Tonight We Cry In Kisses

14.2K 2.5K 482
                                    

"Minkyu, kamu kenapa?"

Wonjin bukan main kagetnya saat tiba-tiba Minkyu masuk ke ruang rawatnya dengan wajah berantakan, kemudian memeluknya erat dan menyembunyikan wajah di ceruk lehernya. Minkyu tidak pernah seperti ini sebelumnya dan ia tidak pernah melihat Minkyu sekacau ini. Seharusnya pembicaraan dengan para dokter senior membuat Minkyu senang, tapi alih-alih kembali dengan wajah cerah, Minkyu justru kembali dalam keadaan berantakan.

Wonjin mengangkat satu tangannya dan mengusap punggung Minkyu perlahan. "Kyu, kamu kenapa? Kamu dimarahin dokter-dokter konsultan?"

Minkyu menggeleng. Ia mengeratkan pelukannya di pinggang Wonjin, berusaha mencium aroma tubuh Wonjin. Namun bukannya aroma morning dew atau summer swing yang dihirupnya, ia justru menghirup aroma menyesakkan rumah sakit.

Wonjin hanya diam. Ia tidak bisa berbuat banyak. Kepalanya sakit, terasa seperti berputar, pandangannya memburam, setengah tubuhnya nyaris tidak bisa digerakkan, dan sekarang Minkyu kembali dalam keadaan berantakan, dalam keadaan kacau. Meski Minkyu dalam pandangannya hanyalah sosok buram yang terbelah menjadi dua, Wonjin bukan tidak bisa melihat bahwa Minkyu kembali dalam keadaan kacau.

Wonjin menyandarkan kepalanya di samping kepala Minkyu dan berusaha membalas pelukan pacarnya, meski sejujurnya kedua tangannya begitu berat untuk diangkat, seakan ia tidak memiliki otot dan tenaga untuk mengangkat tangannya sendiri.

"Kyu, kalo kamu gak bilang, aku gak tau kamu kenapa. Cerita ya?"

Beberapa saat kemudian, satu-satunya yang dirasakan Wonjin adalah bahunya mulai basah dan Minkyu yang sedang memeluknya begitu erat mulai terisak, badannya bergetar pelan. Minkyunya menangis. Selama Wonjin mengenal Minkyu, ini adalah pertama kalinya ia mendengar bagaimana suara Minkyu ketika menangis, bagaimana Minkyu menangis.

Wonjin mengusap pelan punggung Minkyu. "Kamu kenapa? Kok nangis? Jangan nangis dong. Biasanya gak pernah nangis. Belum kirim referat ya?"

Minkyu tidak menjawab. Bahunya semakin bergetar dan isakannya mulai terdengar lebih kencang daripada sebelumnya, yang justru semakin membuat Wonjin bingung dengan apa yang terjadi pada pacarnya.

"Minkyu..." panggilnya lirih.

"Aku takut kehilangan kamu. Aku gak mau kehilangan kamu."

Usapan pelan Wonjin di punggung Minkyu terhenti. Pandangannya berubah kosong, seakan ia menikmati pandangannya yang memburam, juga nyeri yang semakin menjadi di kepalanya.

Minkyu melepaskan pelukannya, memperlihatkan wajahnya yang kacau karena air mata. Ia menatap ke dalam mata bulat Wonjin yang tidak secerah biasanya. Ada binar yang hilang. "Aku sayang kamu dan aku gak mau kehilangan kamu. Aku takut kehilangan kamu."

Wonjin tersenyum tipis dan menangkup kedua sisi wajah tirus Minkyu, kemudian menyeka jejak air mata yang membasahi pipi pacarnya. "Aku juga sayang kamu dan gak ada yang akan pergi, Kyu. Aku di sini. Lihat? Aku masih di sini. Kamu bisa meluk aku kok, kapanpun itu..."

Minkyu tidak menjawab, ia membiarkan Wonjin menghapus jejak air matanya meski gerakan tangan Wonjin sudah tidak secepat dan sebaik ketika ia belum jatuh sakit. Ia menikmati bagaimana tangan Wonjin menyentuh pipinya dan mengusapnya lembut. Lebih daripada beberapa hal yang diunggulkannya dalam hidup, sentuhan tangan Wonjin lebih memiliki andil untuk membuatnya merasa sedikit lebih tenang.

Sedikit dan hanya sedikit, karena sesungguhnya kekhawatiran Minkyu jauh lebih besar.

