What Should I Do (IV)

519 76 22
                                        

“A-aku….”

Mark perlahan menggenggam lengan kecil Jaemin. “Na, kumohon jangan seperti ini.”

Jaemin lantas menatap Mark dengan wajah sendu yang benar-benar memilukan. “Kumohon, lepaskan aku, hyung.”

“Aku tidak akan melepaskanmu, Na,” ujar Mark final.

“Kau benar-benar egois, hyung!”

“Apa maksudmu, Na? Kau masih mempermasalahkan hubunganku dengan Haechan? Bukankah sudah kubilang berkali-kali jika aku dan Haechan hanya teman, Na. Tidak lebih.”

Mendengar penuturan Mark, Jaemin kembali menunduk dalam. Mencoba menetralkan perasaannya yang sungguh kacau. Jujur saja, ia sudah benar-benar lelah dengan semua ini.

“Na? Jadi selama ini kau cemburu padaku?” Haechan ikut masuk ke dalam pembicaraan. Menatap manik Jaemin yang sedari tadi sudah berair.

Jaemin tak bergeming sedikitpun. Jaemin hanya bisa diam. Lidahnya terasa kelu untuk membalas pertanyaan dari Haechan.

Renjun yang merasa gemas sendiri, pada akhirnya ikut bersuara pula. “Sudahlah, setelah ini bel masuk akan berbunyi. Lebih baik Mark hyung kembali saja ke kelas hyung. Beri Jaemin waktu, hyung.”

Menuruti perkataan Renjun, Mark pun bergegas meninggalkan Jaemin dengan setengah hati.

Sepanjang kelas berlangsung, Jaemin hanya bisa menunduk dan menatap kosong pada buku catatannya. Jaemin tak bisa lagi fokus pada apa yang dijelaskan oleh Kim Ssaem.

Renjun yang menyadari keadaan Jaemin hanya bisa menatap iba pada sang sahabat.

Tak lama, waktu istirahat telah tiba. Seluruh penghuni kelas seketika berdesakan untuk segera menuju kantin untuk kembali mengisi energi mereka.

“Kau mau disini atau ikut ke kantin, Na?” tanya Renjun pada Jaemin yang kini tengah menelungkupkan wajahnya dibalik lengan.

“Aku disini saja, Njun.”

“Baiklah, kalau ada apa-apa, kau hubungi aku saja, ya.”

Setelah mengucapkan hal itu, Renjun melangkahkan kakinya untuk menuju kantin. Bersama dengan Haechan tentunya.

Disepanjang perjalanan, tak ada pembicaraan apapun antara Renjun dan Haechan. Hingga Haechan yang memang dasarnya cerewet, memutuskan untuk mulai bersuara. “Aku salah ya, Njun?”

Renjun mengernyit pelan, “maksudmu?”

“Aku tidak tahu jika selama ini Nana cemburu padaku. Aku pikir selama ini Nana mengerti kedekatanku dengan Mark hyung. Kau juga tau kan, Njun. aku dan Mark hyung adalah teman sejak kecil.”

Renjun menghembuskan napas pelan. “Aku tau. Kau benar, Chan. Tapi Nana tetap saja namja biasa. Ia pasti akan merasa cemburu jika melihat kekasihnya berdekatan dengan namja lain.”

Haechan merengut sebal, “tapi aku kan sahabatnya, Njun.”

“Kau tau, Chan? Cemburu itu tidak mengenal sahabat atau tidak. Karena ya, itu adalah perasaan yang begitu saja muncul. Aku harap kau juga bisa mengerti.”

“Jadi kau menyalahkanku?!” sungut Haechan.

“Bukan seperti itu. Aku hanya ingin kau mengerti perasaan Nana, Chan,” balas Renjun lembut.

Mendengar balasan Renjun, Haechan semakin merasa kesal. Haechan merasa jika Renjun lebih memihak pada Jaemin. Haechan merasa jika kedekatannya dengan Mark bukanlah hal yang aneh dan perlu dikhawatirkan.

“Terserah, Njun! aku tidak peduli! Lagipula aku dan Mark hyung akan tetap dekat seperti sebelumnya. Nana yang harusnya mengerti. Kalau dia cemburu padaku, itu artinya dia tidak percaya pada Mark hyung.”

Tanpa disadari, Jaemin sejak tadi mendengar setiap kata yang terucap dari bibir Haechan. Ya. Sebenarnya memang tak lama setelah Renjun keluar dari kelas, ia memutuskan untuk ikut menyusul ke kantin. Namun, apa yang ia dengar, membuatnya mengurungkan niat dan kembali lagi ke kelas.

Haechan benar, aku memang kekanakkan. Lebih baik aku melepaskan Mark hyung secepatnya.” – batin Jaemin

.

.

.

.

Mark sudah berada tepat di depan kelas Jaemin. Senyum tak pernah hilang dari wajahnya yang tampan. Mark benar-benar bahagia, Jaemin mau menemuinya.

“Mark hyung?” sapa Haechan.

“Oh, hai Haechan-ah! Kau mau pulang kan? Hati-hati di jalan ya, embul kesayanganku,” balas Mark seraya menepuk pelan surai hitam Haechan.

Ish! Rambutku jadi berantakan, hyung!”

Jaemin terpaku di tempatnya. Lagi-lagi, ia harus melihat kedekatan Mark dan Haechan tepat di depan matanya.

Jaemin hanya bisa terdiam melihat interaksi antara Mark dan Haechan. Keduanya tampak tertawa bersama, raut wajah bahagia begitu terpancar dibalik wajah keduanya.

Tak lama, Haechan berpamitan pada Mark.

“Na? Ayo, kuantar pulang,” ujar Mark menghampiri Jaemin.

“Tidak, hyung. Aku hanya ingin bicara dengan hyung sebentar saja.”

“Baiklah, kita bicara di café depan sekolah saja, Na.”

Jaemin menurut. Keduanya pun berjalan menuju café.

Brakkkk!!!

Jaemin menabrak salah seorang pelayan café. Sedari tadi memang Jaemin berjalan dengan wajah menunduk.

Mengetahui apa yang terjadi, Mark yang memang lebih dulu memesan minuman sudah ingin menghampiri Jaemin sebelum seorang namja lainnya menghampiri Jaemin lebih dulu.

Tbc ~

Wah! Kira-kira Jaemin ketemu sama siapa tuh ya? 😁

Wah! Kira-kira Jaemin ketemu sama siapa tuh ya? 😁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yokkk kita berdoa bareng², semoga markmin makin banyak moment 😭🥰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yokkk kita berdoa bareng², semoga markmin makin banyak moment 😭🥰

Drabble Stories [MarkMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang