"Kak Midam, tau di mana toko buku yang buku-buku soal medisnya lengkap nggak? Aku mau nyari buku Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley. Udah nyari di beberapa toko buku, tapi nggak ketemu. Nemunya cuma buku Orthopedi biasa."
Dan di sinilah Midam sekarang, di toko buku tempat biasa ia membeli textbook dan alkes ketika masih kuliah dan bahkan sekarang saat sudah masuk ke PPDS Orthopedi. Biasanya dia datang ke sini dengan Wooseok atau dengan Eunsang untuk merekomendasikan buku-buku mana yang mudah dipahami, tapi kali ini tidak. Ia tidak bersama Wooseok. Tidak juga bersama Eunsang. Tidak juga sendirian. Tapi bersama mantan pacarnya, Yoon Seobin.
Seobin yang mengajaknya ke sini sejam lalu saat poli tutup. Mulanya ia tidak mau, tapi ia berpikir untuk membeli beberapa buku pegangan Orthopedi lainnya dan setidaknya satu buku tentang ilmu bedah untuk adiknya yang belakangan tampak uring-uringan karena pasien-pasiennya. Dan yeah, sepertinya tidak ada hal yang salah jika ia mengunjungi toko buku dengan Seobin toh ia lebih senior berada di PPDS Orthopedi dan Seobin juga rekan sesama residennya. Apa salahnya?
Midam menggeleng dan kembali meneliti tiap rak buku, mencari buku yang seharusnya Seobin dapatkan dengan mudah di toko buku ini dan mempercepat mereka untuk pulang, mengingat Midam sudah menemukan semua buku yang ingin dibelinya. Tapi buku yang dicari Seobin seperti sengaja bersembunyi dari mereka.
Dari rak buku Ilmu Bedah Pediatri, Seobin menoleh ke arah Midam. "Kak, nemu nggak? Di sini nggak ada."
Midam menoleh ke arah Seobin. "Belum nemu. Bentar aku cariin lagi," jawabnya.
Seobin mengangguk sambil tersenyum, namun kali ini lengkung bibirnya agak berbeda. Ia sedang tersenyum jahil.
Buku Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley itu tersembunyi antara buku-buku Ilmu Bedah Anak dan menjadi satu-satunya buku bersampul coklat di antara buku-buku bersampul merah.
Seobin berdiri bersandar pada rak buku sambil memerhatikan Midam yang tampak sibuk mencari buku sambil mengulum senyum saat mantan pacarnya itu tampak kesulitan menahan buku-buku tebal di lengannya untuk tidak meluncur jatuh ke lantai.
"Butuh bantuan, kak?" Seobin menegakkan tubuhnya dan berjalan menghampiri Midam sambil membawa buku yang sejak tadi dicari Midam di tangannya.
Midam menggeleng tanpa menoleh. "Nggak usah. Aku bisa bawa sendiri kok," jawabnya lirih.
"Padahal lebih gampang kalo aku yang bawain. Dari dulu tiap kakak beli buku, kan aku yang bawain."
Gerakan jemari Midam menyisir buku-buku di rak buku Orthopedi terhenti pada buku Pengantar Orthopedi di bagian tengah rak. Ia lantas menggeleng. "Nggak usah. Aku bisa bawa sendiri kok," katanya masih menyangkal.
Seobin mengangkat tangan dan merebut buku-buku dalam dekapan Midam, kemudian membawanya jadi satu dengan buku yany tadi dibawanya. "Udah, aku bawain aja. Keberatan kalo dibawa sendiri."
Midam menoleh. "Jangan. Berat juga kalo kamu bawa sendiri. Setengahnya biar aku aja yang bawa, Bin."
"Udah nggak papa. Santai aja, kak. Dulu kan kita sering begini."
Midam menggeleng. Berusaha merebut sebagian bukunya dari dekapan lengan Seobin. "Jangan, ngerepotin kamu. Itu buku buat Eunsang juga berat lho, nanti jatuh kena kaki kamu."
"Kakak takut bukunya jatuh kena kakiku?"
Midam mengatupkan bibirnya. "Na-nanti bukunya lecet. Kan aku belum bayar," katanya lirih.
Seobin tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk mengusak lembut rambut kelam Midam. "Dari dulu kan kakak selalu khawatir kalo aku bawain buku yang berat. Bukan takut bukunya lecet, tapi takut kakiku yang lecet."
"Ng-nggak. Bukan gitu. Bukunya kan masih baru, nanti kalo jatuh lecet."
Seobin tertawa pelan. "Udahlah, kak. Santai aja. Biar aku yang bawain."
"Biar aku yang bawa sebagian. Biar nggak ngerepotin kamu." Midam mengulurkan kedua tangannya, berusaha meraih buku-bukunya dalam dekapan Seobin, namun alih-alih berhasil mengambil buku-bukunya, semua buku itu malah terjatuh ke lantai dan sebagiak bukunya nenimpa kaki Seobin.
Seobin meringis. Buku Ilmu Bedah itu tebal dan ia tidak sedang akting sewaktu buku itu jatuh menimpa kakinya. Sementara Seobin berjongkok sambil memegangi kaki kanannya yang tertutup sepatu pantofel, Midam langsung ikut berjongkok di depan Seobin dengan wajah khawatir.
"Bin? Sakit ya? Kan aku udah bilang, biar sebagian aku aja yang bawa." Midam berusaha meraih tangan Seobin yang memegangi bagian atas sepatu sebelah kanannya sambil meringis menahan ngilu.
Seobin menggeleng dan tersenyum. "Udahlah, kak. Segini doang kok. Nggak bakalan patah kok plantaris lateralisku. Aman-aman aja."
"Iya nggak bakalan patah plantaris lateralismu. Kalo timbul hematoma gimana? Kan sama aja sakit. Kamu juga harus pake sepatu tiap hari kalo ke rumah sakit."
Seobin tersenyum lebar saat melihat Midam mengoceh. Ia mengulurkan tangannya untuk mengangkat dagu Midam, membuar mata bulat mantan pacarnya itu menatapnya. "Aku nggak papa, oke? Plantaris lateralisku juga nggak papa, nggak akan fraktur, nggak akan timbul hematoma. Nggak usah khawatir."
Midam menggigit bibir bawahnya perlahan. Ia hanya merasa tidak enak dengan mantan pacarnya. Mereka tidak punya status, tapi ia malah dengan kurang ajarnya mencelakai Seobin. "Ya tapi..."
Seobin berdiri dari posisi berjongkoknya dan berjalan bolak-balik sambil melompat. "See, kak? Aku nggak papa. Nggak ada cedera serius sama kakiku yang sampe butuh penanganan spesialis orthopedi."
Midam mendongak menatap Seobin. "Serius nggak papa?" tanyanya ragu.
"Serius, kak. Lagian aku cuma residen orthopedi yang nggak perlu bikin asuransi kaki mahal kayak Ronaldo. Lagian aku cuma kejatuhan buku Ilmu Bedah, bukan kejatuhan Dorland."
Midam menunduk. "Kalo kejatuhan Dorland, apa nggak oblik plantaris lateralismu?"
Seobin terkekeh sambil memunguti buku-buku yang berceceran di lantai dan kembali berjongkok di depan Midam. "Kan ada kakak. Selama ada kakak, mau transversal, oblik, greenstick, epifisial, impaksi, avulsi, patologik, kompresi, terbuka... pasti kakak inget kan semua tatalaksananya? Beda sama aku, jangankan inget tatalaksana, mau anamnesis pasien aja suka kesel hehehe..."
Midam tersenyum tipis dan berdiri dari posisinya mengikuti Seobin. "Tapi kalo di toko buku, mau ditatalaksana pake apa, Bin?"
"Kalo aku sih cukup pake cinta aja, kak." Seobin meringis.
Midam mengerjap lucu. "Cinta sekarang bisa gantiin peran debridemen ya? Tapi kok nggak ditulis di buku tatalaksana?"
Seobin meringis lagi. "Soalnya cuma kakak yang bisa ngelakuin itu dan berlakunya cuma sama aku hehehe..."
Midam menggeleng dan memilih meninggalkan Seobin dengan berjalan lebih dulu.
"Kak Midam."
Midam menoleh ke belakang, ke arah Seobin yang berdiri beberapa langlah darinya.
"Bukan cuma tulang yang butuh reposisi, tapi hatiku juga butuh direposisi, di hatinya kakak. Biar bisa nempatin lagi hatinya kakak."
.
.
.Bukan komplotannya Jinhyuk kalo nggak jago gombal😶
KAMU SEDANG MEMBACA
COASS COOPERATE 2.0 [ProduceX101 Ver]
Fanfiction"Dokter Midam, tiap ketemu dokter, bawaannya saya ingin jadi pendamping hidup dokter." "Dek, kamu lagi stase apa? Konsulenmu siapa?" "DokYuv ngapain di ruang koass?" "Menjagamu sebagai calon masa depanku, Dek Yohan." "Dek Minhee nanti jaga malam?" "...