Minkyu menggenggam kedua tangan Wonjin yang bertengger di pipinya. Ia menatap ke dalam mata Wonjin, diam-diam merindukan binar ceria yang dulu pernah ada di mata bulat Wonjin, senyum hangat di bibir Wonjin, dan omelan yang muncul tiap kali Minkyu melakukan kesalahan.

Kesimpulan sederhananya, Minkyu merindukan Wonjinnya, meski nyatanya Wonjin ada di depan matanya.

"Kyu..."

Tangan Minkyu naik untuk menangkup kedua pipi Wonjin yang mulai terlihat lebih tirus daripada yang diingatnya. Jika beberapa saat lalu teman-temannya akan mengatakan bahwa Wonjin terlihat gembul, maka kini Minkyu yakin bahwa Wonjin kehilangan beberapa kilogram berat badannya.

Wonjin memejamkan matanya, menikmati usapan lembut kedua ibu jari Minkyu di pipinya. Sama halnya dengan sentuhan Wonjin yang menenangkan Minkyu, maka sentuhan Minkyu juga memiliki andil untuk menenangkan Wonjin, meski ia tidak dapat berkilah jika rasa sakit yang dirasakan tubuhnya tidak berkurang.

"Kamu tempat di mana hidupku dimulai dan kamu juga tempat di mana hidupku berakhir. Apapun yang akan terjadi sama kamu, aku di sampingmu. Jangan pernah takut."

Wonjin tersenyum tipis dan mengangguk kaku saat mendengarnya. Ia menggenggam pelan tangan Minkyu yang masih betah memgusap pipinya.

Minkyu mendekatkan tubuhnya, memberikan sebuah ciuman hangat di dahi Wonjin.

Aku akan melindungimu.

Kemudian ciuman itu turun ke kedua kelopak mata Wonjin yang terpejam.

Aku akan mendengarkan keluh kesahmu.

Lalu ciuman itu turun ke kedua pipi Wonjin yang mulai tirus.

Aku menyayangimu.

Minkyu menjauhkan sedikit wajahnya dari wajah Wonjin, menatap sosok pacarnya. Ia tersenyum tipis, mengingat semua yang telah terjadi di antara mereka.

Pertemuannya dengan Wonjin di skill lab rekam medis di semester 1.

Perkenalan pertamanya dengan Wonjin di skill lab anamnesis di semester 2 saat Wonjin berebut menjadi pasien dengan Dongpyo.

Percakapan panjangnya dengan Wonjin pertama kali di skill lab pemeriksaan neurologi di semester 3.

Perselisihannya dengan Wonjin untuk mendapatkan hati Hyungjun, yang kemudian berakhir ia yang jatuh hati pada Wonjin dan berakhir benar-benar mencintai Wonjin, hingga ia tidak ragu menyimpan hidupnya di tangan Wonjin.

"Minkyu..."

Minkyu mengusap pipi Wonjin perlahan, kemudian mengusap bibir pucat Wonjin dengan ibu jarinya. Ia mendekatkan wajahnya dan memejamkan matanya perlahan, mempertemukan bibirnya dengan bibir Wonjin.

Aku mencintaimu. Aku sungguh mencintaimu.

Wonjin memejamkan matanya saat merasakan Minkyu mulai melumat pelan bibirnya. Dadanya terasa sesak saat merasakan betapa lembut ciuman Minkyu malam itu. Daripada beberapa ciuman mereka sebelumnya, kali ini Minkyu menciumnya lebih lembut. Daripada sebuah ciuman menuntut, ciuman Minkyu kali ini lebih melibatkan perasaan.

Minkyu menghentikan sejenak ciumannya, namun bibirnya tetap menempel dengan bibir Wonjin ketika ia merasakan ada air mata yang terlibat dalam ciumannya. Bukan air matanya. Melainkan air mata Wonjin.

Wonjinnya menangis, dalam ciuman mereka.

Minkyu menahan napas dan kembali mencium Wonjin dengan segenap perasaannya, dengan kekhawatiran yang bersandar dalam hatinya, juga dengan ketakutan yang menyergapnya.

Ia tidak ingin kehilangan Wonjin.

Ia tidak ingin kehilangan Wonjin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.

Selamat datang di penghujung stase penyakit dalam 😥

COASS COOPERATE 2.0 [ProduceX101 Ver]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang