowok itu sama sekali nggak bereaksi.
Junho ngambil handuk di dekat meja dan duduk di samping Yohan. Dengan telaten, Junho mengusap rambut Yohan yang basah. Walaupun Yohan nggak mau bicara dan tatapannya kosong, Junho masih bersyukur, Yohan mau ganti baju.
"Gua gak pernah liat lo kayak gini, Han. Gua kaget." Junho masih mengusap rambut basah Yohan dengan telaten sambil sesekali berusaha mencuri pandang.
Yohan menunduk. "Junho, kalo gue mati gimana?"
Junho berhenti. "Kenapa lo nanya gitu?"
Yohan mulai terisak, lagi. "Keluarga gue... mereka gak mau nerima gue lagi, Jun. Mereka semua jijik sama gue setelah mereka tau kalo gua not into girl. Gue beda sama yang mereka harapin. Gue salah, Jun."
Junho menyandarkan kepala Yohan ke bahunya, seakan nggak peduli sama rambutnya yang basah. "Han, gua gak mau nasehatin lo. Di sini, gua bukan pawang lo, yang bikin lo harus jadi apa yang mereka mau tapi malah nyakitin lo. Di sini, gua adalah temen lo. Kalo lo mau nangis, marah, maki-maki atau apalah, lampiasin sama gua."
"Gue berusaha nyangkal ini, Jun. Gue berusaha nyangkal kalo gue not into girl, tapi perasaan gue sama dokter Yuvin setelah apa yang terjadi minggu lalu, gue gak bisa nyembunyiin kalo gue justru nyaman sama dia. Dan keluarga gue gak menerima ini..."
Junho mengangguk. "Gak semua keluarga bisa menerima kondisi anaknya dengan lapang dada. Kebanyakan dari mereka gak akan berhenti menuntut tanpa mereka peduli kalo penuntutan mereka berbuntut luka yang panjang, Han."
Yohan nangis makin kencang dan berakhir dengan meluk Junho, nangis di bahunya Junho dan Junho cuma balas pelukan Yohan.
"Sakit ya, Han, rasanya ditolak keluarga sendiri?"
Yohan mengangguk samar.
Junho mengangguk. "Lo selama ini udah berusaha keras jadi Kim Yohan yang mereka mau dan hanya karena satu kesalahan yang lo bahkan gak pengen itu terjadi sama lo, mereka bukan ngerangkul lo, tapi malah nolak keberadaan lo. Sesakit apa, Han?"
Yohan masih sesenggukan di bahunya Junho. "Pikiran gue bener-bener kalut, Jun. Gue cuma mikir. Mungkin kalo gue mati, semua selesai. Tapi lo dateng."
Junho melepaskan pelukan Yohan dan menangkup dua sisi wajah Yohan. "Gua gak mau kehilangan lo, Han. Karena lo temen gua, lo adalah bagian dari hidup gua. Rasa sakit yang bikin lo gini, gua ngerasain, Han. Gua gak mau lo jadi Junho yang kedua."
Yohan menggigit bibir bawahnya. "Junho... kalo lo gak dateng, mungkin gue udah mati sekarang."
"Dan gua akan nyalahin diri gua seumur hidup karena gak berhasil jagain lo, Han. Gua bersumpah sama diri gua sendiri, no matter what, gua akan ngelindungi temen-temen gua karena kalian yang bikin gua bertahan sampe sejauh ini."
Yohan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Junho dan Junho cuma ngusap puncak kepalanya Yohan.
"Bertahan ya, Han. Jangan mikir buat bunuh diri kek tadi. Kita bertahan bareng-bareng, kayak biasanya. Lo punya gua. Pegang tangan gua kapanpun lo butuh gua. I'll protect you from everything."
.
.
.
.The last coass - Cha Junho
.
.Junho udah beberapa kali ngasih "kode" tentang hidupnya sejak latarbelakangnya Minhee🕊
KAMU SEDANG MEMBACA
COASS COOPERATE 2.0 [ProduceX101 Ver]
Fanfiction"Dokter Midam, tiap ketemu dokter, bawaannya saya ingin jadi pendamping hidup dokter." "Dek, kamu lagi stase apa? Konsulenmu siapa?" "DokYuv ngapain di ruang koass?" "Menjagamu sebagai calon masa depanku, Dek Yohan." "Dek Minhee nanti jaga malam?" "...