What Should I Do? (II)

890 73 1
                                        

"Terimakasih sudah mau mengantarku. Maaf merepotkanmu," cicit Jaemin terlampau pelan.

"Tak apa. Oh ya, namaku Hyunjin. Kau?" tanya namja dengan visual bak malaikat itu.

"Ja-Jaemin. Namaku Jaemin."

"Baiklah kalau begitu. Jaemin-ssi, jangan bersedih lagi ya. Aku yakin kau akan tampak lebih manis jika kau tersenyum dibandingkan harus menangis seperti tadi," oceh Hyunjin membuat Jaemin seketika menunduk malu.

Setelah mengucapkan hal itu, Hyunjin segera melajukan kendarannya menjauhi pekarangan rumah Jaemin. Meninggalkan pemuda Na yang masih belum beranjak dari tempat ia berdiri. Kembali teringat akan permasalahannya dengan Mark. Helaan napas berat terdengar begitu nyaring.

Dari awal Jaemin meminta bertemu dengan Mark sebenarnya hanya ingin memastikan apa sebenarnya hubungan kekasihnya itu dengan Haechan. Jaemin juga sudah berniat bahwa ia akan benar-benar mendengarkan penjelasan Mark. Namun apa daya, Jaemin tetaplah seorang manusia biasa yang tetap akan marah jika melihat kedekatan kekasihnya dengan orang lain, terlebih sahabatnya sendiri.

Jaemin tentu sangat tahu jika Mark dan Haechan memang teman sejak kecil. Ia bahkan sangat tahu jika keduanya memang sudah dekat sejak lama. Tapi apakah keduanya tak bisa mengerti perasaan Jaemin jika hubungan keduanya yang terlampau dekat itu akan menyakiti hati Jaemin.

Puncaknya pada beberapa hari yang lalu. Jaemin sudah dengan susah payahnya membuatkan bekal untuk Mark. Bahkan ia sampai meminta diajari oleh eomma-nya. Jaemin rela bangun pagi-pagi buta hanya untuk membuatkan sarapan untuk Mark, karena memang Mark adalah tipe orang yang sering sekali melewatkan sarapan dan Jaemin tidak suka akan hal itu.

Sejak kakinya melangkah melewati gerbang sekolah, Jaemin sudah memasang wajah yang begitu ceria. Ia yakin bahwa Mark akan menyukai bekal buatannya. Jaemin bahkan sudah membayangkan betapa manisnya sikap Mark nantinya saat ia tahu bahwa Jaemin telah membuatkannya sarapan yang begitu istimewa.

Disaat Jaemin baru saja akan meneriakkan nama Mark untuk memberikan kejutan, justru ia lah yang mendapatkan kejutan dari Mark. Kekasihnya itu tampak menggendong Haechan dengan tergopoh. Bahkan Mark hanya melewatinya begitu saja tanpa tahu jika Jaemin tengah berlinangan air mata.

"Tidak berguna sama sekali! Lebih baik kubuang saja!" – seru Jaemin seraya membuang kotak bekal yang sebelumnya sudah ia siapkan untuk Mark.

Hari itu Jaemin benar-benar merasa kecewa dan sudah tidak tahan lagi. Ia sudah tidak peduli lagi dengan hubungan Mark dan Haechan. Jaemin sungguh sudah muak.

"Sayang? Kau tidak makan?" tanya Nyonya Na memecah lamunan Jaemin.

Mendengar suara eomma cantiknya itu, Jaemin segera menghapus jejak air mata yang sejak tadi tidak mau berhenti membasahi pipinya.

"Ne, sebentar lagi eomma."

"Baiklah, eomma tunggu di bawah ya, sayang."

Jaemin hanya mengangguk sebagai balasan. Segera mengganti pakaiannya dengan yang lebih santai dan menuju ke lantai bawah untuk makan bersama eomma-nya.

.

.

.

Dengan langkah gontai, Jaemin berjalan disepanjang koridor sekolah. Tampak sekali jika namja manis itu sedang lemas dan tidak bertenaga. Pagi ini saja Jaemin sebenarnya sudah malas sekali untuk berangkat ke sekolah. Ia benar-benar malas jika harus bertemu dengan Mark ataupun Haechan.

"Selamat pagi, Nana!" sapa Renjun dengan nada yang begitu ceria.

Jaemin hanya tersenyum singkat tanpa berniat untuk membalas sapaan Renjun. Tentu saja sikap Jaemin yang sangat tidak biasa itu membuat Renjun mengernyit heran. "Kau kenapa, Na? Sakit?"

Jaemin menggeleng pelan, "tidak."

Merasa mood Jaemin mungkin sedang buruk, Renjun memutuskan untuk tak lagi bertanya lebih jauh.

Sampai waktu pelajaran usai pun Jaemin masih saja diam dan tidak mengatakan sepatah katapun pada Renjun yang notabenenya adalah teman sebangkunya. Memang benar, mood Jaemin saat ini benar-benar buruk.

Jika kalian tanya kemana Haechan, entahlah Jaemin juga tidak tau dan tidak peduli. Ia juga tak ada niat sedikitpun untuk bertanya pada Renjun.

"Kau pulang dengan siapa, Na?" tanya Renjun saat akan beranjak meninggalkan kelas.

"Appa," jawab Jaemin singkat tanpa ekspresi.

Renjun sebenarnya sudah sangat gatal untuk bertanya ada apa sebenarnya dengan sahabatnya itu, namun semua kalimatnya seakan tertelan begitu saja saat menyadari bahwa mungkin saat ini bukanlah waktu yang tepat.

Tak lama setelah Renjun meninggalkan kelas, Jaemin pun turut keluar dari ruang kelas.

"Hai, Na! Mau pulang?" tanya Lucas, kakak kelas sekaligus sahabat dari Mark.

"Ya."

"Kau kenapa, Na? Tumben sekali wajahmu ditekuk seperti itu," ujar Lucas sembari menatap wajah Jaemin dengan intens.

Tanpa membalas perkataan Lucas, Jaemin segera berlari menuju gerbang sekolah dimana terdapat sang appa yang tengah menunggunya.

"Kita langsung pulang, sayang? Tidak mau mampir kemana-mana?"

"Aniya, appa. Kita langsung pulang saja. Aku lelah, sudah rindu sekali dengan ranjangku."

"Wah! Ada apa ini? Bukankah biasanya kau semangat sekali jika appa ingin mengajakmu jalan-jalan terlebih dulu?"

"Aku mengantuk."

Tbc ^^

Vommentnya jangan lupa yaa 🥰

Drabble Stories [MarkMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang